Pertunjukan Jalannya Maena Dalam Konteks Perkawinan Masyarakat Nias

3.7 Pertunjukan Jalannya Maena Dalam Konteks Perkawinan Masyarakat Nias

Untuk melihat fungsi maena dalam konteks upacara perkawinan pada masyakarakat Nias di Kota Medan, yaitu masyarakat Mandrehe yang merupakan salah satu kecamatan kabupaten Nias barat, akan lebih mudah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses dan tahap-tahap upacara adat perkawinan tersebut namun sebelum Untuk melihat fungsi maena dalam konteks upacara perkawinan pada masyakarakat Nias di Kota Medan, yaitu masyarakat Mandrehe yang merupakan salah satu kecamatan kabupaten Nias barat, akan lebih mudah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses dan tahap-tahap upacara adat perkawinan tersebut namun sebelum

Tata cara jalannya upacara pesta adat perkawinan masyarakakat Nias yakni setelah pemberkatan yang dilangsungkan di gereja, kedua mempelai, kelompok kerabat, berikut rombongan pengiring tiba dilokasi pesta. Setibanya di lokasi pesta,seorang protokol atau MC membacakan tata cara saat memasuki gedung. Namun bagi masyarakat Nias di Kota Medan sebelum masuk, pihak tome (tamu) menyanyikan lagu- lagu gerejawi dalam bahasa Nias ataupun dengan bahasa Indonesia. Mulai dari pemberkatan hingga nyanyian gerejawi terasa nilai-nilai ajaran Kristen begitu mempengeruhi bentuk upacara perkawinan ini, dimana ada fungsi adat yang digantikan dengan fungsi gereja, yaitu pengesahan oleh kelompok adat yaitu ere digantin dengan pemberkatan oleh pendeta.

(a) Fora’u tanga (salama-salaman). Setibanya di lokasi pesta pihak laki-laki, para ibu-ibu dan kerabat keluarga pihak mempelai wanita menyambut mereka dengan saling bersalam-salaman dengan tujuan menyambut para tamu karena sudah datang. Pada acara salam-salaman ini kedua mempelai berjalan kedepan dengan ditemi oleh kedua pendamping mempelai laki-laki dan perempuan, kemudian disusul oleh keluarga,

family dan kerabat mempelai laki-laki. Pada saat pihak tamu sampai dilokasi pesta, pihak pengantin wanita (sowatö) berada di depan menyambut kedatangan mempelai laki-laki.kemudian setelah selesai salam-salaman, maka kedua mempelai wanita dan mempelai laki-laki dipersilah untuk duduk dipelaminan. Setelah dipersilahkan untuk duduk, pihak tome dan pihak sowatö berpisah tempatnya dimana mempelai wanita berada di posisi sebelah kiri dan mempelai laki-laki berada di sebelah kanan. Masing- masing elemen upacara terdiri dari: kedua mempelai berada didepan para kerabat dan tamu undangan. Setelah duduk ditempat masing-masing dilangsungkan tarian faluaya yang bersifat sebagai hiburan (bukan unsure wajib, sesuai dengan keinginan dan kondisi). Pada setiap prosesnya dipandu oleh seorang protokol yang menyampaikan tatatertib upacara dengan menggunakan alat pengeras suara.

(b) Fanunö (nyanyian gereja). Setelah kedua pihak telah dipersilahkan duduk dan semua kerabat maka diadakan nyanyian pembukaan berupa nyanyian gerejawi dimana bertujuan bahwa acara akan segera dimulai maka kedua belah pihak menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pelaksanaan acara ini dapat berjalan dengan baikyang dipimpin oleh pendeta setempat. setelah acara ini selesai maka seorang protokal membacakan acara selanjutnya. Pada susunan acara perkawinan yang penulis teliti ini dilangsungkan berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Kemudian acara fangowai dome dan fangowai zowatö. Pada acara fangowai dome dan faongawi zowatö ini tidak menggunakan alat musik pengiring dan bukan dalam konteks maena.

(c) Fame’e bola nafo. Pada acara ini pengantin laki-laki dengan sangat berhati- hati menyerahkan bola nafo kepada ibu-ibu yang telah duduk dibagian depan ditempat yang telah disediakan yang terdiri dari: ina (ibu dari pengantin perempuan), iwa (istiri dari salah seorang saudara kandung ayah pengantin perempuan), uwu (istri dari pihak paman), huwa (istri dari kakek), banua (salah seorang istri dari tokoh masyarakat sekitar

dan mempunyai hubungan keluarga dengan pengantin dan Si’o atau penghubung yang terdiri dari Si’o narö gosali dan Si’o samatörö lala). Pada acara fame’e afo pengantin laki-laki dalam pemberiannya harus tunduk dan tidak boleh berdiri karena dalam filsafah orang Nia, pengantin laki-laki merupakan orang yang datang dari bawah (sanörö tou). Setelah penyerahan bola nafo, maka dipertunjukan maena yang merupakan bagian dari susunan acara pesta perkawinan. Pada pelaksanaan maena yang menjadi pembuka pertama ialah pihak perempuan. Dalam pertunjukan maena oleh pihak perempuan ini, maena yang dibawakan ialah maena wangowai dome. Pada maena ini seluruh pihak mempelai perempuan melakukan maena. Biasanya dalam pertunjukan budaya peserta maena adalah orang yang di panggil dari sanggar-sanggar budaya, namun dalam pesta adat perkawinwan masyarakat Nias ini tidak demikan tetapi yang menjadi peserta maena ialah orang-orang yang menjadi pelaksana daripada pesta adat tersebut. Setelah dipertunjukannya maena wangowai dome maka disusul dengan maena wangowai zowatö yang dilaksanakan oleh pihak laki-laki. Pada pertunjukanya tidak membatasi seberapa orang yang ikut dalam tarian ini namun tergantung daya tampung gedung atau halaman lokasi pesta tersebut dilangsungkan.

(d) Femanga (jedah). Pada acara ini pihak paman (uwu/sibaya) merupakan orang yang paling diharmati dan diberikan kepadanya daging babi yang berupa simbi dimana menandakan bahwa simbi ini merupakan bagian terhormat yang diberikan kepada seseorang pada suatu acara. Setelah berakhirnya jedah menjelang beberapa saat kemudian diteruskan dengan acara maena wangandrö sokono yang bertujuan meminta saweran atau pemberian pihak laki-laki kepada peserta maena yang dilaksanakan oleh pihak perempuan.