Kerangka Teori

2. Tinjauan Tentang Jaminan

a. Istilah dan Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

zekerheid atau cautie. zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga zekerheid atau cautie. zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga

Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : Segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Rumusan tersebut diatas menunjukan bahwa setiap tindakan yang dilakukan seseorang dalam lapangan harta kekayaan, baik bersifat menambah jumlah harta kekayaan (kredit), maupun nantinya akan mengurangi harta kekayaan (debit). Demikianlah harta kekayaan setiap orang akan selalu berada dalam keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Setiap perjanjian yang dibuat maupun perikatan yang terjadi dapat mengakibatkan harta kekayaan seseorang bertambah atau berkurang. Jaminan yang ditentukan oleh Undang-undang ialah jaminan yang adanya perjanjian dari para pihak. Contoh hak-hak yang bersifat memberikan jaminan yang ditentukan undang-undang antara lain kreditur konkuren, kreditur preferen, hak privilege dan hak retensi.

Seperti telah dikatakan diatas bahwa kebendaan yang merupakan harta kekayaan seseorang yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari akan selalu menjadi jaminan bagi perikatan orang tersebut dari waktu ke waktu. Jika ternyata dalam hubungan hukum harta kekayaan tersebut, seseorang memiliki lebih dari satu kewajiban yang harus dipenuhi terhadap lebih dari satu orang yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut, maka konteks Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Dalam konteks Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut, setiap pihak sebagai yang berhak atas pemenuhan perikatan, haruslah mendapatkan pemenuhan perikatan dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban (debitur) tersebut secara :

1) Pari passu, yaitu secara bersama-sama memperoleh pelunasan, tanpa ada yang didahulukan;

2) Prorata atau Proporsional, yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitur tersebut.

Jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang adanya harus diperjanjikan lebih dahulu antara para pihak. Tergolong jenis ini ialah : Hipotik, Gadai, Credietverband, Fiducia, Penangungan (borgtocht), perjanjian garansi, perutangan tanggung menaggung dan lain-lain. Para kreditur dengan hak pari passu dan prorate tersebut dinamakan kreditur konkuren. Selanjutnya sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari bagian terakhir Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 13 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa :“Hak untuk didahulukan di antara para kreditur terbit dari hak istimewa, dari gadai dan hipotek. Tentang gadai dan hipotek dalam Bab XX dan Bab XXI buku ini”.

Selanjutnya mengenai hak-hak istimewa ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 1134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa :“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang-undang diberikan kepada seorang kreditur sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang- undang ditentukan sebaliknya”.

Berdasarkan pada rumusan tersebut di atas, yaitu Pasal 13 jo. Pasal 1134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat kita ketahui bahwa selain Berdasarkan pada rumusan tersebut di atas, yaitu Pasal 13 jo. Pasal 1134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dapat kita ketahui bahwa selain

1) Kreditur preferens (yang diistimewakan), yaitu kreditur yang oleh Undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu;

2) Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebut dengan nama gadai dan hipotek. Dengan berlakunya Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (Undang-undang Hak Tanggungan), maka pemberlakuan hipotek sebagai lembaga jaminan atas kebendaan tidak bergerak, menjadi tidak berlaku lagi untuk kebendaan berupa hak-hak atas tanah berikut benda-benda yang secara hukum dianggap melekat atas bidang tanah tersebut, yang diatur dalam dalam Undang-undang Hak Tanggungan. Selanjutnya untuk mengatur jaminan-jaminan atas kebendaan yang tidak mungkin diagunkan berdasarkan gadai, hipotek, maupun hak Hak Tanggungan telah pula dilahirkan Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

b. Jenis Jaminan Perbankan menjadi salah satu pilar yang penting dalam pembangunan

ekonomi Indonesia pada saat ini. Undang-undang perbankan mulai disahkan sejak lahirnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diubah lagi dengan lahirnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut UUP, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang selanjutnya disebut UUPS (Undang-undang Perbankan Syariah). (http://repository.usu.ac.id, diakses hari Rabu, 15 Juni 2011 pada pukul 10.00 WIB). Tujuan perbankan Indonesia yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diubah lagi dengan lahirnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut UUP, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang selanjutnya disebut UUPS (Undang-undang Perbankan Syariah). (http://repository.usu.ac.id, diakses hari Rabu, 15 Juni 2011 pada pukul 10.00 WIB). Tujuan perbankan Indonesia yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan

Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan ditentukan bahwa “Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan”. Jaminan dapat dibedakan menjadi

2 macam, yaitu jaminan meteriil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan; dan jaminan imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebndaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (H. Salim, 2004:23).

c. Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada

lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya, tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya dan memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.

Jaminan mempunyai kedudukan dan mafaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur adalah terujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup dan memberikan kepastian hukum bagi kreditur. Bagi debitur dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya (H. Salim, 2004:27).

d. Sifat Perjanjian Jaminan Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam,

yaitu pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Perjanjian Accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh perjanjian accesoir ini adalah perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan dan fidusia. Jadi, sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir, yaitu mengikuti perjanjian pokok (H. Salim. 2004:29).

e. Bentuk dan substansi Perjanjian Jaminan Perjanjian pembebanan jaminan dapat dilakukan dalam bentuk lisan dan

tertulis. Perjanjian pembebanan dalam bentul lisan, biasanya dilakukan dalam kehidupan masyarakat pedesaan, masyarakat yang satu membutuhkan pinjaman uang kepada masyarakat, yang ekonominya lebih tinggi. Biasanya pinjaman itu cukup dilakukan secara lisan.

Perjanjian pembebanan jaminan dalam bentuk tertulis, biasanya dilakukan dalam dunia perbankan, lembaga keuangan non bank maupun lembaga pegadaian. Perjanjian pembebanan ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan atau akta autentik. Perjanjian pembebanan jaminan dengan menggunakan akta dibawah tangan dilakukan pada lembaga pegadaian. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara sepihak, sedangkan nasabah tinggal menyetujui isi dari perjanjian tersebut.

Perjanjian pembebanan jaminan dengan akta autentik ini dilakukan dimuka dan dihadapan pejabat yang berwenang, Pejabat yang berwenang untuk membuat akta jaminan adalah Pejabat Pemmbuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Perjanjian pembebanan dengan menggunakan akta autentik dapat dilakukan pembebanan pada jaminan atas hak tanggungan, jaminan fidusia, dan jaminan hipotek atas kapal laut atau pesawat udara (H. Salim, 2004:30).

Hubungan hutang-piutang antara debitur dan kreditur sering disertai dengan jaminan. Jaminan itu dapat berupa benda dan dapat pula berupa orang

(Jaminan Perorangan). Dalam hal ini yang akan dibicarakan ialah hubungan hutang-piutang dengan jaminan benda. Dengan adanya benda jaminan ini, kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.

Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat berupa pula benda tidak bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut ‘gadai’ (pand). Selain gadai masih ada lagi hak yang mirip dengan dadai yaitu retensi. Apabila benda jaminan itu berupa benda tidak bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut “hipotik”(Abdulkadir Muhammad. 2000:170).

Perjanjian jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian tambahan (accesoir). Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh dari perjanjian accesoir ini adalah pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan dan fidusia. Jadi, sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir , yaitu mengikuti perjanjian pokok (H. Salim, 2004:30).

Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur telah membayar pinjamannya kepada penerima gadai, maka sejak itulah hapusnya perjanjian gadai.

3. Tinjauan Tentang Gadai

a. Istilah dan Pengertian Gadai Gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge

atau pawn (bahasa Inggris). Pengertian Gadai Tercantum dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gadai adalah Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai atau pawn (bahasa Inggris). Pengertian Gadai Tercantum dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gadai adalah Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai

b. Dasar Hukum Gadai Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan

berikut ini :

1) Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sampai Pasal 1160 Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW. (Berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata hingga saat ini berdasarkan aturan Pasal 1 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, karena hingga saat ini belum ada Undang-undang nasional yang mengatur mengenai gadai) ;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan

Jawatan Pegadian;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1970 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan

Umum (Perum) Pegadaian. Di Indonesia lembaga yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai adalah lembaga pegadaian.

c. Perjanjian Gadai Undang-undang dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

memberikan perumusan Gadai sebagai berikut : “Gadai adalah suatu hak yang diperbolehkan seorang berpiutang atas suatu

barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelematkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”

Perumusan Undang-undang seperti tersebut diatas sedapat-dapatnya akan kita pakai sebagai patokan untuk pembicaraan lebih lanjut. Kata “gadai” dalam Undang-undang digunakan dalam 2 (dua) arti, pertama-tama untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152 Kitab Undang- undang Hukum Perdata), kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) (J. Satrio, 2002:89).

d. Unsur Gadai Unsur-unsur gadai yang tercantum dalam pengertian gadai adalah sebagai

berikut :

1) Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai);

2) Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud;

3) Adanya kewenangan kreditur. Kewenangan kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang debitur. Penyebab timbulnya pelelangan ini adalah karena debitur tidak melakasanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatanyang dibuat antara kreditur dan debitur, walaupun debitur telah diberikan somasi kreditur (H. Salim. 2004:35)

e. Subjek dan Objek Gadai Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan

penerima gadai (pandnemer). Pandgever, yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya untuk pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai, yaitu :

1) Orang atau badan hukum;

2) Memberikan jaminan berupa benda bergerak;

3) Kepada penerima gadai;

4) Adanya pinjaman uang. Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk 4) Adanya pinjaman uang. Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk

1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian; dan

3) Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.

Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan, maksud dan tujuan Perum ini adalah :

1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;

2) Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.

Untuk mendukung maksud dan tujuan di atas, maka Perum Pegadaian juga melakukan usaha-usaha sebagai berikut :

1) Menyalurkan uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia;

2) Pelayanan jasa titipan;

3) Pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi;

4) Unit toko emas;

5) Industri perhiasan emas;

6) Usaha-usaha lain yang menunjang maksud dan tujuan tersebut diatas. Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.

Objek gadai ini adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu benda bergerak berujud dan tidak berujud. Benda bergerak berujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda bergerak berujud, seperti emas, arloji, sepeda motor dal lain-lain. Benda bergerak yang tidak berujud, seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil benda dan atas piutang (H. Salim. 2004:36).

f. Prosedur dan Syarat-syarat Pemberian dan Pelunasan Pinjaman Gadai Setiap nasabah atau pemberi gadai yang ingin mendapatkan pinjaman uang

dari lembaga pegadaian harus menyampaikan keinginan kepada penerima gadai dengan menyerahkan objek gadai kepada penaksir gadai. Penaksir gadai merupakan orang yang ditunjuk oleh lembaga pegadaian untuk menaksir objek gadai, yang meliputi kualitas barang gadai, beratnya, dan besarnya nilai taksiran dan pinjamannya.

Pada dasarnya, prosedur dalam peminjaman dan pelunasan kredit gadai sangat praktis, karena tidak memerlukan birokrasi yang panjang. Prosedur di dalam peminjaman dan pengembalian kredit tidak melibatkan instansi yang lainnya, sebagaimana dengan peminjaman kredit dengan menggunakan kontruksi hak tanggungan dan jaminan fidusia. Peminjaman kredit dengan kontruksi gadai hanya melibatkan lembaga pegadaian semata-mata. Pembebanan hak tanggungan, instansi yang terkait dalam pembebanan adalah kreditur (lembaga perbankan), notaris PPAT, dan Badan Pertanahan Nasional. Begitu juga lembaga fidusia, maka lembaga yang terkait adalah kreditur (lembaga perbankan), notaris, dan kantor pendaftaran fidusia; jadi untuk mendapatkan fasilitas kredit dengan menggunakan institusi hak tanggungan dan fidusia memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar untuk pengurusan administrasi, sedangkan dalam peminjaman kredit dengan kontruksi gadai tidak memerlukan birokrasi yang panjang dan biayanya kecil, bahkan dianggap tidak ada biaya (H. Salim. 2004:39).

g. Bentuk dan Substansi Perjanjian Gadai Ketentuan tentang bentuk perjanjian gadai dapat dilihat dalam Pasal 1151

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Perjanjian gadai Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Perjanjian gadai

Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta otentik. Praktiknya, perjanjian gadai dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian Secara Sepihak. Hal-hal yang kosong dalam surat bukti kredit (SBK), meliputi nama, alamat, jenis barang jaminan, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal kredit, dan tanggal jatuh tempo. Hal-hal yang kosong tinggal diisi oleh Perum Pegadaian. Syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian. Berikut disajikan isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang telah dibakukan oleh Perum Pegadaian, yaitu: Pegadaian memberikan kredit kepada nasabah atau yang dikuasakan dengan jaminan;

1) Nasabah dan atau yang dikuasakan menjamin bahwa barang yang dijaminkan merupakan milik yang sah dari nasabah yang dikuasai secara sah menurut hukum. Oleh nasabah dan karenanya, nasabah mempunyai wewenang yang sah untuk menjadikannya utang kepada pegadaian. Nasabah juga menjamin bahwa tidak ada orang dan atau pihak yang lain yang turut mempunyai hak atas jaminan tersebut, baik hak memiliki atau hak menguasai;

2) Nasabah menjamin bahwa barang digadaikan pada pegadaian tidak sedang menjadi jaminan sesuatu hutang, tidak dalam sitaan, tidak dalam sengketa dengan pihak lain atau tidak berasal dari barang yang diperoleh secara tidak sah melawan hukum;

3) Barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak bertanggunmg jawab atas kerugian apabila terjadi force majeur, antara lain bencana alam, huru hara, dan perang;

4) Apabila terjadi perbedaan dalam taksiran dan menyebabkan nilai barang jaminan tidak dapat menutup uang pinjaman dan sewa modal, paling lama 14 hari sejak pemberitahuan. Nasabah atau yang diikuasakan berkewajiban menyerahkan tambahan barang jaminan yang nilainya minimal sama dengan nilai pinjaman ditambah sewa modal maksimum;

5) Nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban untuk membayar uang pinjaman ditambah sewa modal, dengan jangka waktu kredit 120 hari;

6) Nasabah atau yang dikuasakan dapat mengalihkan haknya untuk menebus, menerima, atau mengulang gadai barang jaminan kepada orang lain dengan mengisi dan membubuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia;

7) Pelunasan dapat dilakukan dengan cara melunasi seluruhnya, mengangsur, dan atau mengulang gadai, mulai sejak tanggal kredit sampai dengan 1 hari sebelum tanggal lelang. Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilunasi (diangsur) atau diulang gadai, maka barang jaminan akan dilelang pada tanggal yang di tetapkan;

8) Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk menutup pinjaman ditambah sewa modal dan biaya lelang. Apabila terdapat uang kelebihan yang menjadi hak nasabah dengan jangka waktu pengambilan selama 1 tahun, uang kelebihan tidak diambil dalam jangka 12 bulan, sejak tanggal lelang selebihnya menjadi hak pegadaian;

9) Apabila penjualan lelang lebih rendah dari uang pinjaman tambah sewa modal ditambah biaya lelang, selisihnya tetap merupakan utang nasabah yang akan ditagih oleh pegadain dan harus dilunasi paling lambat 14 hari sejak tanggal pemberitahuan diterima.

10) Apabila terjadi permasalahan di kemudian hari akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika ternyata perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaikan melalui pengadilan negeri setempat.

h. Hak dan Kewajiban antara Pemberi dan Penerima Gadai

Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Pasal 15 Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah mengatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Hak penerima gadai adalah :

1) Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan;

2) Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya.

Kewajiban penerima gadai diatur di dalam Pasal 1154, Pasal 1156 dan Pasal 1157 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kewajiban penerima gadai adalah :

1) Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya;

2) Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 Kitab Undang-undang Hukum Perdata);

3) Memberitahukan pada pemberi gadai (debitur) tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 Kitab Undang-undang Hukum Perdata);

4) Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya (Pasal 1157 Kitab Undang - undang Hukum Perdata).

Hak-hak pemberi gadai :

1) Menerima uang gadai dari penerima gadai;

2) Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasi;

3) Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

Kewajiban pemberi gadai :

1) Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai;

2) Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai;

3) Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 Kitab Undang- undang Hukum Perdata) (H. Salim. 2004:44).

i. Jangka Waktu Gadai Penentuan jangka waktu gadai diatur dengan Keputusan Direksi Perum

Pegadaian dan dijabarkan lebih lanjut dengan Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian. Surat Edaran Nomor : SE.16/Op.1.00211/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan SK Direksi Nomor: 020/Op.1.00211 /01 tentang perubahan tarif sewa modal, telah diatur tentang jangka waktu gadai. Surat Edaran tersebut tidak hanya mengatur tentang tarif sewa modal, tetapi juga mengatur tentang jangka waktu kredit dan maksimum sewa modal.

Prinsipnya jangka waktu gadai tidak berubah, yaitu minimal 15 hari dan maksimum 120 hari. Perubahan yang mungkin terjadi adalah besarnya uang pinjaman, sewa modal, dan maksimum sewa modal. Semakin besar jumlah uang pinjaman, semakin besar sewa modalnya, tetapi semakin kecil uang pinjaman, maka semakin kecil pula sewa modalnya.

Pinjaman gadai tersebut hanya diperuntukkan bagi usaha kecil dan menengah, yang modal usahanya tidak terlalu besar. Bagi pengusaha besar yang memerlukan biaya besar, tidak cocok untuk meminjam uang pada lembaga gadai, tetapi mereka dapat mengajukan permohonan pada lembaga perbankan dengan jaminan hak tanggungan dan fidusia (H. Salim. 2004:149). j. Hapusnya Gadai

Hapusnya gadai telah ditentukan di dalam Pasal 1152 Kitab Undang- undang Hukum Perdata dan surat bukti kredit (SBK). Di dalam Pasal 1152 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditentukan 2 cara hapusnya hak gadai, yaitu :

1) Barang gadai itu hapus dari kekuasaan pemegang gadai;

2) Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima gadai surat bukti kredit.

Begitu juga dalam Surat Bukti Kredit (SBK) telah diatur tentang berakhirnya gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah 15 hari dan maksimal 120 hari.

Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan gadai. Apabila debitur telah membayar pinjamannya kepada penerima gadai, maka sejak itulah hapusnya perjanjian gadai (H. Salim. 2004: 50). k. Pelelangan Barang Gadai

Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka timbul hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban pemberi gadai adalah membayar pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan yang ditentukan oleh penerima gadai. Didalam surat bukti kredit (SBK) telah di tentukan tanggalnya mulainya kredit dan tanggal jatuh temponya atau tanggal pengembalian kredit. Disamping itu, didalam surat bukti kredit telah ditentukan syarat, yaitu “jika sampai dengan tanggal jatuh tempo pinjaman tidak dilunasi (diperpanjang), maka barang jaminan akan dilelang pada tanggal yang sudah ditentukan”.

Ketentuan tentang lelang tersebut di atur di dalam Pasal 15 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cara melakukan penjualan barang gadai adalah dilakukan dihadapan umum menurut kebiasaan setempat dan persyaratan yang lazim. Barang-barang dagangan atau efek, maka penjualan dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantara 2 orang makelar yang ahli dalam bidang tersebut. Tujuan penjualan di muka umum agar jumlah hutang, bunga, dan biaya yang dikeluarkan dapat dilunasi dengan hasil penjualan tersebut. Apabila ada kelebihan dari penjualan barang di muka umum tersebut, uang sisanya dikembalikan pada pemberi gadai (H. Salim 2004:51).

4. Kerangka pemikiran

KREDITUR

DEBITUR

JAMINAN PERORANGAN

JAMINAN BENDA TIDAK BERGERAK

JAMINAN BENDA

BERGERAK