Landasan Teori

B. Landasan Teori

Karst adalah suatu istilah untuk medan yang merupakan hasil dari proses pelarutan batugamping. Ciri-ciri utama kawasan karst, diantaranya adalah lebih dominannya aliran bawah permukaan, dan sangat minimnya aliran permukaan. Secara kimiawi, proses pembentukan karst atau karstifikasi adalah terjadinya reaksi antara zat padat yang mengandung mineral karbonat, zat cair atau air yang mengandung unsur-unsur terlarut tertentu, dan gas atau udara yang berisi gas karbondioksida. Dalam hal ini peranan dari gas karbondioksida menjadi sangat penting, karena bila gas karbondioksida yang terlarut dalam air besar, maka proses pelarutan akan berjalan dengan intensif, demikian pula sebaliknya.

Secara umum sumber utama komponen airtanah karst dapat dibagi menjadi 4, yaitu: (1) aliran permukaan (sungai) yang masuk ke akuifer karst melalui ponor, dikenal sebagai imbuhan allogenic; (2) aliran permukaan dan hujan yang jatuh ke suatu cekungan karst tertutup dan kemudian masuk ke akuifer karst melalui sinkhole atau ponor, dikenal sebagai internal runoff; (3) air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan kemudian terinfiltrasi secara perlahan-lahan melalui pori-pori tanah, dikenal sebagai diffuse infiltration; dan (4) imbuhan dari akuifer di atas batuan gamping, bila ada. Komponen-komponen tersebut mempunyai peranan sendiri- sendiri terhadap karstifikasi yang berlangsung karena sifat dan kedudukannya yang berbeda-beda, termasuk kandungan gas karbondioksidanya.

Secara sederhana, tipe aliran pada komponen airtanah karst dapat dibagi menjadi dua yaitu tipe saluran (conduit) dan tipe rembesan (diffuse), atau campuran antara keduanya (mixed). Hal tersebut dapat digunakan untuk mengkategorikan dua sistem akuifer yang berkembang di daerah karst yaitu sistem diffuse-flow karst aquifer atau akuifer dengan sistem aliran dominan rembesan; atau sistem free-flow karst aquifer yang didominasi oleh lorong-lorong conduit. Secara prinsip para ahli karst membagi sifat aliran pada akuifer karst menjadi tiga komponen yaitu aliran saluran/lorong (conduit), celah (fissure), dan rembesan (diffuse), sehingga jika karakteristik pelepasan komponen-komponen aliran tersebut dapat diketahui, maka tingkat perubahan atau pelebaran pelorongan karst yang mengontrol banyak sedikitnya aliran dasar saat kemarau akan dapat diprediksi.

Sifat akuifer karst dapat dijelaskan karakteristiknya jika diketahui berapa besar perbandingan antara komponen aliran diffuse dan conduitnya. Selain itu, perilaku akuifer dalam melepaskan komponen-komponen alirannya secara temporal, khususnya pada saat kejadian banjir merupakan cerminan dari kondisi jaringan percelahan yang ada di akuifer.

Sistem Karst Dinamis (SKD) adalah sistem yang terdiri dari 3 fase yang dibatasi oleh interface yaitu fase-fase CO 2 -HCO 3 -H 2 O. SKD dapat berupa sistem terbuka (open system) sehingga sepanjang waktu akan mengalami perubahan interaksi antar fase yang sangat cepat, karena masing-masing fase yang terhubung oleh lobang-lobang conduit. SKD juga dapat merupakan sistem yang cenderung tertutup (closed system), sehingga pada suatu waktu proses pelarutan dapat tidak berlangsung atau berlangsung secara lambat. Pola dan perilaku dari SKD dapat diidentifikasi dengan mencari hubungan mutual antara paramater SKD diantaranya

adalah agresivitas air untuk melarutkan batgamping (SI), pH, HCO -

3 , dan gas karbondioksida.

Karakterisasi akuifer karst oleh sebagian besar hidrolog dianggap tidak mudah karena sifatnya yang heterogen dan anisotropis. Karena keunikan sifat akuifer serta komponen alirannya, maka hampir semua penelitian hidrologi di akuifer karst tidak menggunakan metode penelitian yang bersifat deduktif (mengunakan distribusi sifat permukaan untuk mengkarakterisasi sifat alirannya), tetapi lebih cenderung menggunakan sifat penelitian dengan metode survai induktif pada sungai bawah tanah, atau air tetesan pada gua.

Salah satu pendekatan ilmiah yang dapat menjelaskan proses aliran airtanah karst dan reaksi yang terjadi adalah pendekatan hidrogeokimia. Pendekatan hidrogeokimia airtanah adalah ilmu interdisipliner yang membahas karakter kimia air di lingkungan bawah permukaan tanah. Di daerah karst, pendekatan ini dipakai untuk mendeskripsikan sifat dan distribusi sistem aliran pada akuifer karst yang unik, karena pendekatan lain sangat sulit dilakukan. Pendekatan hidrogeokimia merupakan metode yang dianggap paling representatif karena komposisi kimia airtanah karst merupakan cerminan dari proses pelarutan yang berlangsung searah aliran airtanah Salah satu pendekatan ilmiah yang dapat menjelaskan proses aliran airtanah karst dan reaksi yang terjadi adalah pendekatan hidrogeokimia. Pendekatan hidrogeokimia airtanah adalah ilmu interdisipliner yang membahas karakter kimia air di lingkungan bawah permukaan tanah. Di daerah karst, pendekatan ini dipakai untuk mendeskripsikan sifat dan distribusi sistem aliran pada akuifer karst yang unik, karena pendekatan lain sangat sulit dilakukan. Pendekatan hidrogeokimia merupakan metode yang dianggap paling representatif karena komposisi kimia airtanah karst merupakan cerminan dari proses pelarutan yang berlangsung searah aliran airtanah

SBT Bribin merupakan salah satu sistem sungai bawah tanah yang dominan di daerah karst Gunung Sewu, karena sistem perguaannya yang sudah diketahui dan melewati beberapa gua yang dapat dimonitor perilakunya dengan pemasangan alat tertentu pada gua-gua tersebut. Potensi debit sungai ini tergolong cukup besar dan kelangsungan dari sumberdaya air sistem ini sangat diharapkan untuk kelangsungan penduduk yang hidup di sekitarnya. Dengan kenyataan ini, sangat menarik untuk dikaji bagaimana peranan dari komponen aliran, baik itu diffuse, fissure, dan conduit terhadap perkembangan endokarst di daerah penelitian, termasuk bagaimana hubungannya dengan variasi spasial dan temporal dari proses pelarutan yang berlangsung, serta lebih jauh lagi bagaimana peranannya terhadap perilaku SKD sepanjang SBT Bribin secara time-series selama kurang lebih 1 tahun. Pemahaman mengenai perbedaan kondisi hidrologi dalam hal ini adalah SBT Bribin yang mencakup karakteristik aliran, hidrogeokimia, serta agresivitasnya serta hubungannya dengan karakteristik SKDnya dalam suatu ruang yaitu daerah tangkapan hujan SBT Bribin, merupakan pendekatan utama dalam kajian geografi, dan bertujuan untuk membedakan karakteristik tiap-tiap titik pengamatan secara spasial dan temporal serta mengkaitkannya antara titik pengamatan. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab bagaimanakah sifat aliran SBT Bribin yang didekati dengan fluktuasi debit aliran dan persentase aliran dasarnya secara temporal dalam lingkup daerah tangkapan, hubungan sifat aliran dengan kondisi hidrogeokimianya, SBT Bribin merupakan salah satu sistem sungai bawah tanah yang dominan di daerah karst Gunung Sewu, karena sistem perguaannya yang sudah diketahui dan melewati beberapa gua yang dapat dimonitor perilakunya dengan pemasangan alat tertentu pada gua-gua tersebut. Potensi debit sungai ini tergolong cukup besar dan kelangsungan dari sumberdaya air sistem ini sangat diharapkan untuk kelangsungan penduduk yang hidup di sekitarnya. Dengan kenyataan ini, sangat menarik untuk dikaji bagaimana peranan dari komponen aliran, baik itu diffuse, fissure, dan conduit terhadap perkembangan endokarst di daerah penelitian, termasuk bagaimana hubungannya dengan variasi spasial dan temporal dari proses pelarutan yang berlangsung, serta lebih jauh lagi bagaimana peranannya terhadap perilaku SKD sepanjang SBT Bribin secara time-series selama kurang lebih 1 tahun. Pemahaman mengenai perbedaan kondisi hidrologi dalam hal ini adalah SBT Bribin yang mencakup karakteristik aliran, hidrogeokimia, serta agresivitasnya serta hubungannya dengan karakteristik SKDnya dalam suatu ruang yaitu daerah tangkapan hujan SBT Bribin, merupakan pendekatan utama dalam kajian geografi, dan bertujuan untuk membedakan karakteristik tiap-tiap titik pengamatan secara spasial dan temporal serta mengkaitkannya antara titik pengamatan. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab bagaimanakah sifat aliran SBT Bribin yang didekati dengan fluktuasi debit aliran dan persentase aliran dasarnya secara temporal dalam lingkup daerah tangkapan, hubungan sifat aliran dengan kondisi hidrogeokimianya,