Variasi dan karakter spasial dan temporal agresivitas air SBT Bribin
1. Variasi dan karakter spasial dan temporal agresivitas air SBT Bribin
Tingkat agresivitas air terhadap batuan karbonat atau kemampuan air untuk melarutkan batuan karbonat merupakan salah satu faktor penting yang sering dikaji untuk mendeskripsikan proses pelarutan pada akuifer karst. Menurut Vesper and White (2004) derajat agresivitas ini lazim dinyatakan dalam suatu indeks yang dikenal sebagai indeks kejenuhan atau Saturation Indices (SI) terhadap mineral kalsit. Seperti yang sudah dijelaskan pada rumus (5), maka oleh White (1997) rumus tersebut dijabarkan lagi sebagai berikut:
Gambar 4.72. Variasi Spasial dan Temporal Hidrogeokimia di SBT Bribin
K 1 ,K 2 , adalah konstanta kesetimbangan pada penguraian H 2 CO 3 yang pertama dan kedua, K C adalah konstanta pelarutan produk mineral kalsit, K CO2 adalah konstanta pelarutan gas karbondioksida di air, a 2+ Ca adalah aktivitas ion kalsium, a -
HCO3 adalah aktivitas ion bikarbonat, dan γ koefisien aktivitas ion sampel yang akan dicari.
Klasifikasi nilai agresivitas disebutkan pada Tabel 3.3. yang menjelaskan bahwa nilai SI diatas 0 merupakan kondisi jenuh untuk melarutkan mineral kalsit (supersaturated), nilai SI=0 adalah kondisi setimbang (equilibrium), dan nilai SI dibawah 0 air bersifat agresif untuk melarutkan mineral kalsit (undersaturated). Distribusi nilai agresivitas (SI) secara temporal dan spasial sepanjang SBT Bribin disajikan pada Gambar 4.73.
Dari Gambar 4.73. terlihat bahwa secara temporal, umumnya air sungai bawah tanah gua-gua sepanjang SBT Bribin mempunyai pola yang sama yaitu mengalami peningkatan nilai indeks kejenuhan dari periode akhir musim hujan 2006 menuju puncak kemarau 2006, dan selanjutnya mengalami penurunan nilai dan pada beberapa tempat mengalami sedikit fluktuasi tergantung dari sifat dan fluktuasi banjir yang terjadi. Secara spasial nilai kenaikan dan penurunan nilai SI kalsit mempunyai julat yang berbeda-beda (Tabel 4.34.)
Gambar 4.73. Variasi Temporal Nilai Indeks Kejenuhan (SI) Gua-Gua di SBT Bribin Tabel 4.34. Distribusi Nilai SI di SBT Bribin
Lokasi Posisi
Musim kemarau
Kriteria
Musim hujan Kriteria
Sungai Pentung Masukan
-0,01 s/d 1,13
Hampir jenuh s/d
0,18 s/d -0,61 Jenuh s/d agresif
sangat jenuh
Luweng Hulu
0,06 s/d -1,04 Agak jenuh s/d Jomblangan
-0,43 s/d 0,63
Sangat agresif s/d
agresif Gua Gilap
jenuh
Tengah-hulu
-0,15 s/d 1,18
Agresif s/d sangat
-0,51 s/d -1,21 Agresif s/d sangat
agresif Gua Ngreneng
jenuh
Bocoran-hilir
-0,22 s/d 0,05
Agresif s/d agak
-0,96 s/d -0,99 Sangat agresif
jenuh
Gua Bribin Hilir
-0,93 s/d 0,29
Agresif s/d agak
-0,12 s/d -1,01 Agresif s/d sangat
jenuh
agresif
Dari Tabel 4.34. terlihat bahwa julat indeks kejenuhan (SI) pada tiap-tiap gua mempunyai perbedaan nilai. Jika dilihat dari posisi dan kedudukannya, pada musim kemarau dan penghujan gua-gua di bagian hilir (Gua Bribin dan Ngreneng) mempunyai nilai SI yang agresivitasnya lebih konstan dibanding gua-gua yang lain (julatnya tidak terlalu besar). Hal ini dapat dilihat di Gua Bribin yang memiliki persentase aliran dasar (PAD) paling stabil dibandingkan gua-gua yang lain. Meskipun demikian, sepanjang tahun air sungai bawah tanah di Gua Bribin mempunyai sifat paling agresif dibanding dengan tempat lain, bahkan nilai SI di Gua Bribin belum pernah melebihi angka 0 (setimbang) pada musim hujan (selalu agresif). Hal yang sama juga dijumpai di Gua Ngreneng. Jika dibandingkan dengan nilai SI di gua bagian hulu, sebagai contoh adalah Gua Gilap, maka Gua Gilap di musim kemarau mencapai nilai SI tertinggi sebesar 0,61, menunjukkan bahwa proses pelarutan sudah terhenti, bahkan pada awal musim kemarau nilai SI positif sudah tercapai. Hal yang sama juga dijumpai di Gua Jomblangan dan Sungai Pentung. Sebaliknya, hal demikian tidak ditemukan di gua-gua bagian hilir. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembentukan endapan gua (terutama saat kemarau) lebih intensif terjadi pada gua-gua di daerah hulu, sementara proses pelebaran lorong (pelarutan) yang lebih intensif yang ditandai dengan nilai SI negatif terjadi di gua- gua bagian hilir (Gua Bribin dan Ngreneng), meskipun pada saat musim hujan proses-proses tersebut lebih dipengaruhi oleh pasokan komponen aliran conduit dari air hujan. Kenyataan distribusi nilai SI ini mengindikasikan bahwa terdapat proses percampuran (mixing) yang lebih intensif antara komponen aliran diffuse dan fissure di gua-gua bagian hilir. Ford and Williams (1992), Bogli (1980), Plummer (1975), dan Jankowski and Jacobson (1991) menjelaskan bahwa percampuran antara dua air yang masing-masing sudah jenuh (SI=positif) terhadap mineral kalsit mampu menurunkan nilai SI kalsit dan menyebabkan air menjadi agresif untuk melarutkan Dari Tabel 4.34. terlihat bahwa julat indeks kejenuhan (SI) pada tiap-tiap gua mempunyai perbedaan nilai. Jika dilihat dari posisi dan kedudukannya, pada musim kemarau dan penghujan gua-gua di bagian hilir (Gua Bribin dan Ngreneng) mempunyai nilai SI yang agresivitasnya lebih konstan dibanding gua-gua yang lain (julatnya tidak terlalu besar). Hal ini dapat dilihat di Gua Bribin yang memiliki persentase aliran dasar (PAD) paling stabil dibandingkan gua-gua yang lain. Meskipun demikian, sepanjang tahun air sungai bawah tanah di Gua Bribin mempunyai sifat paling agresif dibanding dengan tempat lain, bahkan nilai SI di Gua Bribin belum pernah melebihi angka 0 (setimbang) pada musim hujan (selalu agresif). Hal yang sama juga dijumpai di Gua Ngreneng. Jika dibandingkan dengan nilai SI di gua bagian hulu, sebagai contoh adalah Gua Gilap, maka Gua Gilap di musim kemarau mencapai nilai SI tertinggi sebesar 0,61, menunjukkan bahwa proses pelarutan sudah terhenti, bahkan pada awal musim kemarau nilai SI positif sudah tercapai. Hal yang sama juga dijumpai di Gua Jomblangan dan Sungai Pentung. Sebaliknya, hal demikian tidak ditemukan di gua-gua bagian hilir. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembentukan endapan gua (terutama saat kemarau) lebih intensif terjadi pada gua-gua di daerah hulu, sementara proses pelebaran lorong (pelarutan) yang lebih intensif yang ditandai dengan nilai SI negatif terjadi di gua- gua bagian hilir (Gua Bribin dan Ngreneng), meskipun pada saat musim hujan proses-proses tersebut lebih dipengaruhi oleh pasokan komponen aliran conduit dari air hujan. Kenyataan distribusi nilai SI ini mengindikasikan bahwa terdapat proses percampuran (mixing) yang lebih intensif antara komponen aliran diffuse dan fissure di gua-gua bagian hilir. Ford and Williams (1992), Bogli (1980), Plummer (1975), dan Jankowski and Jacobson (1991) menjelaskan bahwa percampuran antara dua air yang masing-masing sudah jenuh (SI=positif) terhadap mineral kalsit mampu menurunkan nilai SI kalsit dan menyebabkan air menjadi agresif untuk melarutkan