BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini
dikarenakan manusia diberikan akal dan pikiran untuk memenuhi segala macam kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran
manusia sangat penting untuk digunakan agar setiap manusia tidak melakukan kesalahan serta pelanggaran dalam melakukan pemuasan terhadap kebutuhan
hidupnya tersebut. Dalam melakukan pemuasan terhadap kebutuhan hidupnya, masyarakat
tidak dapat terlepas dari bantuan pihak lain. Karena pada umumnya dalam masyarakat, seseorang tidak mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya sendiri.
Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. Hal itulah yang menyebabkan tidak jarang manusia melakukan kegiatan
utang piutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau sekedar untuk tambahan dana dalam mencukupi kebutuhan hidupnya tersebut.
Utang piutang merupakan suatu perbuatan yang tidak asing lagi bagi kehidupan masyarakat Indonesia pada saat ini. Utang piutang tidak hanya dilakukan
oleh orang-orang yang ekonominya lemah saja, tetapi juga dilakukan oleh orang- orang yang ekonominya relatif mampu.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Kegiatan utang piutang ini dilakukan antara pihak kreditor pihak yang memberikan utang dan pihak debitor pihak yang menerima utang. Kegiatan
utang piutang ini dilakukan antara kreditor dan debitor atas dasar rasa kepercayaan dari para pihak satu sama lain. Kreditor mempercayai bahwa debitor mampu untuk
melunasi utangnya tepat pada waktunya dan sesuai dengan jumlah yang harus dikembalikan sesuai dengan perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan oleh
kedua belah pihak tersebut. Namun, atas dasar rasa kepercayaan saja tidaklah cukup dalam kegiatan
utang piutang ini. Hal ini dikarenakan apabila didasarkan pada rasa kepercayaan saja, tentu dapat menimbulkan kerugian khususnya bagi pihak kreditor sebagai
pihak yang memberikan pinjaman apabila debitor tersebut cidera janji wanprestasi.
Maka itulah ada hal lain yang sangat perlu diperhatikan di dalam kegiatan utang piutang ini, yaitu jaminan. Jaminan merupakan hal yang sangat penting yang
terdapat di dalam kegiatan utang piutang. Dengan adanya jaminan ini diyakini dapat menghindari kemungkinan terjadinya kerugian yang akan diderita oleh kreditor
apabila debitor tidak melakukan pelunasan terhadap utangnya. Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali orang-orang yang
menggunakan benda bergerak sebagai jaminannya. Misalnya menggunakan kendaraan bermotor sebagai jaminan atas pelunasan utangnya tersebut. Walaupun
digunakan sebagai jaminan terhadap pelunasan utangnya, kendaraan bermotor tersebut juga tetap dapat digunakan oleh debitor tersebut untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kegiatan usaha yang dilakukannya.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Dilain sisi kreditor mungkin tidak bersedia menerima jaminan berupa kendaraan bermotor, oleh karenanya kreditor harus memikul beban untuk
menyediakan tempat penyimpanan dari kendaraan bermotor tersebut. Kreditor dalam hal ini merupakan pemilik dari jaminan berupa kendaraan
bermotor tersebut yang dapat dibuktikan melalui surat-surat atau bukti kepemilikan yang dipegang oleh kreditor. Namun apabila debitor telah melunasi utangnya, maka
kendaraan bermotor tersebut dapat beralih kembali kepada debitor dan kreditor harus mengembalikan kendaraan bermotor itu kepada debitor tersebut.
Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan hidup tersebut dan untuk memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak yang berkepentingan,
maka telah disahkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang diundangkan pada tanggal 30 September 1999 dan diumumkan di
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168 yang dirumuskan sebagai penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan.
Dalam hal penjaminan apabila pihak pemberi jaminan fidusia debitor melalaikan kewajibannya atau cidera janji yang berupa lalainya pemberi jaminan
fidusia memenuhi kewajibannya pada saat pelunasan utangnya sudah matang untuk ditagih, maka dalam peristiwa seperti itu penerima jaminan fidusia kreditor bisa
melaksanakan eksekusinya atas benda jaminan fidusia.
1
Eksekusi merupakan suatu proses pelaksanaan keputusan pengadilan. Tujuan dari pada dilaksanakannya eksekusi adalah pengambilan pelunasan
1
J. Satrio, Huk um Jaminan Hak -hak Kebendaan,, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 319.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
kewajiban debitor melalui hasil penjualan benda-benda tertentu milik debitor atau pihak ketiga pemberi jaminan.
2
Selama ini sebelum dikeluarkannya Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, tidak ada kejelasan
mengenai cara mengeksekusi jaminan fidusia. Sehingga tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Banyak yang menafsirkan bahwa eksekusi jaminan fidusia adalah
memakai prosedur gugatan biasa yaitu melalui pengadilan dengan prosedur biasa yang panjang, mahal dan melelahkan.
3
Dalam hal debitor melakukan cidera janji, maka kreditor dapat segera langsung melaksanakan eksekusi. Ketentuan ini didasarkan pada Pasal 29 ayat 1
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Pasal 15 Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia yaitu berdasarkan pada title
eksekutorial dalam sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan kata- kata “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Irah-irah Inilah yang memberikan titel eksekutorial yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan
putusan pengadilan. Eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara: 1.
Pelaksanaan title eksekutorial. 2.
Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia itu sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
2
Ibid, hlm. 320.
3
Munir Fuady, Jaminan Fidusia Bandung: Citra Aditya, 2000 hlm. 57.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
pelunasan piutang dari hasil penjualan. 3.
Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima jaminan fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tinggi yang menguntungkan para pihak. Jadi prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dapat dilakukan melalui suatu lelang dimuka umum dan memungkinkan juga untuk dilakukan penjualan dibawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh
pemberi dan penerima jaminan fidusia.
4
Dengan demikian, maka lembaga jaminan perlu mendapatkan perhatian yang serius sehubungan dengan pelaksanaan dari eksekusi jaminan fidusia tersebut
dalam praktek kehidupan masyarakat dalam rangka pembangunan Indonesia.
B. Perumusan Masalah