PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928

SKRIPSI

Oleh: LAMBANG TRIARSOTOMO K 4407028 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

Oleh: LAMBANG TRIARSOTOMO K 44007028

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

commit to user

Selasa

commit to user

PEMUDA II TAHUN 1928. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Munculnya Pers di Indonesa, (2) Peranan pers Kongres Pemuda II tahun 1928, (3) Peranan pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah surat kabar, buku-buku, dan sumber lain yang berhubungan dengan skripsi ini. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Pers di Indonesia mengalami perkembangan pesat pada awal abad ke-20. Hal ini dikarenakan adanya perubahan peraturan pemerintah Hindia Belanda yang pada awalnya bersifat preventif menjadi represif sehingga bermunculan pers dengan bahasa daerah, melayu, maupun Tionghoa. (2) Pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu a) Pers Kolonial merupakan pers yang diadakan oleh orang-orang Belanda maupun Indo-Belanda. Pers Belanda lebih berpihak pada pemerintah kolonial. b) Pers Tionghoa merupakan pers yang diadakan oleh orang Tionghoa maupun peranakan Tionghoa. Salah satunya yaitu Sin Po yang menggunakan bahasa Melayu. Untuk mengobarkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Sin Po sering menurunkan tulisan terjemahan tentang pergerakan kemerdakaan yang terjadi di India, Philipina, Maroko dan tempat-tempat lain. c) Pribumi, merupakan pers yang diadakan oleh penduduk suatu daerah (Indonesia). Pers pribumi dipandang dapat menyampaikan semua yang dibutuhkan organisasi, sehingga penggarapan kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif, contoh: penanaman jiwa nasionalisme yang dilakukan majalah Indonesia Merdeka dan Indonesia Raya. (3) Peran pers dalam Kongres Pemuda II ada 4, yaitu: pertama, pusat informasi yaitu pers memberikan mengumumkan hasil rapat kepada seluruh pemuda dan mengundang seluruh pemuda untuk ikut serta dalam Kongres Pemuda II serta menjadi pusat informasi yang utama. Kedua, mempengaruhi opini yaitu pers aktif berjuang dan mempelopori perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan menanamkan jiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Ketiga, membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui wakil- wakilnya. Ada dua orang yang memang mewakili pers dan berperan aktif dalam Kongres Pemuda II yaitu W.R. Supratman (Sin Po) serta S.M. Kartosoewirjo merupakan wakil Hoofdbestuur P.S.I. dan pers Fadjar Asia. Keempat, Menyebarluaskan isi Kongres Pemuda II.

commit to user

CONGRESS II IN 1928. Thesis, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, November 2011.

The purpose of this study was to describe: (1) The emergence of the Press in Indonesia over, (2) Role of the Youth Congress press II in 1928, (3) The role of the press in the Youth Congress II in 1928.

This study uses the historical method. Source data used are newspapers, books, and other resources related to this thesis. Data collection techniques using literature study. Techniques of data analysis using the techniques of historical analysis, ie analysis that prioritizes sharpness in processing a data history. Research procedures to go through four stages of activities, namely: heuristics, criticism, interpretation, and historiography.

Based on these results we can conclude: (1) The press in Indonesia experienced rapid development in the early 20th century. This is because of changes in government regulations the Dutch East Indies in the first preventive become repressive so that the emerging press in the local language, Malay, and Chinese. (2) The press in Indonesia is divided into three groups, namely a) The Colonial Press releases are held by people of Indo-Dutch and Dutch. Press the Dutch colonial government favored. b) Press the Chinese press is held by the Chinese and Peranakan Chinese. One of them is Sin Po using the Malay language. To rekindle the spirit of Indonesian nationalism, Sin Po often writing down the translation of This independence movement that occurred in India, Filipinos, Morocco and other places. c) Native, the press is held by residents of a region (Indonesia). Releases can be viewed indigenous convey all the necessary organization, so that the cultivation of awareness can be accomplished more effectively, for example: planting spirit of nationalism that carried magazines and Indonesia Raya Indonesia Merdeka. (3) The role of the press in the Youth Congress II there are four, namely: first, the information center that gives the press conference announcing the results to all youth and invite all youth to participate in the Youth Congress II and became the main information center. Secondly, influence the opinion of the press is actively fighting and spearheaded the struggle for independence for the Indonesian people by instilling spirit of national unity of Indonesia. Third, help the implementation of the Youth Congress

II through its representatives. There are two people who are representing the press and actively participate in the Youth Congress II on the WR Supratman (Sin Po) and S.M. Kartosoewirjo representatives Hoofdbestuur P.S.I. and press Fadjar Asia. Fourth, disseminate the contents of the Youth Congress II.

commit to user

kualitas manusia sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial.

(Thomas Jefferson)

Pena memang tidak setajam pisau dan sekeras besi, namun dapat meruntuhkan kekuasaan yang besar.

(Lambang)

Satu batang lidi memang mudah dipatahkan tapi segenggam lidi akan

sulit untuk dipatahkan (NN)

commit to user

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta.

2. Kedua kakakku tersayang.

3. Kedua keponakan yang aku sayang.

4. Seluruh keluarga besarku.

5. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2007.

6. Almamater.

commit to user

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui atas permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Dra. Sri Wahyuning., M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Djono., M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, November 2011

Penulis

commit to user

1. Pers Kolonial/Belanda .....................................................

48

2. Pers Cina/Tionghoa .......................................................

52

3. Pers Pribumi................................ ...................................

56

C. Peranan Pers Dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 ........... 64

1. Pusat Informasi .............................................................

64

2. Mempengaruhi Opini .....................................................

72

3. Membantu pelaksanaan Kongres Pemuda II melalui Wakil-wakilnya .............................................................

64

a) S.M Kartosuwirjo ...................................................... 71

b) W. R. Supratman .......................................................

73

4. Menyebarluaskan Isi Kongres Pemuda II .......................

74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...........................................................................

80

B. Implikasi ................................................................................

C. Saran ......................................................................................

83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

85

LAMPIRAN ...... .........................................................................................

90

commit to user

Lampiran I. Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 30 Oktober 1928. ............................

91 Lampiran II.

Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 31 Oktober 1928. ............................

93 Lampiran III.

Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 2 November 1928 ...........................

94 Lampiran IV.

Kongres Perkoempoelan Pemoeda-pemoeda Indonesia. Majalah Fadjar Asia. 3 dan 5 November 1928 ..................

95 Lampiran V.

Kerapatan Pemoeda-pemoeda Indonesia . Majalah Persatoean Indonesia... ......................................................

96 Lampiran VI.

Pers dan Pergerakan . Majalah Fikiran Rakyat tahun 1933.... ...............................................................................

99 Lampiran VII.

Oktober 1928. Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di

Weltevreden. Majalah

Persatoean Indonesia.... .......................................................................

101 Lampiran VIII.

Poetoesan Congres Pemoeda-pemoeda Indonesia . Majalah Persatoean Indonesia 12 November 1928.... .......

103 Lampiran IX.

Makloemat Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di

Weltevreden. Majalah

Persatoean Indonesia.... .......................................................................

106 Lampiran X.

Indonesia. Sin Po edisi November 1928 .......................... 107 Lampiran XI.

Foto Soegondo Djojopoespito ........................................... 108 Lampiran XII.

Foto Moh. Yamin .............................................................. 109 Lampiran XIII.

Foto W.R. Supratman ........................................................ 110

Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ......................................................

111

Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan .................

112

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam berbagai segi kehidupan, komunikasi sangat penting artinya bagi manusia. Hal ini berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan orang lain. Komunikasi pada awalnya berbentuk sederhana yaitu sebatas menggunakan panca indra. Namun, seiring dengan kemajuan jaman dengan ditemukannya tulisan, maka manusia mulai menggunakan tulisan sebagai sarana komunikasi. Kemudian muncul pers yang berfungsi sebagai sarana publikasi umum.

Pers sangat memegang arti penting dalam setiap masa. Sejarah pers dimulai dengan ditemukannya alat pers atau alat cetak. Oleh karena alat cetak, mesin cetak atau pers/ presse itu memungkinkan adanya surat kabar, maka lama kelamaan sebutan pers menjadi nama yang mudah atau ringkas dan umum untuk sebutan persurat kabaran (Samsudjin Probohardjono. 1985: 5-6).

Alat cetak sudah ada di Timur jauh pada akhir abad ke-8, disana sudah ada cetakan diatas kertas yang terbuat dari bilah-bilah kayu sampai ratusan ribu banyaknya. Pada abad itu kaisar wanita Jepang Shotoku, memerintahkan agar membuat sejuta lembar kertas sembah Hyang Budhis dicetak. Pada abad ke- sebelas di Cina telah ditemukan alat cetak yang dapat digerakkan, alat ini dapat mencetak sangat cepat, sampai ratusan atau ribuan lembar (Samsudjin Probohardjono. 1985: 10-11).

Di Eropa tahun 1484 alat cetak sudah ditemukan. Laurens Jan’szoon Coster dari negeri Belanda telah menemukan alat cetak, di Belgia Johann Guttenberg juga menemukan alat cetak. Akan tetapi, perkembangan pers dengan di cetak berkembang sangat lamban. Alat cetak hanya digunakan untuk mencetak nada musik, ayat-ayat kitab suci dan sebagainya. Baru pada tahun 1609, Johan Corulus di Strasburg negara Jerman menerbitkan surat kabar bernama “Relation

commit to user

1985: 12-13) Sejak abad ke-17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis. Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya. Surat kabar dan majalah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan di Batavia. Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untuk memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa media massa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam menyuarakan isi

hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya( Haryadi Suadi,

2006). Walaupun demikian pers dianggap sebagai ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda sebab dianggap mengganggu usaha pemerintah maupun tidak sesuai dengan pemerintah Hindia Belanda. Sehingga terjadi pemberedelan- pemberedelan maupun peringatan terhadap surat kabar yang dianggap membahayakan (Abdurrachman Surjomihardjo. 2002: 192-193).

Di Surakarta pada tanggal 29 maret 1855, Harteveldt dan Co menerbitkan surat kabar mingguan umum diberi nama Bromartani. Bromartani memakai bahasa dan aksara Jawa, sehingga mengangkat R. Ng. Ronggowarsito sebagai pimpinan redaksi (Samsudjin Probohardjono. 1985: 32-35). Pada suatu saat ada sebuah artikel yang dimuat di Bramartani. Isinya menyerang pemerintah Belanda. Tentu saja Hendrik Mac Gillavry, Residen Surakarta waktu itu sangat marah. Penanggung jawab surat kabar tersebut Jones Portier dipanggil dan mendapat peringatan dari tuan Residen. Namun, dasar orang Belanda yang bersifat licik. Tanggung jawab yang seharusnya ada dipundaknya dilempar ke R.Ng. Ronggowarsito. Hal ini karena segala artikel bahasa Jawa selalu melalui penelitian dari Redaksi yang ahli sastra jawa yaitu R.Ng. Ronggowarsito.

commit to user

(Anjar Ari. 1989: 64) Sampai akhir abad ke-19, surat kabar yang terbit di Batavia sebagian besar memakai bahasa Belanda dan pembacanya adalah masyarakat yang mengerti bahasa Belanda. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar beritanya boleh dikatakan kurang menarik dan “kering”. Yang diberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan kriminal. Namun awal abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masjarakat” (1951) menulis, bahwa zaman menghangatnya koran ini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya (Haryadi Suadi, 2006).

Kritik biasanya dilontarkan pada sidang-sidang umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi ini kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag (Laporan) agar diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja menjadi sasaran bagi para wartawan. Berita itu kemudian telah didramatisasi sedemikian rupa sehingga jadilah suatu berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa mendatangkan keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya (Haryadi Suadi, 2006).

Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat kebijaksanaan baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian menyatakan saran dan kritik ini akhirnya menular ke masyarakat. Tidak sedikit koran yang menyajikan ruangan

commit to user

pembacanya. Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1907 dan sejak 1910 sebagai harian. Medan Priyayi adalah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi dan dianggap sebagai pelopor pers Nasional. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan. (Haryadi Suadi, 2006)

Saruhum dalam buku Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia (1977:

23) berpendapat: “Tumbuhnya perusahaan-perusahaan suratkabar Nasional, sebenarnya sebagian besar adalah sejalan dengan tumbuhnya kebangkitan nasional Indonesia, yaitu sesudah tahun 1908”

Pada umumnya surat kabar Indonesia muncul sebagai terompet dari partai-partai politik yang turut muncul setelah tanggal 20 Mei 1908. Di antaranya adalah harian “Sedio Tomo” di Jogjakarta yang sebenarnya merupakan lanjutan dari harian “Budi Utomo” dalam tiga edisi, bahasa Jawa, Indonesia dan Belanda, didirikan dalam bulan Juni 1920. Pers dan partai politik merupakan bagian yang tidan dapat dipisahkan. Sehingga wartawan merupakan patriot yang ikut berperan aktif dan bekerja sama dengan perintis pergerakan yang menentang penjajahan. Bahkan wartawan menyandang dua peran pada masa pergerakan nasional, yaitu sebagai pekerja di bidang pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional, dan juga sebagai pelaku politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan terhadap penjajahan. (Tribuana Said, 1980: 15)

Pers Indonesia berkembang membawa suatu misi nasionalisme bangsa yang memang sangat penting dalam persatuan bangsa. Dalam hal ini, Perhimpunan Indonesia dengan majalah “Indonesia Merdeka” memiliki peran penting dalam penyebarluasan Nasionalisme. Perhimpunan Indonesia dapat

commit to user

inspirasi serta dorongan moral kepada pergerakan nasional di dalam negeri. Misalnya dalam “Gedenkboek 1908-1923 Indonesische vereeniging” yang terbit tahun 1924 untuk memperingati berdirinya perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda ke-15, terdapat artikel yang ditulis Moh. Hatta yang berjudul ”Indonesia di tengah-tengah Revolusi Asia” yang berisikan sejarah gerakan kemerdekaan di India dan proses pembaharuan pandangan hidup di Turki dibawah pengaruh dan kepemimpinan Mustafa Kamal (Sudiyo,2004: 95-102).

Pengaruh pers sangat besar dalam berbagai bidang, salah satunya pada Kongres Pemuda II tahun 1928. Kongres Pemuda II merupakan tonggak awal terbentuknya Indonesia dan menghasilkan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan (Sudiyo, 2003:3-6). Rasa nasionalisme telah merasuk kedalam jiwa peserta Kongres Pemuda II. Frans Magnis (1998: 150) dalam buku berjudul Mencari Makna Kebangsaan menyatakan: “yang mempersatukan bangsa Indonesia bukanlah suatu yang alami, melainkan tekad untuk bersama. Tekad itu tumbuh dalam sejarah Pengalaman bersama yang sebagian merupakan sejarah penderitaan dan penindasan yang melahirkan pengalaman perjuangan bersama demi kemerdekaan.”

Pers Nasional berusaha merangkai semua kejadian dalam bentuk tulisan yang disertai dengan Ide Nasionalis. Dengan adanya pers yang membawa semangat nasionalisme yang mempengaruhi para pemuda sehingga membawa perubahan bangsa, maka timbul ketertarikan penulis untuk mengkaji dan mempelajari pers beserta Kongres Pemuda II menuju ke arah persatuan bangsa Indonesia, dan kemudian mengambil judul “PERANAN PERS DALAM KONGRES PEMUDA II TAHUN 1928”.

commit to user

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu:

1. Bagaimana sejarah munculnya pers di Indonesia?

2. Bagaimana peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928?

3. Bagaimanakah peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Mengetahui sejarah munculnya pers di Indonesia.

2. Mengetahui peran Pers sebelum peristiwa Kongres Pemuda II tahun 1928.

3. Mengetahui peran pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini meskipun sederhana, diharapkan dapat memberikan

manfaat, baik secara pribadi maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a) Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti.

b) Memberikan pengetahuan lebih luas Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Indonesia baru bagi peneliti dan pembaca terutama mengenai pers dan peranannya dalam upaya pemersatuan pemuda indonesia dalam suatu ikrar yang dinamakan Sumpah Pemuda.

commit to user

a) Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartisipasi dalam mengkaji perkembangan pers dan pengaruhnya di Indonesia untuk mengetahui mana yang benar dan yang belum terjangkau dalam penelitian ini.

b) Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya, mengenai Peranan Pers dalam Kongres Pemuda II tahun 1928.

c) Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Jurusan IPS Program Studi Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kolonialisme

a. Pengertian Kolonialisme.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan hasil bumi. Mulai dari hasil perkebunan, pertanian dan kekayaan barang tambang yang melimpah. Ketika masih berbentuk kerajaan, Indonesia merupakan pusat rempah- rempah yang banyak dicari oleh negara di Eropa. Sehingga dengan adanya Penjelajahan samudra, Indonesia menjadi sasaran bagi pedagang Eropa.

Bangsa Indonesia pernah mengalami masa penjajahan selama tiga setengah abad dijajah Belanda dan tiga setengah tahun dijajah oleh Jepang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran disegala bidang, baik dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah. Berbagai cara telah ditempuh untuk mengusir kaum penjajah sejak awal, tetapi tidak juga membawa hasil yang menggembirakan. Salah satu sebabnya karena bangsa Indonesia belum memiliki rasa persatuan dan kesatuan. Hal itulah yang terlihat sebelum tahun 1928.

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea satu menyatakan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari kalimat tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia tidak menginginkan adanya kolonialisme atau penjajahan. Selain itu juga dapat dipastikan bahwa bangsa-bangsa di dunia juga tidak menginginkan adanya kolonialisme, sebab tidak ada satupun bangsa yang ingin di kuasai oleh bangsa yang lain.

Secara etimologi, kata “kolonialisme” berasal dari kata “koloni” yang artinya daerah jajahan tempat menempatkan penduduk atau kelompok orang yang

commit to user

tetap merpertahankan ikatan dengan tanah air atau tanah asal. Dalam Ensiklopedia Politik (1983: 75), kolonialisme di ambil dari nama seorang petani Romawi yang pergi jauh untuk mencari tanah yang belum di kerjakan.

Menurut Suhartoyo Hardjosatoto (1985: 77), ”kolonialisme merupakan nafsu untuk menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau negara lain”. Hal tersebut dapat diartikan sebagai nafsu untuk menguasai daerah atau bangsa lain beserta perangkat sistem yang digunakan untuk mengatur wilayah yang dikuasai. Sadangkan menurut Suharsa dan Ana Retnoningsih (2005: 258) kolonialisme berarti penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara asal.

Jika kolonialis mempunyai koloni-koloni di daerah lain dan berusaha untuk menyatukan menjadi satu sistem penguasaan, maka hal itu disebut dengan imperialisme. Sedangkan imperialisme itu sendiri berarti poiitik eksploitasi bangsa lain untuk kepentingan imperialis. Jadi dapat di katakan bahwa kolonialisme identik dengan imperialisme.

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa dalam masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan konflik dalam berbagai aspek kehidupan. Munculnya kemiskinan, masalah kesehatan, dan kebodohan yang diakibatkan adanya ekploitasi dalam bebagai bidang kehidupan di daerah koloni (Indonesia) semakin memperkuat konflik yang ada. Sehingga kondisi tersebut menimbulkan reaksi rakyat jajahan untuk berusaha mempertahan dan melepaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Hal itulah yang membuat pemerintah kolonial berusaha mempengaruhi pemikiran para bangsawan maupun pejabat Belanda melalui dibentuknya pers kolonial/Belanda. Karena banyaknya pers yang kemudian bermunculan maka di keluarkannya peraturan- peraturan supaya dapat mengendalikan pers yang beredar dalam masyarakat. Selain itu, pers memberikan informasi secara sehingga apabila ada perlawanan maka pemerintah pusat dapat segera meredam berbagai pemberontakan yang terjadi di daerah.

commit to user

b. Ciri-ciri kolonialisme.

Dalam kolonialisme terdapat dua bagian penting, yakni bangsa terjajah dan bangsa penjajah. Ciri-ciri dari bangsa penjajah sangat dipengaruhi oleh faktor obyektif negerinya, seperti perbedaan mengenai kekayaan alam, kemajuan teknologi, dan sistem produksi barang. Penggolongan bangsa penjajah menurut Subartoyo Hardjosatoto (1985: 83-85) dibedakan manjadi empat, yaitu:

1) Penjajah yang kaya dan royal, artinya kaya akan bahan tambang dan industrinya maju sehingga tidak menghisap kekayaan alam bangsa terjajah, bahkan taraf hidup dan pendidikan pribumi dimajukan dan kelak akan dijadikan partner,

2) Penjajah yang semi kaya, artinya penjajah ini tidak banyak memiliki bahan tambang, tetapi industrinya maju sehingga memerlukan pemasaran hasil industri.

3) Penjajah miskin, artinya penjajah ini industrinya telah maju tapi tidak memiliki bahan baku dan bahan bakar bagi industrinya, sehingga mendatangkan dari daerah jajahannya dengan pertimbangan ekonomi upah buruh pribumi dibuat rendah. Contohnya adalah penjajahan Belanda atas Indonesia.

4) Penjajah sangat miskin, artinya penjajah ini miskin bahan tambang dan tanahnya tidak subur. Biasanya penjajah ini menekan dan menghisap semua yang ada dari negara jajahannya. Sebagai contoh adalah penjajahan Portugis atas Timor Timur. Ciri-ciri pokok imperialisme Belanda di Indonesia maupun di negara-

negara yang dijajah yaitu:

1) Membeda-bedakan warna kulit (Color Line) yang berakibat terciptanya sistem kasta dimana orang kulit putih menduduki tingkatan tertingi.

2) Perbaikan sosial-ekonomi bangsa penjajah (Belanda). Sebagai efek dari sistem eksploitasi yang diterapkan oleh setiap penjajahan. Apalagi belanda yang merupakan negara miskin sebelum dapat menduduki Hindia Belanda (Indonesia), sebab semua kebutuhan negara Belanda

commit to user

3) Jarak sosial yang jauh antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah karena setiap posisi penting diduduki oleh orang kalangan atas dan adanya mobilitas sosial tertutup yang diterapkan di Indonesia. Setiap kali penjajahan dilakukan, akan menimbulkan reaksi dari bangsa

yang terjajah seperti yang terjadi di Indonesia. Namun semuanya sia-sia karena sifat kedaerahan yang masih kental. Hal ini mulai berubah dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah Belanda. Perubahan kebijaksanaan ini tidak lepas dari kemenangan golongan liberalis dalam persidangan di Parlemen Belanda. Perubahan kebijakan yang dimaksud adalah Politik Etis.

Politik Etis terdiri dari Imigrasi, Irigasi, dan Edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang Edukasi. Walaupun pemerintah Kolonial Belanda sudah sangat hati-hati menyelenggarakan sekolah di Hindia Belanda, namun melalui pendidikan barat ini dapat berubah pemikiran rakyat Indonesia. (Sudiyo. 2003: 17)

Pendidikan merupakan corong pusat semua Informasi dan pemikiran- pemikiran yang lebih rapi dalam menyusun usaha menuju kemerdekaan. Sehingga memunculkan organisasi melalui lembaga pendidikan. Melalui STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Arsen) para tokoh pergerakan Nasional Muncul. Sebagai direktur yaitu dr. H.F. Roll, yang memberikan kemudahan- kemudahan terhadap para pelajar untuk memproses lahirnya pergerakan nasional pertama di Indonesia.( Sudiyo. 2003: 20-21) Selain itu juga muncul tokoh pers yang sangat flamboyan yaitu Tirto Adhi Suryo. Tirto Adhi Suryo dengan kemampuan jurnalistik yang mengesankan dan membuat resah Belanda sehingga berulang-ulang di panggil dan kemudian diasingkan. (Metro File, 2011)

Akibat dari kolonialisme Belanda yang dilakukan di Indonesia, banyak daerah kehilangan kebebasan politik, perekonomian, serta kebudayaannya. Sehingga kaum pergerakan nasional melihat bahwa pers merupakan bagian penting dalam menyebarkan cita-cita, pemikiran maupun nasionalisme yang memiliki tujuan untuk membebaskan diri dari kolonialisme pemerintah Hindia Belanda. Selain itu kebijakan pemerintah Hindia Belanda yaitu sistem kelas

commit to user

dan peranakan Tionghoa sebab merasa tidak adanya keadilan dalam daerah kolonial yang ikut berperan dalam perkembangan pers di Indonesia.

c. Keterkaitan Kolonialisme dengan Imperialisme.

Kata imperialisme berasal dari kata “imperium” yang berarti perintah, kemudian berubah arti menjadi hak memerintah atau kekuasaan memerintah, kemudian berubah lagi menjadi daerah dimana kekuasaan itu di lakukan.

Imperialisme dapat di bedakan menjadi dua yakni imperialisme kuno dan imperialisme modern. Imperialisme kuno adalah ambisi untuk mencari tanah jajahan dengan tujuan utama mennguasai perdagangan yang mempunyai ciri utamanya yaim Gold, Gospel dan Glory (kekayaan, penyebaran agama dan kejayaan). Sedangkan imperialisme modern adalah perluasan daerah jajahan sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, dan bahkan untuk mendapatkan tenaga kerja buruh yang murah.

Menurut Sukarno (1983: 14) imperialisme adalah suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengarahi ekonomi bangsa lain. Sedangkan menurut Suhartoto Harjosatoto (1985: 11) Imperialisme adalah nafsu untuk menguasai satu sistem wilayah bangsa lain. Adapun tujuan di berlakukannya Imperialisme menumt Soermarsono Mestoko (1985: 33) adalah:

1). Perjuangan untuk memperoleh daerah strategis, basis militer, serta urat nadi lalu lintas. 2). Keinginan untuk membangun imperium ekonomi demi kesejahteraan

bangsa yang mendominasi. 3). Keinginan untuk mendapatkan daerah baru untuk menanamkatt modalsurplus yang terdapat pada negara yang mendominasi. 4). Usaha untuk mencari sumber bahan mentah bagi keperluan bangsa yang mendominasi. 5). Untuk mencari pasaran dan bagi pemasaran barang-barang bangsa yang mendominasi. 6). Keinginan imtuk memperoleh prestasi yang datang sebagai akibat dari

commit to user

Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat keterkaitan kolonialisme dengan imperialisme yaitu sama-sama untuk menguasai dan mempengaruhi bangsa lain dalam segala bidang kehidupan. Pokok imperialisme adalah eksploitasi terhadap bangsa lain untuk kepentingan kaum Imperialis (Mother Country). Karena itu, pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara kolonialisme dengan imperialisme.

Belanda selalu berusaha mempengaruhi Indonesia melalui berbagai cara, mulai dari politik adu domba (devide at impera), pers dan lain sebagainya. Pers dipakai karena pers memiliki fungsi untuk mempengaruhi. Selain itu ada berbagai pengusaha Belanda yang menganggap pers akan membawa keuntungan yang besar. Samsudjin Probohardjono dalam buku Sejarah Pers dan Wartawan di Surakarta mengutip buku “Drie en dertig jaren op java” yang berisi atas perintah Jan Pieterszoon Coen dan mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Laurens Reaal, di Jakarta telah diterbitkan semacam surat kabar yang ditulis dengan tangan pada tahun 1615, dengan nama “Memories der Nouvelles”.

d. Bentuk-bentuk Kolonialisme

Supaya memperlancar kolonialisme, dibentuklah VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie ) agar seluruh proses kolonialisme terutama pengerukan sumber daya alam dapat terpusat dan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari alasan pendirian VOC yaitu untuk mendapatkan monopoli serta menghindarkan persaingan diantara orang-orang Belanda sendiri. Usaha yang dilakukan yaitu menggunakan politik adu domba (devide et impera) dan VOC menuntut dari bupati-bupati untuk menyerahkan hasil-hasil tanah, pekerja rodi dan waktu perang meminta bantuan rakyat (Mulyoto, 1989: 1-3).

Pada tahun 1800 VOC bangkrut sehingga Pemerintah Belanda mengambil alih peranan VOC dan sistem kolonialisme berubah menjadi konservatif. Gubernur Jendral Daendels sebagai pemimpin tertinggi Hindia Belanda mengesampingkan para Bupati dan membuat sistem administrasi yang kuat serta bersentral pada Napoleon (Mulyoto, 1989: 8-10).

Tahun 1811 pemerintahan Belanda beralih pada Inggris. Raffles ditunjuk

commit to user

yang bebas, sehingga petani dapat menentukan tanaman dagang yang hendak ditanam di luar negara. Tiga azas yang dipakai Raffles yaitu: Pertama, segala bentuk penyerahan wajib maupun kerja rodi dihapuskan. Kedua, peranan Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya Bupati dijadikan bagian yang integral dari pemerintah. Ketiga, pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, maka petani dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Semua azas ini dipengaruhi kebijakan Inggris di India sehingga tidak dapat berjalan sesuai dengan kemauan Raffles (Sartono kartodirdjo. 1975: 57-65).

Pemerintahan Inggris hanya berlangsung lima tahun dan berakhir tahun 1816. Belanda membuat sistem baru yaitu Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Sistem Tanam Paksa pada hakekatnya berarti pemulihan sistem ekploitasi berupa penyerahan wajib yang pernah dilaksanakan VOC. (Sartono kartodirdjo. 1975: 88-89). Kemenangan Golongan liberal di parlemen Belanda membawa perubahan besar di tanah jajahan. Pemerintah membuka tanah di Indonesia untuk disewakan bagi orang-orang Eropa sehinga perkebunan berkembang pesat di Indonesia. Sehingga pemilik tanah bekerja kepada pemodal asing sehingga terjadi penjajahan massal. Sistem liberal ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat meningkatkan pendapatan pemerintah kolonial (Mulyoto, 1989: 19-21). Namun hal itu membawa pengaruh besar bagi bangsa Indonesia sebab adanya peningkatan prasarana dan politik Etis. Politik Etis terdiri dari imigrasi, irigasi, dan edukasi. Namun dari ke tiganya yang bermanfaat bagi rakyat hanya bidang edukasi. (Sudiyo. 2003: 17)

e. Pengaruh Kolonialisme

Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Tanah jajahan merupakan obyek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah, sehingga pada masyarakat kolonial terdapat dua kekuatan yang berlawanan kepentingannya, yaitu bangsa sebagai penjajah dan bangsa yang terjajah, yang pada akhirnya menimbulkan pemberontakan dari kaum terjajah

commit to user

berbagai kebijakan yang diterapkan dalam berbagai bidang untuk mendukung kolonialisme maupun imperialisme yang terjadi di Indonesia. Salah satunya membentuk pers sebagai sarana komunikasi, baik antar pejabat maupun antara pusat dengan daerah. Kebijakan pemerintah lain, terutama politik etis membuat berkembangnya pendidikan untuk pribumi, sehingga muncul organisasi pergerakan nasional (Sudiyo. 2003: 24-25).

Pada abad ke-20 berkembang pergerakan nasional dan pers pribumi sebagai kembar siam, kedua bidang kegiatan bangsa indonesia yang hidup berdampingan(http://top73.blogspot.com. Diunduh 27 Februari 2011 pukul 14.00). Sehingga gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat kabar dan jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan partai, novel, nyanyian dan teater, serta pemberontakan, merupakan fenomena kebangkitan bumiputera. (Takashi Shiraishi, 1997: 57).

2. Pers

a. Pengertian Pers.

Istilah pers berasal dari bahasa Belanda dan dalam bahasa Inggris berarti “Press”. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara makna berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara di cetak (Effendy, 1994: 97). Pers adalah lembaga sosial yang merupakan subsistem pemerintahan di negara dimana pers beroperasi bersama-sama dengan subsistem lainnya. pers yaitu suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Pers dalam pengertian sempitnya dapat diartikan sebagai media massa cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya. Dalam pengertian luasnya pers berarti suatu lembaga/media massa cetak maupun elektronik (radio siaran, televisi, internet dan lain-lain) sebagai media yangg menyiarkan karya

commit to user

dari sistem pemerintahan yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah dalam membuat dan menetapkan suatu kebijakan. (F. Rachmadi 1990: 9-10). Sedangkan menurut Onong U Efendi, Pers yaitu penyiaran penyiaran, pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata-kata tertulis.

Dari berbagai pengertian pers di atas sehingga pers pada masa kolonial merupakan suatu lembaga dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik dan disampaikan menggunakan media cetak (surat kabar dan majalah) yang melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah.

b. Peran Dan Fungsi Pers.

Pers mempunyai peran penting sebagai alat perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat. Akap tetapi, perannya lebih menunjuk pada peran yang "membangun", untuk memberi informal, mendidik, dan menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu, pers juga berperan dalam penyampaian kebijaksanaan. Di samping itu masyarakat juga dapat menggunakan pers sebagai penyalur aspirasi dan pendapat serta kritik atau kontrol sosial.

Peran pers selain melakukan pemberitaan yang sesuai dengan fakta, juga berperan dalam pembentukan pendapat umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran politik rakyat. Berkaitan dengan perannya, sebagai agen perubahan sosial memiliki beberapa tugas yang dapat dilakukan untuk menunjang pembangunan sebagai salah satu tempat terjadinya pembaharuan dan perubahan sosial. Menurut F. Rachmadi (1990: 17), tugas pers adalah:

1). Pers dapat memperluas pandangan. Melalui pers, orang dapat

mengetahui kejadian-kejadian yang dialami negara lain. 2). Pers dapat memusatkah perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya, Dalam masyarakat modem, gambaran kita tentang lingkungan yang jauh diperoleh dari pers dan media massa lainnya. Masyarakat mulai menggantungkan pengetahuan pada pers dan media massa lainnya.

commit to user

suatu masyarakat dapat mengubah kehidupan mereka dengan cara meniru apa yang telah disampaikan oleh media tersebut.

4). Pers mampu menciptakan suasana membangun. Melalui pers dan media massa dapat disebar luaskan informasi kepada masyarakat. Pers dapat memperluas cakrawala pemikiran serta membangun simpati.

Peranan pers di atas memperlihatkan apa yang dapat dilakukan oleh pers dan media massa sebagai agen perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat. Selain hal tersebut di atas, tentu saja masih banyak lagi peranan yang dapat dilakukan oleh pers.

Pers juga mempunyai fungsi yang penting dalam komunikasi massa. Fungsi pers pada hakekatnya bersifat relatif dan bertalian dangan keperluan yang beraneka ragam di dalam masyarakat dan negara yang berbeda-beda. Pers tidak lepas dari struktur masyarakat, oleh karena itu struktur sosial dan poiitik sifatnya menentukan bagi corak, sepak terjang, serta tujuan yang hendak dicapai pers. Sebagai salah satu media komunikasi, pers turut ambil bagian dalam proses perubahan masyarakat dan pers dapat memberikan sumbangannya yang cukup besar sebagai alat perubahan sosial dalam usaha pembangunan bangsa.

Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebaran gagasan, cita-cita, serta pikiran manusia. Menurut pendapat Wilbur Schram yang dikutip oleh F. Rachmadi (1970: 20) mengatakan bahwa surat kabar merupakan buku harian tercetak bagi manusia, dan merupakan sumber informasi terperinci serta interpretasi tentang masalah-masalah umum. Dari pemyataan tersebut, terlihat bahwa pentingnya surat kabar itu terletak pada aspek edukasi yang dibawakannya.

Onong U Efendi (1986: 207), mengemukakan tentang empat fungsi pers. Ke empat fungsi pers tersebut adalah:. 1). Fungsi menyiarkan informasi

Menyiarkan merupakan fungsi pers yang pertama dan utama. Khalayak yang membeli surat kabar memerlukan informasi mengenai peristiwa- peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang dikatakan orang lain. Informasi pers ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni

commit to user

realistas kehidupan masyarakat. Sehingga timbul ketertarikan dari pembaca yang berakibat pada fungsi pers yang lainnya.

2). Fungsi mendidik. Fungsi mendidik adalah pers yang memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan (education), sehingga khalayak pembaca bertambah ilmu pengetahuannya. Fungsi mendidik secara implisit terdapat pada tajuk rencana, cerita bersambung atau berita bergambar. Kadang tulisan orang terpandang yang berfungsi mendidik masyarakat, memasyarakatkan kebijakan politik maupun sosial. Pendidikan politik dari surat kabar ini amatlah berhara sebab dapat membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti akan keadaan bangsanya .

3). Fungsi menghibur. Merupakan fungsi surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel berbobot. Maksud pemuatan isi surat kabar yang bersifat hiburan ini semata-mata untuk melemaskan pikiran pembaca setelah di hidangi berita dan artikel berat. Pada fungsi hiburan, pers Indonesia saat itu belumlah sampai pada tahap ini. Pers saat itu lebih berfungsi menunjang pergerakan nasional ketimbang sebagai sarana hiburan.

4). Fungsi mempengaruhi. Fungsi mempengaruhi pada pers menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari pers ini secara implisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel.

Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat (2005: 27-29) lebih memperjelas fungsi pers yang berdasarkan teori bertanggung jawab menjadi delapan, yaitu:

commit to user

Yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak, kemudian menuliskannya dalam kata-kata.

2. Fungsi kontrol Pers yang bertanggung jawab adalah masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan.

3. Fungsi interpretatif dan direktif Yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan kepada masyarakat. Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyarakat.

4. Fungsi menghibur Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting.

5. Fungsi regeneratif Yaitu menceritakan bagaimana suatu itu dilakukan dimasa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu diselesaikan, dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah.

6. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara Yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Dalam beberapa hal rakyat hendaknya diberi kesempatan untuk menulis dalam media untuk melancarkan kritiknya terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.

7. Fungsi ekonomi Yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Iklan menjadi penghasilan tambahan untuk meningkatkan pendapatan selain dari penjualan surat kabar.

commit to user

8. Fungsi swadaya Yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari pengaruh serta tekanan dalam bidang keuangan.

Pers yang muncul di Indonesia berkembang dari berbagai golongan dan kepentingan, sehingga mempengaruhi pada fungsi pers. Dari berbagai fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa pers masa sebelum tahun 1928 berfungsi:

1. Fungsi Informasi Pers menyampaikan informasi yang tersaji dalam berita kepada khalayak umum. Informasi yang dimaksud berupa peristiwa- peristiwa yang terjadi, gagasan dan pikiran orang lain, serta apa yang dikatakan orang lain. Informasi pers ini berupa aktualisasi dari realitas kehidupan masyarakat.

2. Fungsi Mempengaruhi. Pers dapat mempengaruhi masyarakat melalui berita-beritanya, yang menyebabkan pers harus berhati-hati dalam menyampaikan berita agar tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Selain itu, pemikiran-pemikiran dari penulis dimasukkan untuk mengerucutkan pendapat masyarakat dalam suatu peristiwa.