PERANAN, AKTIVITAS DAN PEMIKIRAN MOHAMMAD SAID

40

BAB III PERANAN, AKTIVITAS DAN PEMIKIRAN MOHAMMAD SAID

DALAM PERS 3.1 Peranan dan Aktivitas Mohammad Said di Dunia Pers 3.1.1 Keaadan Surat Kabar Sumatera Timur Surat kabar di Sumatera Timur lahir dari tekanan pemerintah kolonial terhadap rakyat. Pada awalnya pers yang berkembang dikota Medan dipelopori oleh pemerintah kolonial Belanda. Surat kabar pertama yang berdiri di kota Medan adalah Deli Courant yang terbit sejak tanggal 18 maret 1885. Pemilik dan pemimpin redaksinya adalah Jaques Deen, yang berkebangsaan Belanda. Surat kabar ini terbit dua kali seminggu yaitu pada hari rabu dan pada hari sabtu, dengan oplah 150 eksemplar setiap edisinya. 31 Beritanya didominasi oleh aktivitas para investor asing yang bergerak dalam bidang perkebuanan di Sumatera Timur. Disamping itu juga terdapat berita-berita tentang perlawanan Aceh, silsilah sultan Deli dan juga legenda terjadinya tanah Batak. Selain surat kaber Deli Courant juga terdapat surat kabar yang memberitakan tentang perkembangan Eropa yang bernama De Sumatera Post yang diterbitkan oleh J. Hallerman pada tahun 1899. 32 31 Kurniawan Junaedhie. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1991. hal. 206. 32 H. Mohammad Said. Sejarah Pers Sumatera Utara. Medan : Percetakan Waspada, 1976. hal. 33. Universitas Sumatera Utara 41 Pada tahun 1902 terbitlah surat kabar yang berbahasa melayu yakni Pertja Timoer dibawah pimpinan Mangaradja Salembue. Surat kabar ini banyak menyajikan fakta tentang korelasi antara sultan Deli dengan pemeritah kolonial Belanda sehingga menimbulkan sikap antipati di pihak kesultanan Deli dan pemerintah Belanda terhadap keberadaan surat kabar ini, sehingga surat kabar ini berhenti terbit ditahun 1908. 33 Dua tahun kemudian terbitlah surat kabar Pewarta Deli yang dikelola oleh Dja Endar Moeda. Surat kabar ini mula-mula terbit secara mingguan kemudian menjadi dua kali seminggu dan akhirnya terbit setiap hari. Surat kabar ini merupakan surat kabar nasional pertama yang terbit dikota Medan. Surat kabar ini banyak membicarakan tentang keadaan masyarakat pada waktu itu terutama nasib kuli kontrak di Sumatera Timur. Sejak tahun 1932 surat kabar Perwarta Deli di pimpin oleh Adinegoro sampai kedatangan tentara Jepang ke Indonesia. Selain dari pada surat kabar tersebut masih banyak lagi surat kabar yang bermunculan pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Medan, banyak yang berumur panjang tetapi banyak juga yang berumur pendek baik yang berbahasa Belanda maupun yang berbahasa Melayu dan juga ada yang berbahasa Tionghoa dan juga ada yang memakai dwi bahasa seperti surat kabar Tionghoa Melayu yang bernama Tjin Po. 33 Ibid, hal. 50. Universitas Sumatera Utara 42 Mohammad Said setelah memulai karirnya banyak mengalami banyak tantangan yang menjadikanya sebagai wartawan yang serba bisa dan berpengaruh dijamanya. Mohammad said banyak memiliki peranan dan Aktivitas dalam perkembangan surat kabar di Sumatera Timur seperti mendirikan surat-surat kabar yang pro republik, menulis ulasan-ulasan yang yang memperjuangkan kepentingan rakyat dan lainnya walaupun hal itu membahayakan nyawanya. Aktivitas dan peranan Mohammad Said dalam dunia pers dapat kita lihat ketika Mohammad Said Memulai Karirnya di Surat Kabar Tjin Po. 3.1.2 Perjalanan Karir Mohammad Said di Pers Mohammad Said memulai karirnya di surat kabar Tjin Po pada tahun 1928. Mohamamad Said melamar ke surat kabar ini dengan membawa contoh-contoh tulisan yang pernah ditulisnya sebagai salah satu pertimbangan untuk mempekerjakan seorang calon penulis disurat kabar. Itu adalah salah satu kebijakan yang sampai sekarang masih tetap diberlakukan disetiap surat kabar yang ada di Indonesia bilamana ingin mempekerjakan seseorang menjadi seorang pewarta atau penulis disurat kabar. Mohamamad said tidaklah lama bekerja di Tjin Po yang terbit tiga kali dalam seminggu. Mohamamad Said bekerja di surat kabar ini hanya dua bulan, hal ini karena sikap diskriminsi masih sangat kental di tubuh surat kabar tersebut. Surat kabar yang dipimpin oleh seorang peranakan tionghoa-padang bernama Tan Tek Bie Universitas Sumatera Utara 43 memberhentikannya karena beliau bukanlah seorang lulusan sekolah tinggi dan seorang pribumi. Pemimpin surat kabar Tjin Po lebih mengutamakan suku Tionghoa yang bekerja di surat kabar Tjin Po ini. Setelah keluar dari surat kabar Tjin Po, Mohammad Said tidak patah arang untuk mengeluti dunia jurnalistik dia melamar ke surat kabar Oetosan Sumatera yang dipimpin oleh Soetan Parlindungan sebagai wartawan, yang dikemudian hari menjadi pemimpin redaksi mengantikan Mohammad Idham yang berhenti secara tiba-tiba. Oetosan Sumatera adalah surat kabar yang diterbitkan oleh percetakan Sjarikat Tapanoeli yang awalnya bernama Pantjaran Berita. Setelah berkarir di koran Oetosan Sumaetara yang dimulai sejak september 1928 Mohammad Said mulai mengenal perkumpulan politik, sosial maupun keagamaan yang bersakala nasional secara langsung. Sebelumnya Mohammad Said hanya mengetahui perkumpulan-perkumpulan itu ada dari koran yang dibacanya selama bekerja di pemerintahan Belanda di Labuhan Batu yang kemudian memberhentikanya karena tidak menyukai penindasan terhadap rakyat. Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh dr. Tjipto Mangunkusunmo dan Ir. Soekarno di kota Bandung tahun 1927 adalah perkumpulan nasional yang di ikuti oleh Mohammad Said dan pernah menjadi pemimpin partai ini. Setelah keluar dari Otesan Soematera Mohammad Said membuka praktek kantor pengacara tanpa diploma sering disebut pada tahun itu dengan sebutan zaa Universitas Sumatera Utara 44 kwaarnemer. Mohamamd said membuka praktek ini sebagi pekerjaan membantu masyarakat terutama buruh perkebunan yang dirugikan oleh golongan pemilik modal yang sering disebut dengan haves, selain dengan haves, buruh juga kerap kali bermasalah dengan rentenir. Pada tahun 1937 Mohammad Said bertemu dengan seorang tokoh politik yang bernama Abdul Xarim MS yang baru bebas dari penjara Digul, Papua. 34 Kedekatan Mohammad Said dengan Abdul Xarim MS terjalin karena Mohammad Said aktif dalam dunia pergerakan. Mereka berdua kemudian menerbitkan koran mingguan dengan nama Penjedar, dan Mohammad Said sebagai pemimpin redaksinya. Namun karena perbedaan paham dengan penerbit dan Abdul Xarim MS, Mohammad Said akhirnya mengundurkan diri. Setelah keluar dari Penjedar, Mohammad Said bertemu dengan Ani Idrus seorang wartawati dari Sinar Deli. Dan pada sekitar tahun 1937 mereka menerbitkan sebuah koran mingguan ber gambar bernama “Soeruan Kita”. Tapi sekitar tahun 1939 terjadi peritiwa besar yang sangat berdampak bagi kehidupan manusia di seluruh dunia yaitu perang dunia II. Masyarakat sangat tertarik akan berita tentang perkembangan perang tersebut. Hal ini membuat koran Sinar Deli kalah dari koran Pewarta Deli yang menyediakan berita yang sangat aktual dari peristiwa perang dunia ke II. Koran ini dipimpin oleh seorang akademisi yang sangat mumpuni yaitu Adinegoro. Adinegoro adalah orang pertama yang memimpin sebuah surat kabar di 34 Penjara tahanan politik di papua pada masa penjajahan Kolonial Belanda. Universitas Sumatera Utara 45 Sumatera Timur yang berasal dari kalangan lulusan akademi jurnalistik. Adinegoro merupakan alumni akademi jurnalistik di Munchen, Jerman. Penurunan jumlah pembaca dan kerugian yang semakin menumpuk akibat kalah bersaing dengan Pewarta Deli membuat Mohammad Said dan Ani Idrus menutup surat kabar tersebut, dan mereka kembali menjadi wartawan freelance di beberapa surat kabar yang masih terbit waktu itu. Setelah Jepang menyerang pangkalan Amerika Serikat di Pearl Harbour membuat daerah jajahan bangsa-bangsa yang tergabung dalam blok Sekutu jatuh ketangan Jepang demikian juga dengan Indonesia. Setelah kedatangan Jepang ke Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pers tanah air. Dunia pers dikendalikan berdasarkan undang-undang penguasa Osamu Seiri No 16 tentang badan-badan pengumunan dan penerangan menurut apsal 3 undang-undang itu berbunyi : “Terlarang Menerbitkan barang tjeatkan jang berhoeboengandengan pengomoeman ataoe penerangan beroepa penerbitan setiap hari, setiap minggoe, setiap boelan maopoen penerbitan dengan tidak tertenttoe waktunya, ketjoelai oleh badan-badan yang soedah mendapat izin” 35 Berdasarkan ketentuan tersebut, semua surat kabar Belanda dan Cina diambil alih oleh Jepang. Panglima militer Jepang kemudian menerbitkan beberapa buah surat 35 Tribuana Said. Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta : Haji Masyarakat Agung, 1988. Hal. 48. Universitas Sumatera Utara 46 kabar sebagai pengganti surat kabar yang dilarang beredar. Mengenai surat kabar yang diterbitkan Jepang selama masa pendudukan di Indonesia, dalam recent japaese sources for Indonesia historiography ” disebutkan : Indonesia terbagi dalam dua bagian : Jawa dan Sumatera dikuasai angkatan darta Jepang selam pendudukan sementara Kalimantan, Sulawesi dan daerah sebalah timurnya dikuasai angkatan laut. Sebagai media komunikasi di daerah-daerah tersebut, ada lima surat kabar yang diterbitakn dibawah pengawasan pemerintah militer. Surat-suarat kabar tersebut adalah Jawa Shinbun di Jawa, Sumatera Shinbun di Sumatera, Borneo Shinbun di Kalimantan, Celebes Shimbun di Sulawasi dan Ceram Shimbun masing-masing diurus Asahi pres, Mainichi pers dan Yomiuri pres. Domei Press mengurusi Sumatera Shinbun bekerja sama dengan surat-surat kabar lokal domestik Jepang. Surat kabar tersebut berisi hal-hal penting yang berhubungan dengan perkembangan pemerintahan milter sehari-hari. 36 Surat Kabar Sumatera Shimbun merupakan satu-satunya surat kabar diterbitkan Jepang di Sumatera. 37 Surat kabar ini terbit dua edisi, yaitu edisi yang berbahasa Indonesia dan edisi yang berbahasa Tionghoa . Edisi yang berbahsa Indonesia dimpin oleh Adinegoro dengan staf redaksinya Mahmud Nasution, Hadely Hasibuan, Bustaman dan Anwar Lukman. Sedangkan untuk yang berbahasa 36 Edward C Smith. Pembreidelan Pers Di Indonesia. Jakarta : Grafiti Press, 1983. hal. 17. 37 H. Mohammad Said . Waspada Harian Republiken di Daerah NICA. Medan. Tanpa Tahun Terbit. hal. 3. Universitas Sumatera Utara 47 Tionghoa para stafnya redaksinya dari berbagai beberapa bekas harian China seperti New China Times. Harian Sumatera Shimbun terbit pada sore hari dan dicetak pada percetakan “ Sriganda bekas percetakan Varekamp” pada pemerintahan Belanda. Sebelum dicetak isi berita di sensor lebih dahulu oleh dinas penerangan Jepang yang bernama BUNKAKA. BUNKAKA merupakan tempat Mohammad Said bekerja, Mohammad Said bisa bekerja di dinas ini karena kedekatanya dengan Abdul Xarim MS yang bekerja sebagi kotapraja Jepang untuk Medan. Mohammad Said bekerja di departeman penerangan sebagai penyaring berita-berita yang akan diterbitkan oleh surat kabar. Jika surat kabar tersebut menerbitkan berita yang mengkritik pemeritahan atau menceritakan penderitaan rakyat Indonesia akibat tindakan Jepang maka berita tersebut akan ditarik. Setelah pers di kuasai oleh militer Jepang, pemberitaan menjadi Jepang centris. Semua media baik itu surat kabar maupun radio hanya berisikan kepentingan dari bangsa Jepang semata yaitu cita-cita Asia Timur Raya. Hal yang pada prakteknya membuat wartawan Indonesia dalam surat kabar Jepang itu tidak lagi mengerjakan pekerjaan jurnalistik, melainkan hanya sebagai pegawai. Pada mulanya proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak diketahui di Medan karena putusnya hubungan dengan Jawa, rakyat semakin cemas mendengar desus- Universitas Sumatera Utara 48 desus bahwa tentara Belanda yang membonceng Sekutu akan segera mendarat. 38 Tetapi itu hanya desas desus saja karena tidak ada berita resmi yang memberitahukan keadaan yang sebenarnya. Pihak Jepang memang sengaja mengulur waktu untuk tidak memberitahukan kekalahan mereka agar status jajahan bagi Indonesia tetap diberlakukan. Setelah tanggal 22 agustus 1945, gubernur militer Jepang Sumatera Timur Tetsuzo Nakashima mengumumkan secara resmi bahwa Jepang telah kalah perang. Dalam hal ini Sekutu telah menginstruksikan kepada Jepang untuk memelihara keamanan sampai tentara Sekutu berada didaerah ini dan rakyat harus tetap patuh kepada Jepang dalam memelihara keamanan. Pengumuman resmi itu merupakan jawaban bagi rakyat yang selama ini hanya mendengar desus-desus. Namun berita itu tidak membawa perubahan yag berarti karena Jepang masih berkuasa, sedangkan berita tentang proklamasi belum juga terdengar. Penyiaran berita proklomasi sebenarnya telah berlangsung sejak tanggal 17 agustus 1945 melalui kantor berita Domei Jakarta, bahkan malam harinya radio India, Australia dan San Fransisco telah menyiarkan berita proklamasi, sekaligus memberitakan adanya bantahan dari pihak Jepang tentang kebenaran berita itu. 39 Dengan demikian berita tentang proklamasi kemerdekaan telah sampai keluar negeri, tetapi tidak demikian halnya di kota Medan. Informasi dari kantor berita Domei tidak diterima karena para operator yang bekerja pada kantor berita Domei 38 T. Luckman Sinar. Denyut nadi revolusi Indonesia. Taufik abdulah ed Jakarta ; PT Gramedia, 1992. hal. 141. 39 Wawancara dengan Mohammad TWH. 26-1-2013. Universitas Sumatera Utara 49 Medan adalah orang-orang Jepang. Berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia di kota Medan baru terjadi setelah tiga orang perwakilan dari Sumatera yang duduk didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI dipanggil ke Jakarta untuk membicarakan tentang proklamasi kemerdekaan. Mereka adalah Mr. Teuku Mohammad Hasan, Dr. Mohamad Amir dn Mr. Abdul Abbas. Setelah kembali dari Jakarta mereka tidak segera menyiarkan informasi itu karena kondisi tidak memungkinkan. Adanya desas-desus bahwa beberapa pemimpin rakyat Sumatera Timur telah mengungsi keluar daerah membuat mereka ragu untuk merealisasikan proklamasi kemerdekaan Indonesia di kota Medan. Situasi demikian mendorong keinginan Mohammad Said untuk segera mendirikan Pewarta Deli. Surat kabar ini diterbitkan oleh Mohammad Said dengan Sjarikat Tapanuli sebagai percetakanya. Tiga minggu setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 29 September 1945 Mohammad Said membuka kembali sekaligus memimpin surat kabar “Pewarta Deli” yang sebelumnya dicabut izin penerbitanya pada masa penjajahan Belanda, Mohammad Said menjabat sebagai pemimpin redaksi yang kosong ditinggal Djamaluddin Adi Negoro yang pindah ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Berita headline Pewarta Deli telah membuka jalan mengetahui kebenaran berita proklamasi. Disini terlihat peranan surat kabar yang dipimpin oleh Mohammad Universitas Sumatera Utara 50 Said . Seandainya berita Pewarta Deli tidak ada, pastilah kumandang proklamasi itu akan tersimpan di kantong safari Mr. Tengku Mohammad Hasan. 40 Pertemuan pemuda dan Tengku Mohammad Hasan di gedung Taman Siswa 41 yang dijadikan headline oleh Pewarta Deli menjadi topik yang selalu diperbincangkan surat kabar ini,dan surat kabar yang lainya di Medan. Setahun sebagai pemimpin redaksi di Pewarta Deli, Mohammad Said harus kembali berhenti karena surat kabar ini di breidel oleh pasukan Sekutu dengan, mesin pencetaknya di bom oleh Sekutu. Hal ini dilakukan karena surat kabar ini menerbitkan berita dengan tajuk dan sentilan yang tajam dalam mengkritik kekejaman penjajahan Belanda. Adapun topik berita yang dijadikan headline oleh surat kabar ini adalah mengenai barang-barang kalengan yang dibawa oleh tentara Inggris ke Medan terdapat kalengan yang berisi dinamit. Walaupun berita ini benar tentara Inggris kebakaran jenggot dan mendatangi kantor Pewarta Deli yang terletak dilantai dua dari Percetakan Sjarikat Tapanuli tersebut untuk menangkap Mohammad Said, tetapi tidak jadi karena para pemuda di sekitar kantor Pewarta Deli telah bersiap-siap mengejar 40 Lihat Lampiran V Tulisan Mohammad Said berjudul, Merdeka Diumumkan terlamabat di Medan . 41 Mohammad TWH. Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara, Medan: Tanpa Penerbit, 2001. hal. 139. Universitas Sumatera Utara 51 tentara Inggris tersebut jika kalau mereka menangkap pemimpin surat kabar tersebut. 42 Pada bulan September 1945 komando Asia Tenggara Southheast Asia Comand dibawah pimpinan Lord Louis Mounthbatten memasuki wilayah Indonesia untuk mengambil alih keamanan yang dipegang oleh tentara Jepang, sekaligus membawa pasukan NICA yang ingin kembali berkuasa di Indonesia. Sejak Oktober 1945 pasukan NICA yang membocengi Sekutu mendarat di Medan. Sambutan pesimis dari Mohammad Said dia tunjukkan melalui harian Pewarta Deli. Mohammad Said dan surat kabarnya Pewarta Deli dianggap mendeskreditkan SekutuBelanda. Yang akhirnya memaksa penguasa militer untuk mengambil tindakan atas harian itu dan menghancurkan Percetakan Sjarikat Tapanuli. Surat kabar Pewarta Deli kemudian terpaksa menghentikan penerbitanya atas perintah pasukan Inggris. Ketika memberangus Pewarta Deli pada bulan Maret 1946, Sekutu juga menangkap wakil pimpinan redaksi A.O Lubis dan pemimpin percetakan Sjarikat Tapanuli Rahmat Nasution serta menghancurkan alat-alat cetak Sjarikat Tapanuli. Sedangkan pemimpin Pewarta Deli ketika itu sedang berkunjung ke Yogyakarta untuk memenuhi undangan dari pemerintah Republik. Setelah dihancurkanya Pewarta Deli, maka surat kabar yang pro-Repulik tidak ada lagi terbit di kota medan sehingga Mohammad Said mengusulkan supaya kantor 42 Wawancara dengan Mohammad TWH. 26-1-2013. Universitas Sumatera Utara 52 perwakilan Antara didirikan di kota Medan. Hal ini dilakukan mengingat perlunya mass media yang mendukung Republik. Dengan usaha Mohammad Said bersama para eks wartawan Pewarta Deli didirikanlah kantor cabang Antara yang mengambil tempat di jalan pusat pasar no 126. Situasi Keamanan yang tidak lagi menjamin pada saat itu menyebabkan banyak warga yang mengungsi bahkan gubernur sendiri mengungsi ke Pamatang Siantar dan kantor keresidenan harus pindah ke Tebing Tinggi. Dengan demikain kantor berita antara kehilangan sumber bantuan. Apalagi pasukan Poh An Tui bentukan Sekutu untuk meneror penduduk rakyat Indonesia di daerah pendudukan telah membuat kubu perlawan disekitar kantor Antara. Maka Mohammad Said menginstruksikan pemindahan kantor berita Antara ke Pematang Siantar. Mohammad Said sendiri tetap tinggal di kota Medan yang telah diduduki NICA untuk tetap melakukan perjuangan dengan media pers. Ditengah-tengah situasi keamanan yang demikian, kaum pers tetap berkeinginan untuk menerbitkan suatu harian, terlebih lagi dalam keadaan posisi dan strategi perjuangan yang semakin mendesak. Akhirnya Mohammad Said memberanikan diri untuk menerbitkan surat kabar Republiken yang diberi nama surat kabar Waspada pada tanggal 11 januari 1947. 3.1.3 Menerbitkan Waspada Masa Perang kemerdekaan, kota Medan diblokir oleh Sekutu yang menyebabkan informasi dan komunikasi dengan masyarakat pedalaman terputus Universitas Sumatera Utara 53 sementara itu surat kabar Belanda dan Cina lebih menguasai informasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk menandingi berita yang dikeluarkan Belanda itu dirasakan perlu untuk menerbitkan suatu media informasi yang dapat mengantisipasi berita-berita Belanda sesuai dengan gerak perjuangan. Oleh sebab itu diterbitkanlah surat kabar Waspada dengan perhitungan bahwa rakyat yang terkepung di daerah pendudukan akan membacanya dan hasil penerbitan itu dapat dimanfaatkan untuk menutupi biaya hidup para pegawainya. 43 Surat kabar tersebut diberi nama Waspada karena tidak terlepas dari situasi dan keadaan kota Medan saat itu sedang menghadapi konflik dengan pihak Belanda. Hal ini bertitik tolak dari persetujuan Linggar Jati. Dalam merealisasikan tujuan tersebut telah dilaksanakan beberapa perundingan mengenai genjatan senjata antar kedua belah pihak. Pada tanggal 6 desember 1946 dicapailah persetujuan yang disebut persetujuan prinsip dua kilometer. Dalam penerimaan persetuujuan bersama itu, pihak Republik dipengaruhi hasutan-hasutan untuk mempertentangkan sentimen yang berkembang dikalangan masyarakat, kondisi tersebut dirancanakan pihak Sekutu demi memecah belah ras dan persatuan. Hal ini menyebabkan Mohammad Said tergugah untuk menamai surat kabar yang hendak diterbitkanya dengan nama Waspada. Begitu besarnya keinginan Mohammad Said untuk menerbitkan surat kabar Waspada sehingga tanpa sadar bahwa persiapan belum ada sama sekali. Lima hari 43 Lihat Lampiran 6 Belanda Lancarkan Agresi I. Universitas Sumatera Utara 54 sebelum surat kabar Waspada terbit, Mohammad Said mengunjungi kantor percetakan Sjarikat Tapanuli di moskee straat. Kebetulan percetakan ini sedang menganggur disebabkan kurangnya bahan yang akan dicetak dan karyawanya banyak mengungsi kedaerah pedalaman. Mahmud Nasution selaku pimpinan percetakan ini tetap bertahan dikota Medan dan tidak mau menggungsikan percetakanya kepedalaman. Setelah Mohammad Said melakukan pembicaraan dengan Rahmat Nasution sebagai pemimpin Sjarikat Tapanuli, diperoleh kata sepakat bahwa saat itu sangat penting untuk mengumandangkan suara Republik. Setelah Sjarikat Tapanuli setuju untuk menerbitkan surat kabar Waspada diadakanlah persiapan-persiapan. Para pengecr surat kabar Waspada. Mereka menyatakan sanggup membayar kontan seberapa banyak surat kabar yang dipesan. Mohammad Said kemudian menemui rekan-rekanya sesama wartawan untuk mempersiapkan berita-berita yang akan diturunkan pada surat kabar edisi pertama itu. Para wartawan yang dicatat namanya ikut berjuang pada awal penerbitan surat kabar Waspada adalah Djafar yang bertugas sebagai wakil pemimpin redaksi, Amir Daud, Hasan Soemito dan D.I Lubis. Sedangkan Mohammad Said sendiri adalah sebagai pemimpin redaksi dan penagung jawab surat kabar Waspada. Pada saat sibuk mempersiapkan penerbitan pertama surat kabar Waspada, Mohammad Said didatangi oleh wakil pemerintahan Belanda di kota Medan yaitu Dr. J.J Van de Velde yang didampingi seorang tentara KNIL yaitu letnan L. Manik. Mereka mendapat kabar bahwa sebuah harian Republiken akan terbit di Medan. Pada Universitas Sumatera Utara 55 saat berbincang- bincang letnan L.Manik menyela bahwa “ adalah janggal kota dibakar musuh sedangkan kita pemiliknya membiarkan saja. Yang artinya janggal kalau surat kabar Republik didaerah Belanda dibiarkan menghantam Belanda. Tetapi sebelumnya Dr Van De Velde menangkap isyarat yang dimaksudkan oleh Letnan Manik itu. Mohammad Said menjawab sekarang antar Republik Indonesia dan Belanda terdapat kekuasaan gencantan senjata dimana secara de fakto adalah Republik Indonesia atas seluruh wilayah Madura dan Jawa di akui oleh Sekutu dan sejak November 1946 diserah terimakan dalam status quo kemudian Mohammad Said memberikan pertanyaan “ apakah Belanda menguasai Medan dengan membawa sistem kenaziannya atau dengan demokrasi ? Mendengar hal; tersebut Dr. JJ Van de Velde tertegun dan berkata : hukum pers Hindia Belanda yang berlaku sekarang undang-undang daruratnya adalah bahwa kita tidak meringtangi orang menerbitkan surat kabar, tetapi kita berhak untuk melarangnya dan ini tergantung dengan isi surat kabar yang telah disiapkan. Demikialah akhirnya Dr JJ. Van de Velde pulang dengan tidak melarang terbit dan Mohammad Said tidak pernah meminta izin terbit 44 . Dengan semangat dan tekadnya, akhirnya Mohammad Said dapat menerbitkan Waspada. Nomor perdana harian tersebut terbit dengan setengah lembar, dengan jumlah oplah 1000 eksemplar. Pada nomor kedua dan ketiga satu halaman dan pada penerbitan keempat terbit dengan dua halaman penuh. Demikian seterusnya beredar mulai Senin sampai Sabtu, untuk hari Sabtu terbit dengan empat halaman. 44 H. Mohammad Said . Waspada Harian Republiken di Daerah NICA. Medan :Tanpa Tahun Terbit, Tanpa Penerbit. hal. 20. Universitas Sumatera Utara 56 Banyak kendala yang dialami oleh Waspada pada awal terbit, seperti kesulitan dalam mencari pekerja, tidak adanya kertas di kota Medan dan juga adanya teror terhadap pekerja Waspada yang di lakukan oleh Tentara Kolonial Belanda. Hal yang paling susah diatasi adalah tidak adanya kertas di kota Medan sehingga membuat Mohammad Said harus membeli sendiri kertas ke Tanjung Balai karena pada waktu itu hanya Tanjung Balai daerah pelabuhan terdekat yang di kuasai oleh Republik. Sepanjang tahun 1947- 1949 Waspada telah mengalami lima kali pembridelan karena pemberitaan oleh pihak Kolonial Belanda. Adapun pembridelan yang terjadi yaitu : 1. Tanggal 21-27 juli 1947 yaitu pada masa agresi militer Belanda. Kantor Waspada digeledah dan diperiksa oleh kapten Been. Sambil menyerahkan surat yang isinya terjadi “ Politionale Acti” Yaitu surat untuk mengamkan wilayah pendudukan Belanda atas kota Medan 2. Tanggal 23 Juli 1948 Pasukan militer Belanda masuk kekantor Waspada sambil menyerahkan secarik kertas yang ditandatangani oleh kolonel P. Scholten. Yang isinya menyatakan bahwa Waspada dibreidel selama 14 hari hingga 6 agustus 1948. Bersamaan dengan itu percetakan yang digunakan oleh Waspada juga dilarang melakukan aktivitas percetakan. Hal itu dilakukan karena Waspada menulis tulisan Rosihan Anwar yang Berjudul “ Merdeka, Sepuhan Juragan” yang isinya mengenai 16 perwira Kon. Lenger di Garut yang dikebumikan akibat dari pertempuran dengan pejuang RI. Universitas Sumatera Utara 57 3. Tanggal 19 Agustus 1948 dilakukan oleh seorang rseiden yang bukan pihak militer Belanda. alasan pembridelan ini adalah karena berita yang dimuat Waspada tertanggal 2 agustus 1948 yaitu tentang pengurangan gaji dan pembunuhan kuli yang melarikan diri oleh tuan-tuan kebun yang ada di daerah pedalaman yang dirasa bahwa berita ini tidak benar dan merusak citra Belanda yang dikenal demokratis. 4. Desember 1948 yaitu pada masa agresi militer Belanda II, semua surat kabar yang tidak pro Belanda semuanya dibridel. 45 5. 7 mei 1949 yaitu sewaktu berlangsungnya perjanjian Roem Royen, hal ini dikarenakan dalam pemberitaanya Waspada selalu menyudutkan Negara Sumatera Timur yang tergabung dengan RIS. Ketika terjadi agresi militer Belanda keluarga Mohammad Said pernah disekap dalam sebuah kamar layaknya seperti adegan film yang sering terjadi dalam sebuah film perjuangan seperti yang pernah dituliskan oleh Mohammad Said sendiri : “ Berita-berita yang dimuat tanggal 19 juli dan komentar radio telah mengarah kepada kemungkinan meletusnya aresi Belanda. pada pukul 0.00 malam masuk ke 21 juli, penulis baru saja masuk kekamar tidur, tiba-tiba seorang Belanda mendobrak pintu kami di loteng ke-3. Ketika telah terbuka, seorang kapten Belanda melompat kedalam cepat-cepat sambil menodongkan revolvernya. Surat kuasa penggeledahan yang ditunjukkanya memperkenalkan namanya kapten been. Ia memberi tahu bahwa sekarang dilancarkan “politioneele actie’ diseluruh jawa 45 Lihat Lampiran 7. Universitas Sumatera Utara 58 dan sumatera. Kami sekeluarga didorong berkumpul dengan mengangkat tangan keatas. Bunyi sepatu serdadu-serdadu yang hingar dibawah penggeledahan sedang dilakukan. Putra tertua saya melototkan matanya kearah perwira yang kelam kabut sendiri itu. Setelah sejam digeladah, rupanya tidak ada pemuda bersenjata bersembunyi kami pun dikumpul ke suatu kamar yang sempit dibagian bawah. Besok pagi-pagi kesatuan polisi Belanda menggantikan pengawalan dan kali ini cukup lama penggeledahan surat- surat dan arsip yang diperiksa...” 46 Dari tulisan Mohammad Said ini menandakan bahwa Mohammad Said berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di daerah Sumatera Timur sehingga dia harus ditawan oleh Belanda bersama pembesar-pembesar Republik lainya. Pegalaman pahit lainya yang dialami oleh Mohammad Said pada jaman agresi militer Belanda adalah ketika berkas-berkas dan buku-buku pentingnya disita. 47 Buku-buku tersebut sangat penting bagi Mohammad Said karena buku tersebutlah yang menjadi arsip dari pemikiran Mohammad Said. Ketika terjadinya pemberontakan PRRIPERMESTA Mohammad Said juga menunjukan loyalitasnya kepada NKRI melalui tulisannya yang dimuat di Waspada pada tanggal 1 desember 1956 dalam artikel tulisanya Mohamad Said menolak tegas adanya pemberontakan tersebut, akibatnya Waspada dilarang oleh pemberontak 46 Mohammad TWH, Op-Cit. hal. 137. 47 Soebagijo, Jagat Wartawan Indonesia, Jakarta : Gunung Agung, 1981. hal. 281. Universitas Sumatera Utara 59 beredar di daerah Tapanuli dan Labuhan Batu yang dikuasai oleh pemberontak hingga 1961. 48 Mohammad Said adalah tokoh pers yang sangat loyal terhadap NKRI sehingga Mohammad Said menjadi wartawan yang dibawa oleh pemerintah dalam melakukan kunjunganya keluar negeri. Seperti pada tanggal 18 juli 1955 ketika Soekarno melakukan lawatan ke Mesir Mohammad Said di bawa bersama Djawoto yang menjabat sebagai pemimpin redaksi Antara dan Adinegoro sebagai direktur pers biro Indonesia. Dalam lawatanya ini mereka juga bertolak ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji yang setalah lawatanya ini Mohammad Said menambahkan haji di depan namanya. Dalam Konfresi Meja Bundar Mohammad Said juga diikutkan oleh pemerintah sebagai perwakilan pers dari Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus 1961 Mohammad Said menyerahkan jabatan pimpinan redaksi dan penangung jawab direksi kepada istrinya Ani Idrus, sedangkan pemimpin direksi masih dipegang oleh Mohammad Said. Pada September 1964 Mohammad Said menunjuk anaknya menjadi pemimpin redaksi dan menjadi penangung jawab harian Waspada. Tetapi tanggal 24 februari 1965 Waspada dibredal karena Tribuana Said yang menjadi pemimpin redaksi Waspada terlibat dalam 48 Lihat Lampiran 8 dan 9 , Tulisan Mohammad Said tentang PRRI-Persmesta Memberontak. Universitas Sumatera Utara 60 Barisan Pendukung Soekarno BPS yang di fitnah oleh golongan-golongan kiri yang tergabung dalam pemerintahan. 49 Pada 17 Agustus 1967 Waspada mulai terbit dibawah kepemimpinan Mohammad Said. Mohammad Said benar-benar berhenti dari dunia pers pada tanggal 1 Februari ketika Mohammad Said menyerahkan jabatanya untuk kedua kalinya kepada anaknya Tribuana Said. Mohamad Said berheti sebagai penggiat pers dan konsen di bidang politik dan penulisan sejarah. Semasa menjadi insan pers Mohammad Said banyak memperoleh penghargaan, seperti penghargaan Satya Penegak Pers Pancasila pada tahun 1985, penghargaan sebagai tokoh yang mendirikan serikat pernerbit surat kabar di solo yang menjadi cikal bakal berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia PWI pada tahun 1946. Ketika Mohammad Said menjadi wartawan di surat kabar dijaman kolonial Belanda Mohammad Said pernah mengalami delik pers yaitu akibat dari sebuah tulisan yang dianggap memberi malu atau menghina orang. Untuk kealpaanya itu dia didenda dua puluh lima gulden, karena dituduh melanggar pasal 310 kitab undang- undang hukum pidana, wtboek van strafrecht voor nederlands indie. Mohammad Said adalah penulis yang sangat hati-hati karena dia suka membaca buku-buku yang 49 Wawancara dengan Mohammad TWH. Medan 26-1-2013. Universitas Sumatera Utara 61 menyangkut hukum. Dia sering menyaksikan orang sering kali disiksa dan dicambuk kala mendapat hukuman. 50 Pada jaman orde baru Mohammad Said juga memiliki pandangan tersendiri mengenai kebebasan pers yang pada waktu itu cukup ketat. Mohammad said pernah menyampaikannya ketika wawancara dengan Soebagijo. “Tidak sepenuhnya bebas. Namun kebebasanya ada, karena masih bisa orang menulis tanpa disensor terlebih dahulu. Me ngenai makna “ tidak sepenuhnya bebas ialah karena adanya wewenang penguasa untuk mencabut izin terbit surat kabar, jadi beda dengan peraturan yang lazim yakni mereka yang terkena ranjau pers. Hanya akan dihukum berdasar kesalahanya“. 51 Dari pendapat Mohammad Said ini menandakan bahwa sebenarnya pers dijaman penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang lebih berat penderitaanya dan hukumanya dibanding jaman orde baru. 52 50 Soebagijo, Op-Cit. hal. 281. 51 Ibid, hal. 282. 52 Lihat Lampiran 10 Tulisan Mohammad Said Tentang Delik Pers. Universitas Sumatera Utara 62

BAB IV MOHAMMAD SAID SEBAGAI POLITISI DAN SEJARAWAN