Inhibitor GM-CSF Pengaruh Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Factor Dan Steroid Terhadap Pertumbuhan Keratinosit Serta Neovaskularisasi Pada Proses Penyembuhan Luka

EGF yang telah diketahui menstimulasi migrasi keratinosit dan ekspansi maksimal pada kultur keratinosit manusia. Neovaskularisasi luka merupakan hal yang sangat penting bagi pengiriman komponen vital yang diperlukan untuk proses penyembuhan. Peningkatan neovaskularisasi pada tikus dengan overekspresi GM-CSF berkorelasi dengan peningkatan penyembuhan luka. Mann dkk.,2001. Pada hewan percobaan dengan overekspresi antagonis GM-CSF terjadi penurunan jumlah pembuluh darah mikro dan peningkatan kegagalan penyembuhan luka, sehingga dapat diduga hubungan langsung antara GM-CSF dan neovaskularisasi. Aktifasi enzim IκB yang tergantung GM-CSF mengakibatkan aktifasi selanjutnya dari NFκB yang merupakan faktor penting bagi proliferasi sel endotelial. Defisiensi GM-CSF mengakibatkan perubahan komposisi matriks kolagen vaskular yang berguna bagi integritas dinding pembuluh darah dan daya tahannya.

2.7. Inhibitor GM-CSF

Berbagai sitokin, seperti IL- 1ß, tumor necrosis factor- α TNF-α dan GM- CSF, di lepaskan secara terkoordinasi dan memainkan peranan penting pada inflamasi kronik. Pola-pola ekspresi sitokin secara luas menentukan sifat ilmiah dan persistensi respon inflamasi. Sitokin memproduksi efek selularnya dengan aktifasi dari berbagai faktor transkripsi seperti protein aktifator-1 AP-1, nuclear factor –κ B NF-κB, dan famili signal transduction and activation of transcription STAT. Ekspresi berbagai sitokin berikut reseptornya juga diupregulasi oleh faktor-faktor transkripsi ini. Universitas Sumatera Utara Peningkatan ekspresi beberapa faktor ini mungkin bertanggung jawab atas pemanjangan inflamasi. AP-1 dan NF-κB dapat diinduksi oleh berbagai mediator seperti NO, histamine dan eicosanoid. Glukokortikoid telah lama dikenal mempunyai efek anti inflamasi yang paling efektif. Reseptor glukokortikoid secara predominan terletak pada epithel dan endothel, karenanya menjadi lokasi aksi anti inflamasi steroid. Secara klasik glukokortikoid berikatan pada, dan mengaktifasi sitosolik reseptor glukokortikoid. Setelah teraktifasi, reseptor glukokortikoid mengalami dimerisasi untuk selanjutnya terjadi translokasi pada inti sel. Dalam inti, reseptor glukokortikoid berikatan pada elemen spesifik DNA dalam promoter dari gen yang responsif transaktifasi atau inhibisi aktifitas faktor-faktor transkripsi seperti AP-1 dan NF-κB transrepresi. Glukokortikoid mempunyai kemampuan inhibisi pelepasan GM-CSF yang diinduksi IL-1ß. Adcock dkk 1999, menunjukkan efek inhibisi glukokortikoid terhadap ekspresi GM-CSF yang diinduksi IL-1ß, dan aktifitas NF-κB. Fluticason propionate dan budesonid tampak sebagai inhibitor yang lebih poten dibanding dexamethason. Meskipun kesemua ligan ini mempunyai aksi pada reseptor yang sama, fluticasone propionate dan budesonid kira-kira 5 kali lebih poten pada target reseptor dari afinitas ikatan yang diperkirakan. Kemampuan fluticason propionate, budesonid dan dexamethason untuk menginhibisi κB reseptor berhubungan dengan inhibisi pelepasan GM-CSF Adcock. dkk, 1999. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian