Jenjang Pelaksanaan Pesta Perkawinan

3.6 Jenjang Pelaksanaan Pesta Perkawinan

Jenjang yang ditempuh dalam pelaksanaan pesta perkawinan böwö laraga yaitu, (1) famaigi niha (memilih gadis), keluarga pihak pengantin pria pergi menemui orang tua calon pengantin wanita. Bila anak gadis hendak dipinang berkenan, maka ditentukan langkah selanjutnya. Sisini terdapat idiom bahasa / kiasan yang disampaikan oleh perwakilan pihak pria yaitu:

3.6.1 Famaigi Niha ( Memilih Gadis )

Tahap famaigi niha merupakan tahap awal yang dilakukan oleh orang tua Ayah / Ibu mempelai laki-laki atau “sese” datang kerumah “barasi” untuk melihat dan menanyakan gadis calon dari istri anak laki-lakinya. Kemudian setelah melihat maka orang tua “sese” menemui salah satu keluarga yang dekat dengan keluarga “barasi” untuk mengutarakan niat mereka untuk datang kerumah “barasi”.

Selama dari perjalanan, Ibu “sese” harus memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di perjalanannya, siapa yang berjumpa dan apa-apa yang dijumpainya sampai kerumah tujuannya misalnya jika di tengah jalan dia berjumpa dengan seekor anjing atau anjing sedang menyalak maka maknanya bahwa tujuannya gagal dan tidak baik seperti kelakuan anjing, tetapi kalau ia berjumpa dengan orang / gadis yang sedang pulang mengambil air artinya hal ini baik dan kalau selama ia berada dirumah tujuannya saat membicarakan hal itu dan ada seorang yang bersin ( bohö ) artinya hal itu hendaknya di tangguhkan saja yaitu berbahaya, tanda-tanda lain seperti apabila berjumpa dengan ular, anjing sedang berkelahi , jumpa dengan orang membawa api.

Jika Ibu “sese” tadi mempunyai tanda yang baik maka dilangsungkan niatnya untuk membicarakan tujuannya, setelah putus persetujuan keluarga dapat dia sampaikan kepada Ibu gadis-Ayah gadis atau “barasii” baru dia pulang, tinggal menunggu balasan apakah berterima atau tidak sehingga hasil pembicaraan keluarga (Balaki). Bersetuju baru dikabarkan kepada orang tua “sese”.

Setelah orang tua “sese” mendapat balasan bahwa bersetuju orang tua (balaki) barulah keluarga-keluarga terdekat “sese” berkumpul dan menanyakan kepada arwah orang tua ( malaika zatua ) dengan perantaraan seorang “Ere” untuk menyatukan jiwa kedua anak-anak tersebtu agar kelak menjadi satu keluarga ( fonambatö ) dan merestui pekerjaan pelaksanaan proses perkawinan dengan selamat.

3.6.2 Famaigi Tödö Manu Silatao ( Memeriksa Guratan Jantung Ayam Jantan )

Pelaksanaan pemeriksaan guratan jantung ayam jantan ini dilaksanakan di rumah “sese” (laki-laki) yang dihadiri oleh keluarga dan orang tua “sese” dengan menyediakan seekor ayam jantan yang sedang besarnya. Oleh pelakasanaan “Ere”. Memukul fondahi (alat gendang yang berupa tabuh) dimuka adu zatua (patung berhala) sambil menuturkan sanjak mantra untuk mencintai petunjuk dari arwah orang tua yang telah meninggal. Setelah selesai Ere memukul fondahi dan berantara kemudian ayam disembelih pada lehernya dan darahnya di ambil oleh Ere lalu dipoleskannya pada bibir adu zatua tadi sebagai penghormatan bagi arwah nenek moyang tersebut. Selanjutnya Ere membelah dada ayam tadi lalu mengambil jantung dan memeriksa guratannya = jika terdapat guratannya seperti susunan kaki lipan (ahe galifa) dari ulunnya sampai kepuncak jantung dan lurus letaknya maka ini menandakan bahwa suami istri itu (sese dan balaki ) serasi dan bahagia, panjang umur dan mempunyai keturunan. Apabila telah ternyata demikian maka orang tua sese segera mengangkat seseorang (pengantara = penyampai bicara = telangkai). Yang akan menghubungi penunjuk jalan (samatörö) dipihak orang tua barasi (gadis).

Seandainya dalam penglihatan Ere guratan jantung ayam tidak baik maka lanjutan peminangan dibatalkan. Apabila pembicaraan untuk peminangan jadi maka “SI’O” (pengantar = telangkai) dengan “samatoro” (penunjuk jalan) yang tetap berunding segala sesuatu hasil perundingan mereka tentang lanjutan pelaksanaan perkawinan tetap mereka berdua yang menyampaikan kepada kedua belah pihak orang tua sese dan barasi. Catatan: Tentang tata cara memeriksa guratan jantung ayam jantan ini pada masa sekarang telah punah karena desakan agama.

3.6.3 Fame’e Laeduru (Menyerahkan Cincin)

Fame’e laeduru disebut juga fanunu manu zamatörö. Upacara pelaksanaan fame;e laeduru ini boleh di laksanakan dirumah samatörö (penunjuk jalan) dengan segala keperluan ditanggung oleh keluarga antara lain biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan famae’e laeduru ini ialah : (1) cincin : yang terbuat dari kuningan atau emas atau perak. Bentuk cincin ini seperti belahan rotan. Cincin ini dibungkus pada saputangan dan didampingi diikutsertakan sepulu saga, sepuluh gram emas balaki (perada), dan ½ tambali ziwalu (paun emas muda). Penyerahan emas pendampingan cincin ini adalah menurut derajat (bosi) orang tua balaki (gadis) : berderajat. (2) Fanema laeduru = menerima cincin (köla). Fanema laeduru ini dilaksanakan dengan pemberian jujuran tanda terima kepada si’o dan samatörö beserta keluarga sebesar ½ tambali siwalu paun emas muda.(3). Afo (sekapur sirih) selengkapnya.(4). sakhozi ziwalu (peleburan emas muda) artinya keperluan babi hidup untuk dimakan bersama sebesar 2 s/d 4 alisi = 20 kg s/d 40 kg, babi hidup. Setelah lengkap keperluan tersebut diatas dan berlangsung pertemuan kedua belah pihak orang tua maka oleh salawa hada (tokoh adat) pada desa si barasi (gadis) menyerahkan dimuka siraha afasi (patung buat kapas) sebagai penghormatan dan pemberitahuan pada arwah nenek moyang / leluhur. Pada masa sekarang ini hal itu diganti dengan acara doa pemberkatan dan pemaduan hidup antar sese (laki-laki) dan barasi (gadis) agar selamat. Selamat sebelum berlangsungacara perkawinan kelak. Segala keperluan dalam acara ini ditanggung oleh orang tua sese / laki-laki. catatan : Dahulu dilaksanakan hal ini oleh Ere tetapi setelah agama berkembang Ere diganti dengan pengetua adapt (salawa hada) atau pengetua agama dengan berdoa Fame’e laeduru disebut juga fanunu manu zamatörö. Upacara pelaksanaan fame;e laeduru ini boleh di laksanakan dirumah samatörö (penunjuk jalan) dengan segala keperluan ditanggung oleh keluarga antara lain biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan famae’e laeduru ini ialah : (1) cincin : yang terbuat dari kuningan atau emas atau perak. Bentuk cincin ini seperti belahan rotan. Cincin ini dibungkus pada saputangan dan didampingi diikutsertakan sepulu saga, sepuluh gram emas balaki (perada), dan ½ tambali ziwalu (paun emas muda). Penyerahan emas pendampingan cincin ini adalah menurut derajat (bosi) orang tua balaki (gadis) : berderajat. (2) Fanema laeduru = menerima cincin (köla). Fanema laeduru ini dilaksanakan dengan pemberian jujuran tanda terima kepada si’o dan samatörö beserta keluarga sebesar ½ tambali siwalu paun emas muda.(3). Afo (sekapur sirih) selengkapnya.(4). sakhozi ziwalu (peleburan emas muda) artinya keperluan babi hidup untuk dimakan bersama sebesar 2 s/d 4 alisi = 20 kg s/d 40 kg, babi hidup. Setelah lengkap keperluan tersebut diatas dan berlangsung pertemuan kedua belah pihak orang tua maka oleh salawa hada (tokoh adat) pada desa si barasi (gadis) menyerahkan dimuka siraha afasi (patung buat kapas) sebagai penghormatan dan pemberitahuan pada arwah nenek moyang / leluhur. Pada masa sekarang ini hal itu diganti dengan acara doa pemberkatan dan pemaduan hidup antar sese (laki-laki) dan barasi (gadis) agar selamat. Selamat sebelum berlangsungacara perkawinan kelak. Segala keperluan dalam acara ini ditanggung oleh orang tua sese / laki-laki. catatan : Dahulu dilaksanakan hal ini oleh Ere tetapi setelah agama berkembang Ere diganti dengan pengetua adapt (salawa hada) atau pengetua agama dengan berdoa

3.6.4 Fanunu Manu (Upacara Resmi Peminangan)

Pelaksanaan upacara fanunu manu ini adalah salah satu upacara adapt resmi yang sangat menentukan pelaksanaan peralatan upacara pesta perkawinan kelak, karena pada saat ini dapat ditentukan berapa besar jujuran yang harus disediakan oeh pihak sese (laki-laki). Upacara fanunu manu ini dilaksanakan oleh si’o dari pihak laki-laki dan oleh samatörö dari pihak barasi. Upacara ini dilaksanakan dirumah barasi yang dihadiri oleh masyarakat kedua belah pihak, tokoh adat, uwu (paman), ibu-ibu isteri tokoh-tokoh adat.

Tujuan upacara fanunu manu : (1) untuk memperkenalkan si sese (lelaki) kepada seluruh keluarga barasi (gadis), (2) untuk memperkenalkan si sese (laki-laki) kepada seluruh penduduk desa si barasi baik anak-anak, orang tua dan pemuda-pemudinya serta dengan tokoh-tokoh adapt, (3) untuk memperkenalkan si sese kepada paman barasi, (4) mengesahkan bahwa si sese dan si barasi telah bertunangan da orang tua sese dan barasi telah berbesan syah, (5) membicarakan besarnya jujuran yang harus dibayar oleh pihak sese kelak menurut tingkat bosi orang tua barasi dalam masyarakat, (6) menentukan waktu pelaksanaan pesta perkawinan kelak, disebut “bongi zalawa”. Keperluan-keperluan yang diperlukan pada upacara fanunu manu (1)Yang disediakan oleh pihak sese (laki-laki), (2) Afo : Afo dibawa oleh pihak sese beberapa kembut sirih (bola nafo) yang disebut bola nafo mböwö artinya bola nafo yang diberi berkatan bola nafo ni diserhkan sese melalui ibu barasi yang selanjutnya diserahkan kepada : (a) bola nafo untuk nina (soboto = ibu) diterima oleh Ibu barasi, (b) Bola nafo untuk umu (paman) barasi diterima oleh barasi (c) bola nafo untuk iwa (diterima oleh saudara

Ayah barasi ), (d) Bola nafo untuk awe (diterima oleh nenek barasi ) (d) bola nafo untuk huwa (diterima oleh saudara kakak barasi ), (e) bola nafo untuk si’o / sanatö rö / sameli (diterima oleh pengantar dan telangkai baik dari pihak sese maupun barasi ) (f) bola nafo untuk banua (diterima oleh isteri tokoh adapt di desa si barasi) (g) satu bungkusan besar himpunan jenis nafo yang diserahkan ditengah-tengah ibu-ibu untuk dimasak sebagai afo biasa, (1) Satu ekor babi hidup 4 alisi (40 kg) untuk keperluan adapt fanunu manu (diserahkan satu hari sebelum hari fanunu manu), (2) Emas disediakan sara balaki atau sara siwalu ini ditentukan dengan tingkat derajat (bosi) kedudukan orang tua barasi pada masyarakat, emas jujuran ini disebut “lambae daroma ” = emas penghormatan pendahuluan dari pada jujuran. Emas ini diterima oleh “soboto” = orang tua barasi, (3) olöwöta ( bungkusan daging anak babi) yang sudah dimasak. Bungkusannya mowawino ( seludang pelepah pinang ) yang diisi dengan simbi dan daging rusuk, daging paha anak alakhaö selengkapnya. Daging babi olöwöta ini disebut “föfö wangandrö dome” ( pihak sese ) waktu berangkat dari rumahnya kadangkala juga daging ini diletakkan dalam so’u-so’u ( keranjang yang dibuat dari susulur / tutura )

3.6.5 Bawi Nisila Hulu ( Babi Dibelah Dua )

Upacara pelaksanaan bawi nisila hulu (babi dibelah dua ) ini dilaksanakan dirumah barasi yang dihadiri oleh tokoh / pengetua adat dari kedua belah pihak. Kadang – kadang pelaksanaan bawi nisila hulu ini disertakan pada fanunu manu; karena mengingat waktu ( mempersingkat waktu ) dimana tujuannya tidak berubah yaitu mengikat janji pada pertunangan dan dengan ketentuan waktu pelaksanaan pesta kawin / janji yang dikirakan pada masa pelaksanaan bahwa, (1) Apabila pihak laki-laki yang mengundurkan diri maka segala jujuran yang telah dibayar hangus dan hilang ( nidou Upacara pelaksanaan bawi nisila hulu (babi dibelah dua ) ini dilaksanakan dirumah barasi yang dihadiri oleh tokoh / pengetua adat dari kedua belah pihak. Kadang – kadang pelaksanaan bawi nisila hulu ini disertakan pada fanunu manu; karena mengingat waktu ( mempersingkat waktu ) dimana tujuannya tidak berubah yaitu mengikat janji pada pertunangan dan dengan ketentuan waktu pelaksanaan pesta kawin / janji yang dikirakan pada masa pelaksanaan bahwa, (1) Apabila pihak laki-laki yang mengundurkan diri maka segala jujuran yang telah dibayar hangus dan hilang ( nidou

3.6.6 Famalua Li ( Pertanyaan Melangsungkan Perkawinan )

Setelah ketentuan bongi zalawa atau bongi nama berangsung beberapa minggu / bulan maka oleh orang tua pihak sese memperkirakan kemampuan pembiayaan sudah ada dan cukup maka si’o dari pihaknya disuruh mengadakan kontak bicara dengan sanemali dipihak gadis meminta persetujuan dan menanyakan perkiraan besarnya jujuran yang harus dibawa dan bagaimana rencana selanjutnya mengenai waktu dan persiapan mereka. Ini disebut famangelama ( mengingatkan ). Pada waktu si’o sese pergi menanyakan ini ia ditemani oleh menantu laki-laki dengan membawa bola nafoi dan olöwöta yang disebut bungkusan daging anak babi mengingatkan. Pada pembicaraan pertemuan ini dihadiri oleh keluarga dari ayah gadis yang berhak menerima bagian dari jujuran. Pada wakktu inilah si’o dari pihak laki-laki dengan gigih berbicara meminta belas kasihan penurunan dari jumlah jujuran yang sewajarnya kepada yang berhak menerima yang akhirnya diminta berapa besar jujuran keperluan saekhu bazimaöchö ( jujuran yang harus dibayar sampai pada peralatan pesta perkawinan )= böwö soguna maöchö ( dalam hal ini besar jujuran menurut bosi tidak terlepas yang tetap sebagai jujuran = böwö nisitaigö yawa) yang kemudian dibayar.

Setelah sepakat dengan keperluan saekhu bazimaökhö / böwö soguna maökhö maka beberapa hari kemudian oleh salawa hada ( pengetua adat ) dan si’o dari pihak sese datang sebanyak ± 5 orang tanpa wanita / ibu-ibu mengadakan upacara famua li di pihak gadis dihadiri oleh keluarga gads, dan salawa hada dan ibu-ibu keluarga. Untuk mengesahkan besarnya jujuran yang diminta untuk pesta sehari. Keperluan – keperluan yang disediakan oleh pihak laki-laki, (1) Afo selengkapnya, (2) Babi untuk famangelama yaitu daging babi mentah ( yang sudah di asini ) sebanyak dua hia s/d öfa hie gunua suguhan pada para salawa sebagai ganti famangelama terdahulu, (3) Seekor babi hidup sebesar öfa alisi, (4) Emas jujuran ( sebagai angsuran ) besarnya diserahkan pada kesanggupan pihak laki-laki yang nantinya dikurangi dari jumlah keseluruhan jujuran. Pihak gadis menyediakan :

1. Seekor anak babi sebesar sara alisi untuk dibawa tome / pihak laki-laki

2. Beras secukupnya untuk dipergunakan hari itu. Dalam pelaksanaan ini dapat juga berlaku acara fangowai dan untuk mempersingkat waktubisa saja dimulai dengan acara biasa yang mulai oleh si’o dan seterusnya dengan penyerahan daging babi famangelama tersebut diatas sambil meyatakan apa maksud dan tujuan mereka. Setelah berselang pembicaraan kedua belah pihak maka oleh salawa kedua belah pihak pertama-tama salawa dari pihak gadis mengambil daun kelapa muda mengeja besarnya jujuran yang harus dibayar menurut bosi ayah si gadis, perhitungan ini disebut era-era mbulu nohi safusi.

3.6.7 Fangandrö Li Nina ( Meminta Penetapan Hari Dari Pihak Ibu Barasi / Gadis

Ibu barasi dalam pelaksanaan pesta kawin sangat dihargakan dan dihormati sekali sehingga satu bagian dari paa tekho-tekho mböwö = tingkat jujuran ada untuk ibu Ibu barasi dalam pelaksanaan pesta kawin sangat dihargakan dan dihormati sekali sehingga satu bagian dari paa tekho-tekho mböwö = tingkat jujuran ada untuk ibu

1. Afo selengkapnya

2. Seekor anak babi fangandrö li nina ( besarnya terserah keikhlasan pihak sese tölu alisi, öfa alisi atau lebih ).

3. Yang datang ialah sese ( menantu ), si’o dan beberapa orang keluarga terdekat sese. Yang hadir dari pihak barasi ( gadis ) ialah : Ibu barasi dan ibu-ibu dari keluarga ayah barasi ( gadis ). Pada saat sekarang ini suguhan yang rahang ( simbi ) dihadapkan kepada ibu barasi sebagai jamuan kehormatan kepadanya agar ianya menyetujui dan memastikan hari pesta berlangsung. Perhitungan hari pesta biasanya didasarkan pada perhitungan bulan dan hari umpamanya : siwalu dohare ( delapan bulan terbit ), felendrua dohare ( dua belas bulan terbit ) dan seterusnya.

3.6.8 Folohe Fakhe Toho ( Penyerahan Padi Keperluan Pesta Kawin )

Setelah berselang beberapa hari sesudah pertemuan fangandrö li nina maka penduduk warga desa atau keluarga dari pihak sese datang membawa dan menyerahkan padi untuk keperluan pesta kawin yang disebut fakhe toho. Rombongan yang membawa padi tersebut diktahui oleh si’o dari pihak sese dan menyertakan membawa su’a wakhe ( sukatan / takaran padi ) yaitu daging babi mentah yang sudah dibungkus pada upin pinang besarnya / beratnya dua hie s/d tölu hie ( 3 kg s/d 6 kg ).

Banyaknya fakhe toho yang dibawa adalah berdasakan ketentuan yang diinta pihak barasi menurut pErembukkan pada waktu femanga manu yang disesuaikan Banyaknya fakhe toho yang dibawa adalah berdasakan ketentuan yang diinta pihak barasi menurut pErembukkan pada waktu femanga manu yang disesuaikan

1. bosi si fitu

: Fakhe toho

sebanyak 1 zo’e

2. bosi si walu

: Fakhe toho

sebanyak 2 zo’e

3. bosi si siwa

: Fakhe toho

sebanyak 4 zo’e

4. bosi si fulu

: Fakhe toho

sebanyak 6 zo’e

5. bosi si felendrua : Fakhe toho

sebanyak 8 zo’e

catatan :

1. 1 zo’e daerah Laraga = 15 Lauru 4 Jumba (120 liter)

2. 1 zo’e daerah Moro’ö = 10 Lauru 5 Jumba ( 100 liter)

3. 1 zo’e daerah Lahömi = 10 Lauru 5 Jumba ( 100 liter )

4. 1 zo’e daerah Raya = 6 Lauru 5 Jumba ( 60 liter )

5. 1 zo’e daerah Yöu

= 10 Lauru 4 Jumba ( 80 liter )

Sesudah siap diukur / disukat / ditukar padi tersebut dan rombongan yang terlah juga siap makan maka mereka pulang. Sesudah itu padi tadi dibersihkan, ditumbuk oleh wanita pihak barasi secara beramai-ramai, untuk dijadikan beras yang selanjutnya dipergunakan pada peralatan pesta kawin berlangsung.

3.6.9 Fame’e ( Pemberian Nasehat Kepada Barasi Calon Pengantin )

Fame’e ialah pemberian nasehat kepada barasi calon pengantin dengan cara bernalan sambil menangis. Pelaksanaan ini kira-kira satu minggu sebelum hari pesta belangsung. Yang hadir pada saat fame’e ialah dari pihak Sese ( laki-laki ) calon pengantin yaitu, (1) si sese ( laki – laki ) calon pengantin, (2) ibu sese tersebut, (3) isteri abang kandung si sese tersebut, (4) isteri dari saudara kandung ayah si sese. Mereka inilah datang mendengarkan nasehat yang di tuturkan pada barasi calon pengantin.

Yang dibawa pihak sese ialah (1) afo selengkapnya, (2) seekor anak babi sebesar 3 s/d 4 alisi untuk jamuan para ibu-ibu ag memberi nasehat, (3) segala utang / jujuran yang telah dijanji oleh sese sebelumnya. Yang hadir pada pihak barasi ialah (1) ibu dari barasi itu sendiri, (2) ibu-ibu isteri dari saudara ayah barasi, (3) istri-istri salawa dan tokoh adat, (4) ibu-ibu / isteri penduduk desa barasi.

Cara pelaksanaan fame’e

Barasi ( gadis ) calon pengantin yang diberi nasehat oeh ibu-ibu didudukkan ditengah-tengah pertemuan baru satu persatu ibu-ibu memberi nasehat kepadanya. Selama berlangsungnya acara fame’e ini gong, gendang dan canang bibunyikan. Upacara fame’e ini juga disebut juga fangandrö ba dekhemböwö artinya memberitahukan dan memohon kepada arwah leluhur doa restu melalui dewa jujuran tekhemböwö dan kepada adu zatua (patung leluhur). Namun sekarang ini jarang dilakukan karena pengaruh agama. Setelah nasehat disampaikan kepada barasi maka barasi calon pengantin diajak menembangkan syair lagu dengan cucuran air mata dan kata-kata yang memilukan hati. Contoh : Hu…………….……………………..ina!

(Oh………………………mama) Hana wa mifawu’a ndra’o ba ngaimi !

(Sampai hati memindahkan aku ) Hadia gamuatagu silofaudu he, inagu !

(Apakah ada tingkah lakuku yang tidak senonoh oh, mama)

Hu ……………….………………….ina ! (Oh ……………………...mama ) Lönisawögu möli-mölimi

(Aku tidak pernah mengaihkan pertuahku) Lö nilalöigu si no mifakhoi he, inagu (Aku tidak pernah mengabaikan nasehatmu

oh, mama.)

Hu……………………………………ina ! (Oh……………………….mama )

Ebua sa dödöu bagana’a moroi khögu (Ibu mementingkan emas daripada anakmu) Teno ösöndra wangaligu solului halöwöu sa he, inagu! (Ibu telah mendapatkan pembantu yang lebih dari anakmu ya, mama..)

3.6.10 Famözi Aramba (Memukul Gong)

Setelah pulang sese dan ibunya dari rumah barasi mendengarkan fame’e oleh orang tua dan keluarga serta warga desa sese berkumpul untuk melksanakan pertemuan dan permufakatan yang biasa disebut famözi göndra atau fangandrö ba wawöwökha / siraha wamailo . Tujuan fangandrö yaitu (1) bahwa waktu hari pesta perkawinan tidak berubah, (2) mengadakan musyawarah diantara saudara kandung ayah sese dan warga yang disebut famagölö,(3) memberitahu saudara ibu sese (uwu) bahwa pesta kawin kemanakannya berlangsung,(4) memusyawarahkan apa nama gelar penganten wanita yang akan datang itu tersebut famatörö döi mbene’ö, (5) melaksanakan famözi aramba dengan alat musik seperti göndra,aramba,faritia. Famözi aramba ini dilaksanakan setiap hari semapi selesai pesta perkawinan berlangsung.

3.6.11 Famaola ba nuwu ( memberitahu dan memanggil paman)

Famaola ba nuwu (memberitahu dan memangguk paman ) ini dilaksanakan oleh orang tua barasi kepada saudara Ibu barasi. Yang dibawa ialah (1) olöwöta (bungkusan daging anak babi ) yang berisi 4 tue yang disebut juga ösi mbola, (2) seekor babi hidup sebesar öfa alisi (40 kg ) disebut bawi famaola ba nuwu,(3) ana’a famaola (emas famaola ) sebesar sara siwalu = 10 gram emas 14 karat, (4) fo’ömö ndraono = emas sara balaki = 10 gram emas 18 karat. Fo’ömö hanya berlaku kepada anak putri sulung dan bungsu, (5) aya nuwu ( jujuran bagian untuk paman) sebesar : menurut bosi,(6) tefe-tefe Famaola ba nuwu (memberitahu dan memangguk paman ) ini dilaksanakan oleh orang tua barasi kepada saudara Ibu barasi. Yang dibawa ialah (1) olöwöta (bungkusan daging anak babi ) yang berisi 4 tue yang disebut juga ösi mbola, (2) seekor babi hidup sebesar öfa alisi (40 kg ) disebut bawi famaola ba nuwu,(3) ana’a famaola (emas famaola ) sebesar sara siwalu = 10 gram emas 14 karat, (4) fo’ömö ndraono = emas sara balaki = 10 gram emas 18 karat. Fo’ömö hanya berlaku kepada anak putri sulung dan bungsu, (5) aya nuwu ( jujuran bagian untuk paman) sebesar : menurut bosi,(6) tefe-tefe

Catatan: Jikalau paman nanti pada pesta perkawinan maka yang harus dibawa oleh paman tersebut ialah, (1) nukha : terdiri dari : u’i (sarung), baju dan lembe (selendang), (2) payung.

3.6.12 Famaigi bawi ( menengok babi adat pesta kawin )

Menjelang beberapa hari lagi sebelum pesta kawim berlangsung maka dilaksanakan upacara famaigi bawi walöwa yang telah disiapkan pemeliharaannya oleh sese . Bawi walöwa ini ada dua ekor yaiut, (1) satu ekor yang disebut bawi zo’ono, yaitu untuk orang tua barasi dan pamannya,(2) satu ekor yang disebut bawi mbanua yaitu untuk warga desa kedua belah pihak.

3.6.13 Folau Bawi (Upacara Membawa Babi Bawi Walöwa)

Upacara membawa babi adat (bawi walöwa) ini dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut yaitu (1) Fesu ( tali pengikat ) kaki dan alogo ditali dulu yang terdiri dari bahan ono gahalu ( kulit kayu), (2) seluruh warga desa sese berkumpul dirumah sese baik saawa , tokoh adapt dan ono matua dipilih untuk membawa babi adat tersebut, (3) sebelum berangkat maka oleh tokoh adat, salawa mendoakan pada arwah leluhur agar memberkati babi tersebut dan menjauhkan segal mara bahaya di jalan dan selamat sampai di desa barasi.

3.6.14 Falöwa (Pesta Perkawinan).

Setelah pada malamnya acara falau bawi böwö terselenggarakan maka besoknya adalah hari pesta kawin ( falöwa ). Oleh pihak sese ( laki-laki ) mempersiapkan segala keperluan untuk datang ke pesta kawin antara lain yang dipersiapkan ialah, (1) segala keperuan pakaian dan peralatan sese (laki-laki) atau mempelai, (2) uang emas untuk pelunasn utang pada jujuran, (3) alat musik yang dibunyikan disepanjang perjalan dari rumah sese kerumah barasi seperti fariti, cucu, (4) pakaian adat para ibu-ibu seperti ni’ohulaya, ni’otalakhoi baju dan sarung serta perhiasan emas umpamanya balahögö, saerudalinga,nifato-fato. Baju adat yang dipersiapkan itu adalah berwarna dasar merah hati, kuning dan hitam yang telah di motif dengan ni’ohulaya dan ni’otalakhoi. Sesudah segala persiapan langkah dan keperluan lain maka rombongan sese berangkat dengan terdiri dari : ( 1 ) seluruh warga desa sese, wanita, orangtua dan anak-anak, (2 ) seluruh tokoh-tokoh adapt dan salawa,(3) Seluruh besan jiran ipar dan menantu di pihak sese, (4) semua keluarga paman sese, (5) semua kenalan dari desa sekitar desa sese. Setelah diperkirakan lengkap seluruh para rombongan zangowalu baru berangkat dengan mengatur letak seperti, (1) dimuka ibu-ibu istri tokoh-tokoh adat dan salawa, (2) sesudah itu böli gana’a (menantu-menantu yang baru) dan wanita,(3) setelah itu tokoh- tokoh adat laki-laki dan salawa, (4) sesudah itu regu marafule (mempelai) dengan didampingin oleh beberapa orang pemuda sebagai pendampingnya dan menjaganya, (5) sesudah itu regu pemuda-pemudi, (6) sesudah itu regu yang membawa alat musik seperti faritia dan tambur yang terdiri dari anak-anak setengah baya. Sepanjang jalan alat musik ini tetap dimainkan atau di bunyikan. Sebelum berangkat rombongan menyerahkan diri dahulu kepada Tuhan,setelah itu baru höli-höli dan menyusul böli hae yang dilaksanakan sepanjang perjalanan sampai tiba di halaman tujuan atau di halaman rumah tempat pesta kawin di selenggarakan.

(a) Fanema’ö uwu (pihak paman), pihak uwu/ sibaya datang lebih awal dan tiba dipintu gerbang halaman di jemput oleh pihak perempuan serta salawa hada dan kemudian uwu dipersilahkan mengambil tempat di sinata (tempat yang paling terhormat).

(b) Tome tiba di lokasi pesta juga disambut oleh keluarga pihak pengantin perempuan. Pada saat kedatang tome ini, mereka melakukan bolihae (syair hoho yang isinya menyanjung atau mengagungkan pihak perempuan dan juga menyanyikan lagu- lagu dan doa yang terkandung dalam ajaran agama Kristen).

(c) Fangowai ba fame’e afo (penghormatan dan pemberian sirih), ini dilaksanakan oleh satua mbanua / salawa hada (laki-laki maupun perempuan) yang dimulai oleh pihak perempuan dengan syair yang merendah, dan kemudian dilanjutkan oleh pihak laki-laki / tamu dengan mengagunggungkan pihak perempuan.

(d) Famasao bola zangowalu, disini dengan sangat hati-hati serta hormat, memberikan seperengkat sirih yang di masukkan kedalam sebuah kantong (bola nafo) kepada pihak yang berhak yaitu, ina (ibu dari pengantin perempuan), iwa (istiri dari salah seorang saudara kandung ayah pengantin perempuan), uwu (istri dari pihak paman), huwa (istri dari kakek), banua (salah seorang istri dari tokoh masyarakat sekitar dan mempunyai hubungan keluarga dengan pengantin dan Si’o atau penghubung yang terdiri dari Si’o narö gosali dan Si’o sanöröra lala).

(e) Fanetu huhuo dan fanika gera-era mböwö, ini dilaksanakan oleh para raja adat / satua mbanua setelah membicarakan tentang hal böwö, maka diputuskan oleh fangetua huhuo dengan acara pengukuhan berupa höli-höli yang kemudian dilanjutkan dengan fanotoli mbosi dan berdasarkan ini dijelaskan jumlah jujuran (böwö) yang wajib dilunasi. Böwö yang sisa ini sesuai dengan falsafah suku Nias yaitu, hönö mböwö no awai, hönö mböwö so nasa, nila’a yawa bambuatö gosali (bila kelak orang tua dari (e) Fanetu huhuo dan fanika gera-era mböwö, ini dilaksanakan oleh para raja adat / satua mbanua setelah membicarakan tentang hal böwö, maka diputuskan oleh fangetua huhuo dengan acara pengukuhan berupa höli-höli yang kemudian dilanjutkan dengan fanotoli mbosi dan berdasarkan ini dijelaskan jumlah jujuran (böwö) yang wajib dilunasi. Böwö yang sisa ini sesuai dengan falsafah suku Nias yaitu, hönö mböwö no awai, hönö mböwö so nasa, nila’a yawa bambuatö gosali (bila kelak orang tua dari

(f) Femanga yaitu makan bersama dengan pemberian sumange kepada uwu, tome, iwa, huwa, banua, sitenga bö’ö undangan, ono alawe / fedono yang mendapatkan bagian berupa kaki depan babi lengkap sampai kuku (ta’io).

(g) Fametou bene’ö, pada acara ini uwu bertindak untuk menggendong pengantin perempuan (bene’ö) kemudian didudukkan pada tempat yang sudah disediakan. Dilanjut dengan penyerahan pengantin perempuan dari orang tua atau sanak keluarga kepada pihak tome yang diteirma oleh böli gana’a dan kemudian disambut oleh orang tua dari pengantin laki-laki (satua mbanua) sebagai perwakilandari seluruh tamu. Ada kalanya acara juga diselingi dengan upacara kebaktian pengukuhan perkawinan oleh pendeta setempat.

(h) Fame töi mbene’ö, merupakan acara pemberian gelar kepada pengantin perempuan oleh keluarga laki-laki dengan persetujuan dari pihak uwu. Setelah mendapat kata sepakat baru lahuhugö sebagai tanda pengesahan, mulai saat ini sebutan atau panggilan terhadap pengantin perempuan adalah gelar yang baru diberikan (h) Fame töi mbene’ö, merupakan acara pemberian gelar kepada pengantin perempuan oleh keluarga laki-laki dengan persetujuan dari pihak uwu. Setelah mendapat kata sepakat baru lahuhugö sebagai tanda pengesahan, mulai saat ini sebutan atau panggilan terhadap pengantin perempuan adalah gelar yang baru diberikan

(i) Fame gö mbene’ö atau fame gö nono nihalö Kegiatan ini dilakukan setelah dua atau tiga hari pesta perkawinan. Pada acara ini pihak perempuan (ibu, saudara- saudara dan kerabat dekat) pergi kerumah laki-laki untuk melihat keadaan pengantin peremppuan dengan membawa makanan berupa seekor anak babi, dan makanan lainnya. Setelah tiba dirumah pihak laki-laki maka pihak perempuan dijamu makan dengan seekor babi, dan sewaktu berangkat pulang diberikan lagi seekor babi untuk ibu Orifitö nina biasanya babi tersebut seberat 60 – 70 kg (sazilo) dan kemudian diberikan uang dengan jumlah tidak ditentukan jumlahnya untuk dibagikan kepada orang yang ikut pada waktu itu (awö zamasao’ö).

(j) Femanga gahe (famuli nucha), pada kegiatan ini kedua pengantin bersama keluarga pihak laki-laki datang kerumah orang tua perempuan dengan membawa seekor babi seberat 25-40 kg, serta membawa sebagian pakaian wanita yang tadinya hanya dipakai pada pesta bukan menjadi milik sendiri. Setibanya di rumah pihak perempuan mereka disambut dengan diberi makan soko köli. Pada kesempatan ini kedau pengantin dan saudara-saudaranya mengunjungi rumah demi rumah dari setiap keluarganya untuk menerima anak babi maupun ayam untuk dipelihara sebagai bakal dihari yang akan datang nantinya.