Latar Belakang Pengaruh Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Factor Dan Steroid Terhadap Pertumbuhan Keratinosit Serta Neovaskularisasi Pada Proses Penyembuhan Luka

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, dengan berbagai etiologi merupakan masalah yang sering ditemukan dalam berbagai disiplin ilmu kedokteran. Kejadian ini salah satu sumber utama morbiditas, meningkatkan angka mortalitas, penyebab kerusakan psikologis bagi para penderita, meningkatkan anggaran biaya pengobatan, kehilangan jam kerja pada penderita dalam usia produktif. Penyembuhan luka secara perdefinisi adalah perbaikan atau penyusunan kembali jaringanorgan yang rusak, terutama kulit. Adanya luka akan mengaktifkan proses sistemik yang merubah fungsi fisiologi yang dapat melampaui kondisi lokal pada daerah yang mengalami luka. Penyembuhan luka pada kulit merupakan kondisi yang kompleks, mencakup berbagai respon terhadap cedera. Secara umum penyembuhan luka menunjukkan respon organisme terhadap kerusakan fisik jaringan organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga tercapai kestabilan fisiologi jaringan atau organ yang ditandai dengan terbentuknya epitel yang fungsional diatas daerah luka. Gurtner,2007; Mann .dkk.,2001. Sebagai sebuah proses yang terkoordinasi, proses penyembuhan luka melibatkan komponen selular dan ekstraselular yang pada akhirnya terjadi Universitas Sumatera Utara penyusunan kembali jaringan yang cedera. Diawali dari serangkaian proses penting yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi dan migrasi sel, angiogenesis, sintesis matriks, remodeling dan kontraksi luka Martin 1997, Stadelmann dkk.,1998; Baker Leaper, 2000; Mann .dkk 2006. Berbagai sel terlibat dalam penyembuhan luka yaitu makrofag, limfosit, fibroblas, sel endotelial, dan sel dendritik yang mensintesis granulocyte-macrophage colony stimulating factor GM-CSF. GM-CSF merupakan sitokin dan faktor pertumbuhan multipoten yang berperan penting selama proses penyembuhan luka, memberikan pengaruh pada tahap inflamasi, reepitelisasi, dan neovaskularisasi. Kegagalan pada salah satu proses ini akan mengakibatkan kegagalan penyembuhan luka Gurtner., 2007, Hunt .,2003; Mann . dkk.,2001;Mann .,2006. Stagno 1999 menunjukkan GM-CSF memberi efek yang menguntungkan ketika diberikan pada ulkus kronik. Kaplan 1992 melaporkan pemberian GM-CSF intradermal pada penderita lepra dengan lesi kulit memberi efek percepatan penyembuhan luka dan meningkatkan jumlah lapisan keratinosit. Amrit Mann 2006 melaporkan efek positif GM-CSF pada tikus trans genik. Steroid yang diberikan secara topikal dapat menghambat GM-CSF Al Homsi,2007. Amrit Mann dkk 2006, menunjukkan berkurangnya mitosis pada lapisan basal pada interfolikular epidermis, berkurangnya neovaskularisasi dan meningkatkan fibrosis pada hewan percobaan tikus setelah aplikasi GM-CSF antagonis. Berbagai preparat glukokortikoid dapat menghambat pelepasan GM-CSF, diantaranya fluticason propionate, budixicort, budesonid dan dexamethason. Adcock Universitas Sumatera Utara 1999 mendapatkan bahwa fluticasone propionate dan budesonid adalah inhibitor yang lebih poten dari dexamethason dalam menghambat GM-CSF. 1.2. Perumusan Masalah Apakah penyembuhan luka dapat dipengaruhi dengan pemberian injeksi perilesi sediaan rhGM-CSF dan dexamethasone pada hewan percobaan tikus yang dibuat luka artifisial dan dapat menghambatnya? 1.3. Hipotesis Pemberian injeksi perilesi sediaan rhGM-CSF dapat mempercepat penyembuhan luka dengan menggalakkan pertumbuhan keratinosit dan neovaskularisasi, sedang dexamethason dapat menghambat penyembuhan pada hewan percobaan tikus. 1.4. Tujuan Penelitian Untuk melihat perbedaan kecepatan penyembuhan pada luka yang diberikan injeksi perilesi sediaan rhGM-CSF dengan yang tidak diberikan.

1.5. Kontribusi Penelitian