Rentang masa hidup kebanyakan sel-sel darah sangat singkat. Apabila tubuh tidak dapat membentuk sel darah baru yang sehat pada kecepatan yang dibutuhkan,
infeksi yang mengancam jiwa, perdarahan atau anemia berat dapat terjadi. Kondisi seperti ini dapat juga terjadi akibat kemoradiasi kanker, transplantasi sum-sum tulang
maupun kondisi buruk lainnya. Aktifitas dari berbagai faktor stimulasi pertumbuhan ini
akan menjadi
lebih luas
bila berinteraksi
dengan faktor
lainnya.Ghosh,K.P.,2007.
2.5. GM-CSF
Merupakan faktor pertumbuhan berupa polipeptida dengan berat 20 kDa yang pada mulanya diidentifikasi sebagai regulator penting pada proliferasi, maturasi, dan
aktifasi fungsional granulosit neutrofilik. Diproduksi secara luas oleh berbagai jenis sel seperti monosit, sel vaskular endotelial, fibroblas dan sel mesotel. Pada orang
dewasa yang sehat, kadar GM-CSF yang bersirkulasi 30 pgml. Bagaimanapun pada keadaan
stress
biologi seperti infeksi sistemik GM-CSF mencapai kadar 2000 pgml. Rekombinan GM-CSF sekarang secara rutin digunakan bagi kepentingan
klinik untuk meningkatkan jumlah leukosit yang bersirkulasi setelah kemoterapi atau memobilisasi sel progenitor pada transplantasi sum-sum tulang Brem,dkk;2000.,
Ting dkk;2008 Pada proses penyembuhan luka, GM-CSF disekresi pada lapisan basal
epidermis oleh keratinosit berfungsi mengakselerasi reepitelisasi kulit. Stagno dkk, 1999 menunjukkan GM-CSF memberikan efek yang menguntungkan ketika
diberikan pada pasien yang mengalami ulkus kronik. Pemberian GM-CSF
Universitas Sumatera Utara
intradermal pada penderita lepra dengan lesi kulit memberi efek percepatan penyembuhan luka dan meningkatkan jumlah dan lapisan keratinosit Kaplan
dkk,1992. Efek yang menguntungkan dari aplikasi GM-CSF adalah peningkatan proliferasi keratinosit. Amrit Mann dkk 2006, menunjukkan efek positif GM-CSF
pada tikus trans genik yang diberikan GM-CSF Kaplan dkk;1992,Gurtner,2007; Hunt,2003, Mann. dkk,2001. Ure 1998 menyatakan GM-CSF tidak memberikan
efek yang menguntungkan ketika diberikan pada luka yang menunjukkan penyembuhan normal.
2.6. Keratinosit dan proses penyembuhan luka
Keratinosit adalah sel epitel bertanduk. Terdapat pada stratum korneum kulit. Stratum korneum mengandung sel-sel tanduk pipih tanpa inti yang sitoplasmanya
terisi oleh skleroprotein filamentosa ―
birefringent
‖ keratin. Protein ini terdiri atas rantai protein panjang yang kaya akan ikatan disulfida, terdapat dalam berkas-berkas
7-8 nm kelompokan filamen yang tertanam dalam matriks amorf padat. Keratinosit yang kehilangan organel sitoplasmanya akibat proses hidrolitik disebut keratin
Junqueira, Carneiro 1991. Terputusnya integritas epidermis mengaktifkan respon yang melibatkan aksi biokimia dan interaksi berbagai macam jenis sel dan komponen
matriks yang diperantarai sitokin, faktor pertumbuhan berikut reseptor-reseptornya. Dampak dari peningkatan atau penurunan aktifitas beberapa molekul signal atau
komponen transduksi signal pada penyembuhan luka telah dievaluasi
in vivo
pada binatang transgenik atau
knockout
. Pengujian ini meliputi
transforming growth factor
Universitas Sumatera Utara
α TGF-α, superfamili TGF-ß,
superfamili fibroblast growth factor
,
interleukin
ILs,
chemokine
, dan reseptor-reseptornya.
Platelet-derived growth factor
sangat sedikit digunakan pada
setting
klinik. Hal ini sangat berbeda pada GM-CSF yang telah menunjukkan efek yang
menguntungkan ketika diaplikasi pada ulkus kronik dengan berbagai etiologinya. Ketika terjadi aktifasi pada epidermis akibat luka, GM-CSF mRNA terkumpul dalam
keratinosit dalam beberapa jam. GM-CSF karenanya merupakan respon awal dari aktifitas gen dan mengakibatkan terjadinya serangkaian proses yang pada akhirnya
menutupi luka dan remodeling jaringan. GM-CSF merupakan mitogen yang poten untuk keratinosit pada konsentrasi nanogram permilliliter, dan secara langsung
menstimulasi migrasi dan proliferasi sel-sel endotel serta perkembangan sel keratinosit manusia secara
in vitro
Hancock dkk,1998; Bussolino dkk,1989 dalam MannA dkk,2001. Sebagai tambahan, telah diduga bahwa GM-CSF mempengaruhi
proliferasi, maturasi, dan rekrutmen sel seperti keratinosit, fibroblas, sel endotel, monosit, makrofag, dan sel-sel dendritik setidaknya dengan cara modulasi pelepasan
sitokin seperti IL-1, IL-6,
tumor necrosis factor
α TNF-α, TGF-ß,
interferon-
γ IFN-
γ dan M-CSF dimana yang pada gilirannya mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Migrasi keratinosit
juga difasilitasi
oleh serum
protein seperti
thrombospondin
,
fibronectin
,
epibolin
dan
co-epibolin
. Jembatan epitel parafolikular terlihat pada beberapa hewan percobaan yang diberikan
epidermal growth factor
Universitas Sumatera Utara
EGF yang telah diketahui menstimulasi migrasi keratinosit dan ekspansi maksimal pada kultur keratinosit manusia.
Neovaskularisasi luka merupakan hal yang sangat penting bagi pengiriman komponen vital yang diperlukan untuk proses penyembuhan. Peningkatan
neovaskularisasi pada tikus dengan overekspresi GM-CSF berkorelasi dengan peningkatan penyembuhan luka. Mann dkk.,2001. Pada hewan percobaan dengan
overekspresi antagonis GM-CSF terjadi penurunan jumlah pembuluh darah mikro dan peningkatan kegagalan penyembuhan luka, sehingga dapat diduga hubungan
langsung antara GM-CSF dan neovaskularisasi. Aktifasi enzim IκB yang tergantung GM-CSF mengakibatkan aktifasi selanjutnya dari NFκB yang merupakan faktor
penting bagi proliferasi sel endotelial. Defisiensi GM-CSF mengakibatkan perubahan komposisi matriks kolagen vaskular yang berguna bagi integritas dinding pembuluh
darah dan daya tahannya.
2.7. Inhibitor GM-CSF