10. Mencit di
euthanasia
dan sampel kulit masing-masing kelompok diambil pada hari ke 7 dengan cara yang sama, dan sampel kulit di awetkan dalam
formaldehid 10.
11.
Sampel dibenamkan dalam blok paraffin dan dilakukan pemotongan secara longitudinal ,untuk selanjutnya dilakukan pewarnaan prefarat dengan pewarna
hematoxyllin-eosin.
12. Jumlah keratinosit dihitung dengan menggunakan
handy taller
dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x oleh ‗
blind
‘ pathologis. 13.
Selanjutnya dilakukan analisa data dengan perangkat komputer SPSS dengan uji statistik
one way
ANOVA untuk memperlihatkan kemaknaan antar kelompok.
3.7. Besar Sampel
Besar sampel dihitung menurut rumus Feederer : np-1-p-1 p
2
. Dari perhitungan didapat besar sampel masing-masing kelompok adalah 4 ekor.
3.8. Analisa Data
Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisa dengan perangkat SPSS, untuk analisa besar perbedaan statistik antar kelompok digunakan uji
one way
ANOVA . Nilai P0,05 dipertimbangkan bermakna. Mann .dkk;2006.
3.9. Definisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
a. GM-CSF adalah rekombinan faktor stimulasi granulosit-makrofag yang
diberikan peri lesi dari hari pertama hingga hari ke enam setiap hari dengan
dosis 10 mikrogramkg BB. b. Steroid adalah inhibitor GM-CSF, dengan preparat dexamethasone yang
diinjeksi peri lesi pada dosis 0,5 mgkg BB dari hari pertama, setiap hari
hingga ke enam. c. Pertumbuhan keratinosit adalah jumlah sel keratinosit yang dihitung secara
mikroskopik. d. Neovaskularisasi adalah pertumbuhan struktur pembuluh darah yang dihitung
secara mikroskopis. e. Perlukaan artifisial adalah luka buatan pada kulit hewan percobaan dengan
ketebalan penuh
full thickness
3.10. Kerangka konsep
Perlukaan kulit secara artifisial
Pemberian : I. GM-CSF. II.
Dexamethason. III. Kontrol.
Jumlah keratinosit dan
struktur mikrovaskular
Jumlah keratinosit
pada kelompok Ikelompok
IIIkelompok II.
Universitas Sumatera Utara
3.11. Alur penelitian
Sampel dibagi 3 kelompok
Perlukaan kulit artifisial
Kelompok I. injeksi GM-CSF. Kelompok II. injeksi dexamethason. Kelompok III. kontrol.
Eksisi kulit pada hari ke 7 dan di lakukan pemeriksaan mikroskopik keratinosit dan struktur mikrovaskular
Analisa data
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Subjek penelitian berupa 15 ekor mencit jantan
wildtype
yang dibagi atas 3 kelompok. Selama masa penelitian 2 ekor mencit mati, 1 ekor dari kelompok yang
diberikan GM-CSF dan 1 ekor dari kelompok kontrol. Keseluruhan mencit yang hidup selama penelitian berlangsung menjadi objek penelitian.
Tiga belas ekor mencit yang diberi luka artifisial terbagi atas 3 kelompok, 4 ekor diberikan injeksi peri lesi GM-CSF, 4 ekor diberi injeksi peri lesi dexamethason
dan 5 ekor kelompok kontrol. 4.1 . Pertumbuhan Keratinosit
Rata-rata jumlah pertumbuhan keratinosit pada kelompok GM-CSF menunjukkan nilai 186 ± 50 sel perlapangan pandang besar, sedang pada kelompok
dexamethason dan kontrol menunjukkan nilai 25 ±10 dan 47 ±16 sel perlapangan pandang besar. Perbedaan kemaknaan antar kelompok dengan
one way
ANOVA menunjukkan pertumbuhan keratinosit pada pemberian injeksi perilesi sediaan GM-
CSF dijumpai pertumbuhan keratinosit yang bermakna p=0.001 dibandingkan pemberian steroid dan kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok steroid
dibandingkan kelompok kontrol tidak dijumpai pertumbuhan keratinosit yang bermakna p= 0.085. gambar.1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Grafik rata-rata pertumbuhan keratinosit antar kelompok
Grafik diatas menunjukkan pertumbuhan keratinosit yang bermakna antara
pemberian rhGM-CSF dibanding kelompok dexamethason dan kontrol. 4.2. Pertumbuhan Pembuluh Darah
Pada pertumbuhan struktur neovaskular didapati hasil rata-rata 48 ±17 pembuluh darah perlapangan pandang besar pada kelompok GM-CSF sedang pada
kelompok dexamethason dan kontrol didapati jumlah 8 ±6 dan 7 ±5 pembuluh darah perlapangan pandang besar. Uji kemaknaan
one way
ANOVA antar masing- masing kelompok menunjukkan pemberian injeksi perilesi sediaan GM-CSF
menunjukkan pertumbuhan pembuluh darah yang bermakna p=0.001 dibandingkan pemberian steroid dan kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok steroid
dibandingkan kelompok kontrol tidak dijumpai pertumbuhan pembuluh darah yang bermakna p= 0.935
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
GM-CSF Steroid
Kontrol
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Grafik rata-rata pertumbuhan neovaskular antar kelompok
Grafik diatas menunjukkan rata-rata pertumbuhan struktur neovaskular antara pemberian rhGM-CSF dibanding dexamethason dan kontrol.
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
GM-CSF Steroid
Kontrol
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Gambar histologi keratinosit pada kelompok rhGM-CSF.
Gambaran histologi epitelisasi kulit gambar 3 mencit hari ke-7 pasca penyuntikan rhGM-CSF. Gambar 3 memperlihatkan bahwa susunan epitelisasi lebih
teratur, keratinosit tampak berupa sel keratin berinti
hematoxyllin-eosin
dengan pembesaran 400x .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Gambar histologi keratinosit pada kelompok dexamethasone.
Gambar 4. Memperlihatkan gambaran histologi epitelisasi kulit mencit pada hari ke-7 dengan penyuntikan dexamethason. Pertumbuhan keratinosit dan
neovaskular lebih sedikit dijumpai.
Hematoxyllin-eosin
dengan pembesaran 400x .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Gambar histologi keratinosit pada kelompok kontrol
Gambar 5 memperlihatkan pertumbuhan epitelisasi pada mencit kontrol hari ke-7. Tidak dijumpai perbedaan jumlah keratinosit dan struktur neovaskular
dibanding dengan penyuntikan dexamethasone.
Hematoxyllin-eosin
dengan pembesaran 400x .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Gambar histologi neovaskular pada kelompok rhGM-CSF
. Gambar 6 memperlihatkan gambaran histologi struktur neovaskularisasi
kelompok rhGM-CSF. Terdapat pertumbuhan jumlah bermakna dengan kelompok dexamethason dan kontrol. pewarnaan
hematoxyllin-eosin
, pembesaran 400X.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Gambar histologi neovaskular pada kelompok dexamethasone.
Gambar 7 memperlihatkan gambaran histologi struktur neovaskularisasi kelompok dexamethason. Tidak ada perbedaan jumlah neovaskular yang bermakna
dengan kelompok kontrol pewarnaan
hematoxyllin-eosin
, pembesaran 400x.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Gambar histologi neovaskular pada kelompok kontrol.
Gambar 8 memperlihatkan gambaran histologi struktur neovaskularisasi pada
kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan bermakna dengan kelompok dexamethason. pewarnaan
hematoxyllin-eosin
, pembesaran 400x
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor
merupakan salah satu faktor pertumbuhan dalam proses hematopoiesis yang paling banyak diteliti untuk
kepentingan terapeutik. Berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor myeloid sum-sum tulang, GM-CSF diketahui menggalakkan fungsi
makrofag matur yang menginduksi sekresi berbagai sitokin termasuk IL-6 dan TNF-α dalam darah. GM-CSF merupakan adjuvan yang efisien dan mempunyai profil
toksisitas yang rendah. Untuk pengobatan kanker, GM-CSF meningkatkan jumlah monosit dan makrofag dan menunjukkan kemampuan melisiskan tumor. Penggunaan
GM-CSF dan
erythropoietin
pasca
hepatectomy
juga memungkinkan akselerasi regenerasi liver pada hewan coba.Ghosh.dkk; 2007., Vassilou.dkk;2010.
Pada jaringan epidermal GM-CSF telah diketahui mempunyai potensi mitogenik untuk keratinosit serta menstimulasi migrasi dan proliferasi sel-sel
endotelial. Akselerasi penyembuhan luka telah pula diamati pada hewan coba tikus yang mengalami peningkatan proliferasi keratinosit, menunjukkan overekspresi
sitokin jenis ini. Sebagai tambahan, pembentukan struktur neovaskular dan jaringan granulasi juga bertambah. Cornelissen L.H;2004. Robson dkk 2000
membandingkan penutupan luka pada ulkus dekubitus yang diterapi dengan GM-CSF dan
Fibroblast Growth Factor beta
bFGF secara bersamaan, pemberian tunggal GM-CSF dan bFGF, dan plasebo. Sebanyak 85 pasien yang menerima kombinasi
Universitas Sumatera Utara
terapi sitokin mengalami penurunan volume ulkus dibanding plasebo setelah hari ke- 35 pengobatan.
Recombinant human
GM-CSF rhGM-CSF adalah satu produk agen biologik yang paling sukses diterapkan untuk kepentingan klinis. Penggunaan sargamogastrim
rhGM-CSF yang diturunkan dari jamur dan Molgramostim rhGM-CSF yang diturunkan dari bakteria telah dipakai untuk mengatasi kondisi
neutrophenia
akibat induksi kemoterapi dalam
acute myelogenous leukemia
AML untuk mempercepat pemulihan netrofil dan menurunkan insiden kondisi yang mengancam jiwa akibat
infeksi. Penggunaan rhGM-CSF juga memberi efek menguntungkan pada pasien- pasien yang menjalani transplantasi sum-sum tulang secara autologus maupun
allogenik dan juga berperan dalam memobilisasi serta membantu proses
engrafment
pasca transplantasi sel-sel progenitor darah. Aplikasi rhGM-CSF mengalami peningkatan penggunaan dalam pengobatan
berbagai penyakit termasuk kanker dan komplikasi kemoradiasi seperti mukositis, stomatitis dan diare pasca kemoradiasi. Penggunaan rhGM-CSF topikal diketahui
mempercepat proses penyembuhan luka dengan meningkatkan pembentukan jaringan granulasi. Injeksi intradermal dari rhGM-CSF menyebabkan pembesaran dan
peningkatan jumlah keratinosit, penebalan epidermis dan percepatan penyembuhan. Penggunaan rhGM-CSF dalam jangka pendek di daerah subkutan secara efektif
mempromosi pertumbuhan pertumbuhan struktur pembuluh darah dan rhGM-CSF telah pula dipergunakan dalam usaha memperbaiki gejala dari penyakit
Crohn.Ghosh,dkk 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, kami memberikan rhGM-CSF dan dexamethason yang diadministrasi secara subkutan dengan kontrol pada hewan coba mencit yang
dilakukan perlukaan artifisial.
Recombinant human
GM-CSF dan dexamethason diberikan dari hari ke-1 hingga hari ke-6. Dosis rhGM-CSF dan dexamethason
masing-masing adalah 10µgkgBB dan 10 mgBB, dilakukan titrasi dosis dengan
aquabidest
untuk menyesuaikan dosis dengan berat badan masing-masing hewan coba. Dosis rhGM-CSF 10µgkgBB secara subkutan dapat memobilisasi sel
progenitor granulosit
cells bearing CD 34+
dari sum-sum tulang ke darah perifer dari hari ke-4 sampai hari ke-7 penyuntikan dan dosis dexamethason 10 mgkg BB
memberikan efek inhibisi terhadap GM-CSF. Lane.A.Thomas;2000,Adcock dkk;1999. Jumlah keratinosit dan stuktur neovaskular dinilai secara histologis
dengan pewarnaan
hematoxylin-eosin
dan dihitung dibawah mikroskop cahaya pembesaran 400x dengan
handy taller
. Keratinosit ditandai dengan struktur sel keratin yang mempunyai inti, tampak berwarna biru gelap pada inti dengan
pewarnaan H.E, struktur neovaskular dikenali secara tidak langsung melalui sel-sel eritrosit yang terperangkap dalam lumen pembuluh darah. Untuk membedakannya
dengan struktur pembuluh darah dewasa struktur neovaskular tidak menunjukkan struktur endotel yang nyata.
Jumlah rata-rata keratinosit pada hewan coba yang diberikan rhGM-CSF 186 ±50 sel perlapangan pandang besar dan dibawah 25 ±10 dan 47 ±16 sel
perlapangan pandang besar pada kelompok hewan coba yang diberikan dexamethason
Universitas Sumatera Utara
dan kelompok kontrol. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya sel keratinosit tampak lebih tersusun teratur dibagian basal-- yang terkesan sel-sel mempunyai
volume lebih besar-- hingga mencapai stratum transisi walaupun tidak ditemukan sel- sel keratin seperti yang biasa didapat pada stratum korneum pada kelompok yang
diberikan rhGM-CSF. Struktur keratinosit lebih sedikit dijumpai pada kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan dexamethason. Hal ini membuktikan fakta
bahwa administrasi rhGM-CSF secara subkutan memberi efek positif pada pertumbuhan keratinosit. Bagaimanapun, tidak dijumpainya perbedaan yang
bermakna secara statistik antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan dexamethasone memberikan dugaan bahwa dexamethasone bukan inhibitor GM-CSF
yang poten. Adcock 1999 dkk. melakukan penelitian terhadap berbagai agen inhibitor terhadap GM-CSF dan mendapatkan fluticason propionate merupakan
inhibitor GM-CSF
yang paling
poten. Akan
tetapi sulit
memastikan ketidakbermaknaan dexamethason dibanding kontrol pada penelitian ini dikarenakan
masing-masing hewan coba memiliki GM-CSF endogen yang segera beredar dalam darah setelah perlukaan dan juga tidak dihitungnya penanda mitosis keratinosit yang
terdapat pada lapisan basal interfolikular epidermis. Amrit Mann 2006 menunjukkan efek GM-CSF antagonis pada tikus
double transgenic
Tg2-Ant dengan overekspresi GM-CSF dan antagonis GM-CSF dengan hewan coba
wildtype
sebagai kontrol. Antagonis GM-CSF mampu menekan hyperproliferasi keratinosit yang
tergantung GM-CSF, dimana pada kondisi normal,
transgenic
antagonis GM-CSF tidak menunjukkan adanya perubahan penanda mitosis epidermis dibanding
Universitas Sumatera Utara
kelompok kontrol. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba
transgenic
dan teknik pewarnaan immunohistokimia serta perhitungan penanda mitosis dapat mengkonfirmasi hasil penelitian ini.
Migrasi dan proliferasi keratinosit dari daerah pinggir luka bersamaan dengan peningkatan sintesis
metallomatrixproteinase
MMPs akan mengakibatkan migrasi keratinosit lebih jauh menutupi seluruh permulaan luka. Manakala keratinosit yang
bermigrasi telah saling bertemu, kecepatan proliferasi epitelial menurun hingga tiga sampai empat kali kecepatan normal untuk selanjutnya sel-sel epidermal akan
kembali pada fungsi dan morfologi normal. Pengekalan ekspresi faktor pertumbuhan bersamaan dengan lingkungan luka yang abnormal seperti penurunan kelembaban,
iskemia dan trauma berulang, akan mengakibatkan aktifasi sel-sel proinflamasi secara terus menerus. Infiltrasi neutrofil yang eksesif diikuti dengan melimpahnya sel
makrofag akan mencetuskan ekspresi TNFα dan IL-1β. Sitokin-sitokin ini adalah kemoattraktan bagi fibroblas dan sel inflamasi yang mengekalkan protein
metallomatrix, inhibisi MMPs akibat penurunan
tissue inhibitor matrix protein
TIMPs yang mendegradasi matriks selular, faktor pertumbuhan dan penurunan reseptor
faktor pertumbuhan
sehingga keterlambatan
ataupun kegagalan
penyembuhan terjadi Cornelissen L.H.2004 Hasil yang sama didapati pada perhitungan struktur neovaskular pada masing-
masing kelompok. Pada kelompok rhGM-CSF jumlah struktur neovaskular rata-rata 48 ±17 pembuluh darah perlapangan pandang besar, dan jumlah untuk kelompok
Universitas Sumatera Utara
dexamethason dan kontrol adalah 8 ±6 dan 7 ±5 pembuluh darah perlapangan pandang besar. Perbedaan yang bermakna antara kelompok rhGM-CSF dibanding
kedua kelompok lainnya menyokong efek positif rhGM-CSF bagi proses penyembuhan luka. Diketahui GM-CSF merupakan faktor penting dalam proses
proliferasi endotel Mann. A,2001, Ebner dkk,2003. Plenz dkk 2003 menunjukkan defisiensi GM-CSF mengakibatkan perubahan komposisi matriks kolagen vaskular
yang mendukung faktor penting GM-CSF dalam hal mempertahankan integritas dan daya tahan struktur pembuluh darah. Akan tetapi, ekspresi berbagai macam sitokin
terjadi pasca perlukaan dan overekspresi satu jenis sitokin akan merangsang ekspresi jenis sitokin lainnya baik secara parakrin maupun autokrin. Efek sinergistik sitokin-
sitokin ini akan memainkan peranan dalam proses penyembuhan luka.
Vascular endothelial growth factor
VEGF merupakan stimulator poten bagi proses angiogenesis dan trauma menginduksi ekspresi gen VEGF dengan makrofag serta
keratinosit sebagai produser utama. Reduksi VEGF akan menggagalkan penyembuhan luka. Demikian pula faktor pertumbuhan lainnya seperti
platelet derived growth factor
yang mengontrol pembentukan fibroblas yang tergantung koloni makrofag bersama
transforming growth factor beta
bTGF,
fibroblast growth factor
FGF dan
insulin like growth factor
IGF Cornelissen L.H,2004. Kurangnya struktur neovaskular kelihatannya terletak pada penurunan jumlah koloni makrofag
yang diawali oleh translokasi neutrofil pada daerah luka ketimbang efek antagonistik dexamethason yang meluas pada berbagai sitokin -- sehingga dexamethason juga
Universitas Sumatera Utara
merupakan inhibitor bagi VEGF,bTGF, PDGF,IGF dan FGF -- yang kesemuanya merupakan faktor pertumbuhan yang terlibat dalam proses penyembuhan luka.
Perkiraan efek antagonistik dexamethason terhadap pertumbuhan struktur neovaskular pada proses penyembuhan luka ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Sebagai tambahan, kemungkinan peningkatan jumlah sel progenitor
cells bearing CD 34+
pasca induksi rhGM-CSF dalam darah perifer yang dapat diisolasi dan dimurnikan
purified cells bearing CD 34+
membuka peluang investigasi mengenai kemampuan sel progenitor darah tepi yang dapat digunakan bagi terapi
target sel
cells targeted therapy
—karena sifat unik sel ini ;
differentiate and self renewal
---bagi beberapa kondisi klinis tertentu seperti
chronic skin ulcers
,
unhealing wound
, atau kondisi penyakit kulit inherited seperti
epidermolysis bulosa
. Kesemua kemungkinan ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN