35
Tambahan keuntungan petani masih bisa ditingkatkan apabila petani mengikuti petunjuk teknis pemberiaan pakan tambahan sebanyak 10 dari bobot ternak.
Dari Urine sapi yang dihasilkan sebanyak 16,67 lt ekor hari, urine kambing sebanyak 1,67t ekor hari. Apabila diolah menjadi biourine selama 21
hari menghasilkan 21,67 lt ekor hari. Apabila 1 petani kooperator memiliki 13 ekor sapi berarti mampu menghasilkan biourine sebanyak 281,71 lt 21 hari.
Produksi biourine ini belum dijual secara komersial namun masih dibagikan kepada petani sayuran di wilayah Rejang Lebong. Produksi urine sapi masih
rendah, hal ini diduga karena pakan yang dikonsumsi memiliki kadar air yang rendah, dimana jenis pakan yang diberikan yaitu jerami padi dan fermentasi kulit
kopi. Parwati et al.,2008 menyatakan bahwa untuk mendapatkan produksi
urine seekor sapi Bali di dataran tinggi dapat mencapai 19 liter per hari, hal ini diduga disebabkan tingginya kadar air pakan yang diberikan.
4.3.3. I mplementasi Penerapan Pupuk Organik Padat POP dan Pupuk Organik Cair POC
I mplementasi penerapan penggunaan Pupuk Organik Padat POP dan Pupuk Organik Cair POC dari kotoran sapi yang dilakukan pada kegiatan Model
Sistem Pertanian Bioindustri Tanaman-Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu dilakukan pada tanaman sayuran.
Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme bakteri pembusuk
yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lain-lain.
Penggunaan kompos bukan hanya menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman namun dapat menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan
struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama
pada tanah, menghemat pemakaian pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, dan ramah lingkungan
Murbandono,2000. Hal ini sejalan dengan pendapat Suriadikarta 2006 bahwa organik khususnya pupuk kompos dan urine kelinci juga berperan sebagai
sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam menyediakan hara tanaman. Jadi penambahan
36
bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba.
Selain mendapatkan kebutuhan akan unsur hara dari kompos, aplikasi biourine juga dapat ikut membantu dalam pertumbuhan tanaman. Aplikasi
biourine dengan disemprot ke daun akan secara langsung diserap oleh stomata daun, dikarenakan didalam biourine terdapat zpt jenis auksin seperti I AA
I ndol Asetic Acid
yang dapat menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran atau pelunturan dinding sel Rao, 1994.
Peningkatan konsentrasi biourine dan dosis pupuk organik secara tunggal mampu meningkatkan N-total tanah, peningkatan N dalam tanah kemungkinan
disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam biourine yang mampu merombak senyawa organik yang terdapat dalam biourine.
Permasalahan yang sering muncul adalah kebutuhan kompos yang cukup banyak untuk mencukupi seluruh kebutuhan hara tanaman. Dibandingkan
dengan pupuk kimia, kebutuhan kompos dapat mencapai 10-20 kali lipat lebih banyak dari pada pupuk kimia. Jumlah kompos yang demikian besar ini
memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi. Menurut Simanungkalit dkk. 2006 kompos merupakan sumber hara
makro dan mikro mineral secara lengkap meskipun dalam jumlah relatif kecil N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Zn, Mo, dan Si. Selain itu, kompos banyak mengandung
mikroorganisme fungi, aktinomisetes, bakteri, dan alga. Variasi dalam kuantitas macam-macam nutrien esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman
itu sangat besar.
I mplementasi pada tanaman kubis
Komoditas kubis selalu diusahakan oleh petani di Kabupaten Rejang Lebong, budidaya sayuran di daerah ini yang merupakan sentra tanaman
sayuran tidak terlepas dari penggunaan pestisida kimia. Menyikapi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian konvensional, perhatian
masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang ramah lingkungan. Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan mengembangkan pertanian organik yang dapat dikatakan merupakan suatu sistem yang mampu menjaga keselarasan diantara komponen
37
ekosistem secara berkesinambungan dan lestari. Pertanian organik ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik
Untuk melihat pengaruh penggunaan POP dari kotoran sapi dilakukan pengujian dosis kompos terhadap tanaman kubis, dengan 4 perlakuan :
1. Tanpa kompos
2. Pemberian kompos 5 ton ha
3. Pemberian kompos 10 ton ha
4. Pemberian kompos 15 ton ha
Varietas kubis yang digunakan adalah Grand 11, Kegiatan mulai dilakukan pada awal bulan Maret hingga bulan Juni 2016 dilahan petani kooperator. Data
dikumpulkan pada saat panen yaitu : tinggi tanaman, berat basah krop, diameter bersih krop dan jumlah daun. Tanaman Berdasarkan analisis kompos,
menunjukkan bahwa tanaman masih dirasa perlu untuk di berikan penambahan pada unsur P dan K. Hasil analisa sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji lanjut
DMRT menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 13. Pengaruh beberapa dosis pemberian kompos terhadap komponen
hasil tanaman kubis di Desa Air Meles Bawah Tahun 2016
No. Perlakuan
TT cm BBK g
DBK cm JD helai
1 P1 0
29,0 a 294,0 c
13,8 c 29,3 b
2 P2 5 ton ha
29,2 a 319,2 c
14,7 bc 27,2 ab
3 P3 10 ton ha
29,5 a 706,0 b
15,0 b 28,2 a
4 P4 15 ton ha
29,7 a 1161,2 a
18,4 a 31,0 a
Keterangan : tinggi tanaman TT, berat basah krop BBK, diameter bersih krop DBK dan jumlah daun JD
Pada Tabel 13 terlihat adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pemberian kompos terhadap berat basah krop, diameter bersih krop dan jumlah
daun. Pada variabel tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Berat basah krop pada perlakuan pemupukan 15 ton ha menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata terhadap ke 3 perlakuan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompos pada dosis ini memberikan pengaruh
yang sangat jelas pada tanaman yang dipanen. Dari deskripsinya, tanaman ini dapat dipanen pada umur 70 HST, saat dilakukan pemanenan tanaman 75 HST.
Jika dibiarkan panen sedikit lebih lama akan menghasilkan berat krop yang lebih berat, namun kondisi cuaca yang cukup banyak hujan menyebabkan tanaman
mulai digerogoti hama Plutella xylostella.
38
Kandungan unsur hara yang ada pada kompos yang digunakan adalah: unsur N yang tersedia: 6,06 , P2O5: 4,09 , K2O: 0,40 dan pH H2O: 8,9.
Menurut I sroi 2005 jika menggunakan kompos yang matang kandungan haranya kurang lebih mengandung 1,69 N, 0,34 P2O5, dan 2,81 K. I ni
menunjukkan bahwa kandungan unsur hara yang diproduksi relatif lebih tinggi. Pada penggunaan dosis kompos 15 t on ha memiliki kandungan N dan P yang
cukup tinggi. Setiawati W, dkk 2007, memberikan rekomendasi sebagai berikut untuk tanaman kubis Urea sebanyak 100 kg ha, ZA 250 kg ha, TSP atau SP-36
250 kg ha dan KCl 200 kg ha. Dari hasil uji coba dapat direkomendasikan penggunaan kompos pada tanaman kubis sebanyak 10-15 ton ha dapat
memenuhi kebutuhan N dan P untuk tanaman. Pada perlakuan kompos 15 ton ha, berat basah krop berkorelasi positif
dalam menghasilkan diameter dan jumlah daun dibandingkan perlakuan yang lain. Berat basah krop, diameter dan jumlah daun berturut -turut sebagai berikut
1.116,2 kg, 18,4 cm dan 31,0 helai daun. Hal senada tentang pengaruh pemberian kompos terhadap produksi melon
yang dilakukan Safuan 2012 menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dengan dosis 10-15 ton ha dan pupuk kalium 50-150 kg K
2
O dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman melon, sementara dosis bahan organik yang
optimal untuk tanaman melon sebanyak 12,25 ton ha. Pada dosis tersebut akan menghasilkan buah melon seberat 1,2 kg atau 2,4 kg pohon atau 50,40 ton ha.
Dosis pupuk kalium yang optimal adalah 150 kg K
2
O, pada dosis tersebut akan menghasilkan buah melon segar seberat 1,3 kg atau 2,60 kg pohon atau 54,60
ton ha.
I mplementasi pada tanaman cabe
I mplementasi penerapan penggunaan Pupuk Organik Padat POP dan Pupuk Organik Cair POC dari kotoran sapi yang dilakukan pada kegiatan Model
Sistem Pertanian Bio-I ndustri Tanaman-Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu dilakukan pada tanaman sayuran yaitu tanaman cabe. Rekomendasi
umum pemupukan tanaman cabe adalah dengan penggunaan p
upuk dasar yang diberikan berupa pupuk kandang sapi sebanyak 20–40 tonha dan pupuk buatan
TSP 200–225 kgha diberikan sebelum tanam. Pupuk susulan berupa Urea 100– 150 kgha, ZA 300–400 kgha, dan KCl 150–200 kgha diberikan 3 kali pada
39
umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam. Berdasarkan rekomendasi tersebut, diasumsikan kebutuhan unsur NPK pada tanaman cabe sebagai berikut : N
sebanyak 161 kg, P
2
O
5
81 kg dan K sebanyak 120 kg. Dengan asumsi bahwa penambahan pupuk kandang sapi 30 tonha mampu menambah unsur NPK
sebanyak : N sebanyak 150 kg, P
2
O
5
sebanyak 240 kg dan KCl sebanyak 150 kg.
Kandungan unsur hara yang ada pada POP yang digunakan adalah: unsur N yang tersedia: 6,06 , P2O5: 4,09 , K2O: 0,40 dan pH H2O: 8,9.
Untuk memenuhi kebutuhan hara dari tanaman cabe maka penggunaan dosis POP yang dianjurkan adalah : 8-10 t ha dengan penambahan pupuk KCL
sebanyak 350 kg ha. Penggunaan POP belum bisa dilakukan secara penuh karena kandungan K
2
O
5
pada POP masih sangat rendah. Pada budidaya tanaman cabe juga selain di lakukan aplikasi POP juga dilakukan penyemprotan Biourine
dengan konsentrasi 1 : 15 dengan frekuensi 1 kali seminggu. Varietas yang digunakan pada tanaman cabe merupakan varietas lokal.
Hasil yang diperoleh petani sebanyak 8 ton perhektar. I mplementasi penggunaan POP dan POC pada kondisi curah hujan yang cukup tinggi, hasil yang diperoleh
petani cabe pada kategori yang cukup memuaskan. Tanaman cabe mampu dipanen hingga panen ke 15 dengan interval 1 kali seminggu. Diduga
penggunaan POP mampu meningkatkan jumlah panen.
4.3.4. Nilai Ekonomis Produk