P eraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan

P eraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan

Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pedoman pertimbangan teknis ini memuat ketentuan dan syarat penggunaan, serta pemanfaatan tanah yang menjadi persyaratan dalam penerbitan izin lokasi, penetapan lokasi, atau izin perubahan penggunaan tanah.

Ketiganya dapat dibedakan berdasarkan definisinya. Penerbitan penggunaan tanah; 6) ketersediaan tanah; dan 7) pertimbangan izin lokasi diterbitkan kepada perusahaan untuk memperoleh

teknis pertanahan.

tanah yang diperlukan untuk penanaman modal, dan berlaku pula Pertimbangan teknis pertanahan dilaksanakan oleh Tim sebagai izin pemindahan hak dan digunakan untuk keperluan usaha

Pertimbangan Teknis Pertanahan dibantu oleh petugas sekretariat penanaman modalnya. Berbeda dengan izin lokasi, penetapan

dan petugas lapangan yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan lokasi merupakan dasar pemberian keputusan penetapan lokasi

dengan luas dan jenis kegiatan yang dimohon. tanah yang akan digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan

Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memenuhi ketentuan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

perundangan, antara lain:

Sedangkan izin perubahan penggunaan tanah merupakan dasar pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan perubahan

1. Sesuai dengan fungsi kawasan Rencana Tata Ruang Wilayah penggunaan dan pemanfaatan tanahnya.

(RTRW) yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah; Pertimbangan teknis ini harus terselenggara dengan ketentuan,

2. Jika RTRW belum tersedia, dapat berpedoman pada matriks meliputi: ( i ) tidak boleh mengorbankan kepentingan umum; ( ii )

kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai rujukan tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya; ( iii )

awal;

memenuhi azas keberlanjutan; ( iv ) memperhatikan azas keadilan;

3. Rencana dan pengembangan lokasi harus memperhatikan ( v ) memenuhi ketentuan peraturan perundangan.

ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah pada Pertimbangan teknis pertanahan menghasilkan 2 (dua) keluaran,

kawasan tertentu, seperti kawasan hutan; kawasan otorita; meliputi: 1) risalah pertimbangan teknis pertanahan; dan 2)

4. Harus disertai persyaratan dokumen lingkungan seperti AMDAL/ peta-peta pertimbangan teknis pertanahan seperti terlihat pada

KLHS sesuai ketentuan peraturan perundangan. Gambar 1. Risalah pertimbangan teknis pertanahan terdiri dari

Pembinaan dan pemantauan dilakukan terhadap izin lokasi yang

2 (dua), pertama persetujuan atau penolakan terhadap seluruh telah dikeluarkan. Penyelenggaraan pembinaan dan pemantauan atau sebagian tanah yang digunakan untuk jenis penggunaan dan

dilaksanakan dengan memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu: 1) risalah pemanfaatan tanah tertentu yang diajukan pemohon melalui izin

pertimbangan teknis pertanahan; dan 2) ketentuan pada Peraturan lokasi, penetapan lokasi atau izin perubahan penggunaan tanah.

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Kedua, ketentuan dan syarat-syarat dalam penggunaan dan

Izin Lokasi. Hasil pembinaan dan pemantauan menjadi bahan pemanfaatan tanah bagi seluruh atau sebagian tanah yang akan

pertimbangan dalam pembatalan izin lokasi. Pembatalan izin lokasi digunakan untuk jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah tertentu

dilaksanakan oleh Kepala BPN RI atas usulan: ( i ) Pemerintah yang disetujui.

Provinsi dengan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Sementara, peta-peta pertimbangan teknis pertanahan, terdiri

Pertanahan Nasional; dan ( ii ) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan dari: 1) petunjuk letak lokasi; 2) penggunaan tanah; 3) gambaran

pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan [rz]. umum pengguasaan tanah; 4) kemampuan tanah; 5) kesesuaian

Gambar 1. Keluaran Pertimbangan Teknis Pertanahan

18 buletin tata ruang & pertanahan

Rancangan Kebijakan Bidang Pertanahan dalam Kerangka Regulasi

koordinasi

alam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (TRP) bersama dengan Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan dan Direktorat Hukum dan HAM-Kementerian

D PPN/Bappenas menyelenggarakan diskusi terhadap isu strategis Bidang Pertanahan pada Jumat, 10 Januari 2014. Pembahasan

dalam diskusi tersebut difokuskan pada Rencana Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan. Berdasarkan hasil background study RPJMN 2015-2019 Bidang

penyelesaian melalui mediator, kembali dimasukan ke pengadilan Pertanahan terdapat beberapa isu strategis, yaitu: 1) perubahan

formal.

sistem pendaftaran tanah stelsel negatif menjadi stelsel positif; Pembentukan Kamar Khusus (Special Chamber)

2) pembentukan pengadilan khusus pertanahan; 3) pembentukan Mengingat peradilan formal yang ada saat ini belum dapat bank tanah; 4) redistribusi tanah dan reforma akses; dan 5)

menyelesaikan kasus pertanahan dengan asas murah, mudah, peningkatan jumlah proporsi Sumber Daya Manusia (SDM) bidang

dan cepat, maka diusulkan pembentukan pengadilan khusus pertanahan khusus juru ukur.

pertanahan. Namun pembentukan pengadilan khusus pertanahan Saat ini, kondisi peraturan perundang-undangan yang ada di

akan sulit dilaksanakan karena terkendala beberapa hal, yakni: Indonesia sudah mencapai kondisi kelebihan regulasi atau

a) pembentukan pengadilan khusus memerlukan UU khusus yang dikenal dengan hyper regulation, sehingga semakin menimbulkan

mengatur hukum acara peradilan;

ketidakpastian hukum dan biaya tinggi. Untuk itu, kerangka regulasi ke depan harus diubah agar asas hukum yang berlaku

b) kebutuhan SDM yang cukup banyak, khususnya hakim dengan menjadi mudah, murah, dan cepat. Sebagai contoh, penyelesaian

kualifikasi tertentu dan jenjang karir yang pasti; dan kasus pertanahan di Jepang lebih banyak pada pengadilan tingkat

c) kebutuhan anggaran yang cukup besar.

pertama dan sedikit yang diangkat pada tingkat kasasi, sehingga Berdasarkan pengalaman, beberapa pengadilan khusus yang ada penyelesaian kasus lebih murah dan tidak berlarut-larut. Kondisi ini

saat ini tidak terlalu efektif dalam menyelesaikan suatu kasus. berimplikasi pada kebutuhan SDM di bidang hukum (hakim, jaksa)

Dengan demikian, yang paling memungkinkan adalah membentuk yang berkualitas dalam jumlah banyak pada pengadilan tingkat

kamar khusus (special chambers) pertanahan pada pengadilan pertama.

umum. Untuk itu, jumlah SDM dan anggaran yang dibutuhkan tidak Di Indonesia, sistem hukum pertanahan yang berlaku saat ini

terlalu besar.

meliputi hukum formal (positif) dan hukum non formal (hukum Pada prosesnya, pembentukan kamar khusus pertanahan pada adat). Fakta di lapangan mencatat bahwa penanganan kasus

pengadilan negeri masih memerlukan assessment termasuk pertanahan dapat masuk ke beberapa lingkungan peradilan.

regulasi yang diperlukan. Selain itu, perlu dilakukan pendalaman Keputusan yang dihasilkan pun dapat berbeda satu dengan lainnya

lebih lanjut terkait tipe kasus dan mekanisme penyelenggaraan sehingga keputusan peradilan tersebut tidak dapat dilaksanakan,

kasus. Kasus yang masuk dipastikan hanya tentang pertanahan bahkan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum hak atas

dan tidak bisa masuk ke pengadilan lain. Untuk itu, diperlukan tanah dan menjadi sumber konflik antarmasyarakat. Selain itu,

konsep-konsep yang disusun oleh pakar hukum, hakim, dan pakar penyelesaian kasus pertanahan seringkali tidak dapat diselesaikan

bidang pertanahan yang menjelaskan kebutuhan kamar khusus pada pengadilan tingkat pertama melainkan harus diselesaikan

pertanahan, termasuk di dalamnya substansi keputusan final dalam pada tingkat Mahkamah Agung (MA). Kondisi ini mendorong

kerangka waktu tertentu dan identifikasi tipe kasus pertanahan [ih/ timbulnya pemikiran perlunya pembentukan Pengadilan Khusus

ay].

yang menangani kasus-kasus pertanahan. Keputusan yang diambil pada pengadilan khusus pertanahan tersebut harus bersifat final

dan mengikat sehingga penyelesaian kasus pertanahan diharapkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan: lebih murah, mudah, dan cepat.

a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; Secara umum penyelesaian kasus pertanahan dapat dilakukan

b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi melalui beberapa pendekatan yaitu secara formal melalui

baik antarDaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pengadilan (atau dikenal dengan litigasi) maupun informal melalui

pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; pendekatan penyelesaian oleh masyarakat sendiri (atau yang

c) menjamin keterkaitan dan konsistensi dikenal dengan pendekatan

community based). Alternatif lain antara perencanaan, penganggaran,

penyelesaian kasus pertanahan adalah melalui mediator atau

pelaksanaan, dan pengawasan;

dikenal dengan

alternative dispute resolution (ADR) yang tidak d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; perlu dilaksanakan di pengadilan. Berbagai pendekatan tersebut

tahukah anda

e) menjamin tercapainya penggunaan

telah dilaksanakan namun masih memiliki kelemahan, misalnya

sumber daya secara efisien, efektif,

pendekatan community based dan mediator sering kali tidak ditaati berkeadilan, dan berkelanjutan. oleh pihak yang bersengketa sehingga keputusan tidak dapat

dilaksanakan. Bahkan pada beberapa kasus, setelah dilakukan

Sumber: Undang-Undang No. 25 Tahun 2004

buletin tata ruang & pertanahan 19

Pertemuan Perdana Kegiatan Tim Koordinasi

Strategis Reforma Agraria Nasional (RAN)

Koordinasi