Pengertian Eksekusi Yahya Harahap, Ruang Lingk up Permasalahan Ek sek usi Bidang Perdata, Jakarta:

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG EKSEKUTORIAL

A. Pengertian Eksekusi

Kata eksekusi berasal dari bahasa asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yang artinya adalah pelaksanaan. Dalam bahasa Inggris, eksekusi dikenal dengan eksecutie. Dan dalam bahasa Belanda, eksekusi disebut dengan uitvoering. Pengert ian eksekusi sama dengan pengertian “menjalankan putusan” ten uitvoer legging van vonnissen , yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang telah kalah tereksekusi atau pihak tergugat tidak mau menjalankannya secara sukarela. Dengan kata lain, eksekusi pelaksanaan putusan adalah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang telah kalah dalam perkara. 28 Eksekusi merupakan pelaksanaan dari suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap in kracht van gewijsde yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang telah kalah dalam perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara putusan pengadilan. Dalam Pasal 207 RBG, dikatakan bahwa: “Hal menjalankan putusan Pengadilan Negeri dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh Pengadilan Negeri adalah atas perintah dan tugas pimpinan Ketua Pengadilan 28

M. Yahya Harahap, Ruang Lingk up Permasalahan Ek sek usi Bidang Perdata, Jakarta:

Gramedia, 1998, hlm. 5. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu menurut cara yang telah diatur.” Eksekusi adalah tindakan paksa yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri terhadap pihak yang telah kalah dalam perkara supaya pihak yang kalah dalam perkara menjalankan Amar Putusan Pengadilan sebagaimana mestinya. 29 Eksekusi dapat dijalankan oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila terlebih dahulu ada permohonan dari pihak yang telah menang dalam perkara kepada Ketua Pengadilan Negeri agar putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebelum menjalankan eksekusi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka Ketua Pengadilan Negeri melakukan teguran aanmaning kepada pihak yang telah kalah dalam perkara agar dalam waktu 8 delapan hari sesudah Ketua Pengadilan Negeri melakukan teguran aanmaning maka pihak yang telah kalah dalam perkara harus mematuhi Amar Putusan Pengadilan tersebut. Apabila telah lewat 8 delapan hari ternyata pihak yang telah kalah dalam perkara tidak mau melaksanakan putusan pengadilan tersebut, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintah Panitera atau Jurusita Pengadilan Negeri untuk melaksanakan sita eksekusi atas objek yang terperkara dan kemudian dapat meminta bantuan alat-alat negara seperti Kepolisian untuk membantu pengamanan dalam hal pelaksanaan proses eksekusi tersebut. 29 Ibid., 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Menurut pendapat M. Yahya Harahap dalam bukunya “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata”, eksekusi merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang telah kalah dalam suatu perkara, merupakan suatu aturan dan tata lanjutan di dalam proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada berkesinambungan dari seluruh proses hukum acara perdata”. 30 Menurut R. Subekti, eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan apa yang telah menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum dan memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan. 31 Lebih lanjut dikemukakan bahwa pengertian eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan hukum. Dengan bantuan kekuatan hukum ini dimaksudkan pada angkatan bersenjata. 32 Sejalan dengan kedua pendapat di atas, dapat dilihat pendapat dari Sudikno Mertokusumo yang menyatakan bahwa eksekusi ialah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut. 33 30 Ibid., hlm. 1. 31 Subekti, Huk um Acara Perdata, Bandung: Bina Cipta, 1989, hlm.128. 32 Ibid, hlm. 130. 33 Sudikno Mertokusumo, Huk um Acara Perdata Indonesia, Jogjakarta: Liberty, 1989, hlm. 206. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata yang menyatakan bahwa eksekusi adalah tindakan paksaan oleh pengadilan terhadap pihak yang telah kalah dan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela. 34 Berdasarkan pendapat dari para pakar hukum di atas, dapat dijelaskan bahwa eksekusi diartikan sebagai upaya untuk merealisasikan kewajiban dari pihak yang telah kalah dalam perkara guna memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan hakim, melalui perantaraan Panitera atau Jurusita atau Jurusita Pengganti pada Pengadilan tingkat pertama dengan cara paksa karena tidak dilaksanakannya secara sukarela. Pelaksanaan putusan hakim tersebut merupakan proses terakhir dari proses penyelesaian perkara perdata dan pidana yang sekaligus juga merupakan prestise dari lembaga peradilan itu sendiri. Sementara itu di dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dikatakan bahwa “eksekusi adalah pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.” 35 Jika bertitik tolak pada title keempat Rbg, maka pengertian eksekusi itu sama dengan pengertian menjalankan putusan pengadilan yang tidak lain adalah melaksanakan isi dari segala putusan pengadilan yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan yang telah ditetapkan dengan bantuan kekuatan umum 34 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Huk um Acara Perdata Dalam Teori dan Prak tek , Bandung: Mandar Maju, 1997, hlm 10. 35 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 , tentang “Jaminan Fidusia”, Pasal 4. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD bila pihak yang telah kalah dalam pengadilan pihak tereksekusi atau pihak tergugat tidak mau menjalankan secara sukarela. 36 Hukum eksekusi sebenarnya tidak diperlukan apabila yang dikalahkan di dalam pengadilan dengan sukarela mentaati bunyi putusan dari pengadilan tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak semua pihak mentaati bunyi putusan dengan sepenuhnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu aturan bila putusan itu tidak ditaati dan bagaimana tata cara pelaksanaannya. Bila melihat pengertian eksekusi di atas, tampak bahwa pengertian eksekusi terbatas pada eksekusi oleh pengadilan putusan hakim. Padahal yang juga dapat dieksekusi menurut hukum acara perdata yang berlaku di dalam Rbg yang juga dapat dieksekusi adalah salinan atau grosse akta yang memuat irah- irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang. 37 Pendapat mengenai pengertian eksekusi yang lebih luas juga dikemukakan oleh Mochammad Dja’is yang menyatakan bahwa: “eksekusi adalah upaya dari kreditur untuk merealisasi hak secara paksa dikarenakan debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, eksekusi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa hukum. Menurut pandangan hukum eksekusi, objek eksekusi tidak hanya putusan hakim dan grosse akta saja. 38 36 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 5. 37 Aten Affandi dan Wahyu Affandi, Tentang Melak sanak an Putusan Hak im Perdata, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 32. 38 Mochammad Dja’is, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru Dibidang Hukum, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, 2000, hlm.7. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian eksekusi dalam perkara perdata adalah upaya kreditur untuk merealisasikan haknya secara paksa jika debitur tidak secara sukarela memenuhi kewajibannya yang tidak hanya putusan hakim saja, tetapi juga pelaksanaan grosse akta serta pelaksanaan putusan dari institusi yang berwenang atau bahkan kreditur secara langsung.

B. Jenis-Jenis Eksekusi

Dokumen yang terkait

KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP PAD DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

3 110 9

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)

3 58 100

Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan

5 41 117

Analisis Yuridis Fungsi Dan Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Suatu Penelitian Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

0 54 140

Analisa Hukum Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia)

4 24 95

Akibat Hukum Bagi Para Pihak Dengan Adanya Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Suatu Tinjauan Yuridis Atas UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia).

0 4 29

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIDAFTARKAN SETELAH ADANYA WANPRESTASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 0 2

Analisis Yuridis Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor Yang Telah Didaftarkan (Studi Pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor Yang Telah Didaftarkan (Studi Pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia - Analisis Yuridis Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor Yang Telah Didaftarkan (Studi Pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sum

0 0 14