Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Mohammad Said adalah seorang jurnalis, politikus dan sejarawan yang handal. Mohammad Said Pernah membuka praktek kantor pengacara tanpa diploma untuk membantu masyarakat yang dirugikan golongan the haves dan rentenir. Mohammad Said banyak menerima penghargaan atas karya-karyanya, baik sebagai wartawan, politikus, maupun sebagai sejarawan seperti : Satya Penegak Pers PancasilaTahun 1991, penghargaan Peniti Emas dari Ketua Serikat Penerbit Suratkabar SPS Pusat H. Zulharmans, penghargaan dari Pemerintah Daerah Istimewa Aceh Gubernur Ali Hasjmy berupa Sarakata Pancacita dan Medali Pancacita, penghargaan dari Majelis Ulama Indonesia berupa Sarakata tahun 1978, Mohammad Said adalah seorang autodidak walaupun sempat mengecap pendidikan tetapi pendidikanya hanya lulus sekolah rendah dan sempat merasakan sekolah di Normaal School selama dua tahun tetapi tidak tamat. Semua kemampuan menulis dan berpolitiknya diperoleh dengan belajar sendiri. Mohammad Said lahir pada tanggal 17 Agustus 1905 di Labuhan Bilik. Mohammad Said adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara. Mohammad Said tumbuh dan berkembang di sebuah keluarga yang sederhana. Mohammad said mempunyai dua orang istri. Istri pertama bernama Ani Idrus dan istri kedua bernama Universitas Sumatera Utara 93 Usmariati. Mohammad Said memiliki enam anak yaitu anak pertama bernama Tribuana Said, anak kedua bernama Saida Tumengkol, anak ketiga bernama Indra Buana, anak ke empat dr. Rayati Syafrin, anak kelima Drs. Med Teruna Jasa Said dan anak ke enam bernama Prabudi Said yang semuanya berasal dari istri pertamanya. Karir jurnalistik Mohammad Said dimulai tahun 1928 di di sebuah surat kabar harian Tionghoa-Melayu Tjin Po, tetapi hanya setahun. Setelah keluar dari harian Tjin Po Mohammad Said pindah ke surat kabar Oetoesan Sumaetra disurat kabar ini juga Mohammad Said tidak lama, karena Mohammad Said memilih menjadi wartawan paruh waktu. Setelah cukup mampu dan semakin bagus kualitas menulisnya Mohamma Said memasuki surat kabar mingguan penjebar dan menerbitkan surat kabar sendiri yang bernama Seoruan Kita ditahun 1938. Pada jaman pendudukan Jepang di Sumatera Timur Mohammad Said juga pernah bergabung dengan kantor berita Sumatera Shinbun yang dibentuk Jepang. Mohammad Said dijadikan pegawai pada lembaga Departemen Penerangan dan Kebudayaan Pemerinatahan Sipil Militer Jepang. Setelah berhenti menjadi pegawai Jepang Mohamamd Said membuka Kembali harian yang pro republik yang bernama Pewarta Deli. Harian ini tidak bertahan lama karena langsung ditutup oleh pemerintah kolonial Belanda yang kembali berkuasa di Sumatera Timur. Tetapi Mohammad Said juga tidak berhenti Universitas Sumatera Utara 94 sampai disitu. Mohamamad said membuka cabang kantor berita Antara di Medan dan mendirikan harian Waspada yang sampai sekarang masih eksis di Sumatera Utara. Dalam dunia politik mohammad Said juga memiliki peranan yaitu ketika menjadi pemimpin PNI cabang Medan tahun 1948 dan juga kala memimpin Kongres rakyat Sumatra Timur yang menuntut pembubaran negara boneka bentukan Belanda yang bernama Negara Sumatra Timur tahun 1950. Sebagai Sejarawan Mohammad Said juga merupakan penulis yang produktif dan memiliki karya-karya yang cukup bagus. Dari sekian banyak buku Mohammad Said terdapat buku buku yang cukup bagus diantaranya : Kerajaan Bumi Putera Yang Berdiri Sendiri di Indonesia, Deli Dahulu dan Sekarang, Perubahan Pemerintahan Bestuurshervorming, Busido, 14 Bulan Pendudukan Inggris di Indonesia, Sejarah Pers di Sumatra Utara, Koeli Kontrak Tempo Doeloe, Atjeh Aceh Sepanjang Abad dan masih banyak lagi yang belum diterbitkan. Jasa Mohammad Said yang paling besar pada sejarah Indonesia adalah menampilkan masa lampau bangsa ini di media massa. Ia menjadikan sejarah bukan sesuatu yang hanya diperbincangkan di menara gading. Mohammad Said berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu, 26 April 1995 pukul 10:20 dalam usia 89 tahun di rumah sakit Bunda Tamrin. Jenazahnya dimakamkan hari Kamis, 27 April 1995 di pekuburan Muslim Jalan Thamrin, Medan.

5.2 Saran