PEMILU PRESIDEN 2009” Study Deskriptif: Kelurahan Sitirejo I, Medan, Sumatera
Utara Adapaun alasan penulis memilih lokasi penelitian di Kelurahan Sitirejo I karena
didasari penduduk Sitirejo I tersebut yang beraneka ragam suku, agama, dan pekerjaan sehingga memungkinkan perbedaan status sosial ekonomi yang beraneka ragam pula. Selain
itu juga ada pertimbangan subjektif yakni; penelitian sesuai dengan minat peneliti, penguasaan teori seputar masalah, sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari, berdasarkan
pertimbangan waktu, pertimbangan biaya, dan situasional masyarakat yang menyambut baik masalah penelitian tersebut.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Sejauh manakah tingkat ekonomi berpengaruh terhadap partisipasi
politik dalam kehidupan masyarakat Kelurahan Sitirejo I, Medan.”
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah tingkat status sosial ekonomi masyarakat itu berpengaruh
terhadap partisipasi politik masyarakat pada Pemilu 2009 b.
Untuk mengetahui masalah partisipasi politik masyarakat di Kelurahan Sitirejo I, Medan.
c. Sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: a.
Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana latihan dalam menuangkan gagasan dan pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. b.
Dalam rangka peningkatan partisipasi seluruh masyarakat Kelurahan Sitirejo I terhadap politik, dapat diberikan saran mengenai pentingnya partisipasi seluruh
masyarakat tersebut demi terciptanya Negara yang benar-benar demokratis. c.
Dapat disumbangkan kepada Universitas Sumatera Utara yang berupa hasil penelitian di bidang partisipasi politik sehingga memperkaya bahan penelitian di bidang ilmu
politik.
4. Kerangka Teori
Sebelum memasuki defenisi konsep maka terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa teori yang relevan dalam penelitian ini.
4.1. Perilaku Politik
Perilaku politik atau Politic Behaviour adalah perilaku yang dilakukan oleh insanindividu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan
politik.Seorang individukelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku
politik contohnya adalah: • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat pemimpin
Universitas Sumatera Utara
• Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya
masyarakat • Ikut serta dalam pesta politik
• Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
• Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang
dasar dan perundangan hukum yang berlaku.
Keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah tentunya menyangkut dan akan mempengaruhi kehidupan warga negara, dengan demikian masyarakat tentu berhak ikut serta
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan tersebut. Dalam kehidupan politik pada dasarnya kegiatan pemerintah adalah membuat aturan dan kemudian
warganegara mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut serta menentukan pembuatr dan pelaksana keputusan politik tersebut. Kondisi perilaku politik masyarakat tersebut akan
mempengaruhi partisipasi politiknya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa partisipasi politik merupakan perilaku politik, tetapi perilaku politik tidaklah selalu berupa partisipasi
politik.
5
Perilaku politik warga negara dalam bentuk partisipasi politik oleh Milbrath dielaskan dalam kaitannya dengan empat faktor utama, Pertama: sejauh mana orang menerima
perangsang politik. Kedua: Karakteristik pribadi seseorang. Ketiga: karakteristik sosial
5
Sudijono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.4
Universitas Sumatera Utara
seseorang. Dan keempat: keadaan politik atau lingkungan politik tempat seseorang dapat menemukan dirinya sendiri.
6
“Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan
pemimpin pemerintahan”.
4.2. Partisipasi Politik
Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Berikut beberapa definisi Partisipasi politik dari beberapa ahli:
Adapun pengertian partisipasi politik menurut Michael Rush dan Philip Althoft yakni:
7
“Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, karena Partisipasi bisa bersifat
individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.
Segala kegiatan warga negara yang mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan kebijakan umum termasuk dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat
digolongkan sebagai kegiatan partisipasi politik. Dalam hubungan dengan Negara – Negara baru Samuel P. Hunington dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul pembangunan
politik di negara-negar berkembang memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan. Menurut mereka partisipasi politik adalah:
8
6
Ibid., hal.15.
7
Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2003, hal. 121.
8
Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 16-18.
Kemudian Ramlan Surbakti juga memberikan pengertian yang sejalan dengan pengertian partisipasi politik diatas, yakni:
Universitas Sumatera Utara
“Partisipasi politik sebagai kegiatan warganegara biasa dalam mempengaruhi proses pembuata dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan
pemimpin pemerintahan”.
9
“Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara, secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan negara. Kegiatan ini mencakup seperti memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi salah satu
anggota partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan contacting dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya”.
Partisipasi politik tersebut didefinisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh warga negara biasa. Lalu
kemudian Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik tersebut sebagai berikut:
10
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan oleh beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi
politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan
oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oeh warga negara asing yang
tinggal di negara yang dimaksud. Selain itu dalam partisipasi politik berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Kita ketahui bahwa yang berperan
melakukan kegiatan politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara biasa yang tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan.
Dalam hal ini, Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai kegiatan individu atau kelompok yang
bertujuan agar masyarakat tersebut ikut aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik.
9
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, hal.118.
10
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Gramedia, 1998, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem pemerintahan, yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah, akan tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses
pembuatan serta pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut.
11
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membedakan partisipasi menjadi dua yakni: partisipasi otonom dilakukan pribadi secara sadar dan partisipasi yang dimobilisasi
digerakkan.
12
Kemudian adapun fungsi dari partisipasi politik di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane, yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri,
mengejar nilai-nilai khusus, dan pemenuhan kebutuhan psikologis. Apabila kegiatan partisipasi itu dilakukan oleh pelakunya sendiri, maka
partisipasi tersebut dapat digolongkan kedalam partisipasi otonom, sedangkan jika kegiatan tersebut digerakkan oleh orang lain maka dapat dimasukkan kedalam partisipasi mobilisasi.
Masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi kurang baik dan kurang memiliki akses informasi membuat pola partisipasinya cenderung
dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong masyarakat untuk membangun suatu pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite partai cenderung menggunakan cara-
cara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarakat untuk mendukung partai politik tertentu. Demokrasi parlementer yang dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan politik yang
memadai juga ditandai dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
13
11
Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal. 5-6.
12
Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 9-12.
13
Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 181-182.
Bagi pemerintah, partisipasi politik dapat dikemukakan dalam berbagai fungsi. Fungsi yang Pertama:
partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program
pembangunan. Fungsi yang Kedua: partisipasi masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang
Universitas Sumatera Utara
menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Ketiga: sebagai sarana untuk memberikan masukan , saran,
dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan-pelaksanaan pembangunan. Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan ormas dan organisasi sosial
politik orsospol merupakan contoh dari fungsi politik ini.
14
a. Keikutsertaan seseorang dalam kampanye oleh salah satu partai
Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan atau aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Sehubungan dengan itu penelitian yang
dilakukan penulis adalah menyangkut partisipasi politik atau keikutsertaan masyarakat pemilih, dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi di Kelurahan Sitirejo I Pada Pemilu 2009,
maka disini yang akan dilihat adalah menyangkut:
b. Keanggotaan seseorang dalam salah satu organisasi peserta pemilu
c. Pemberian suara kepada kekuatan politik tersebut
4.2.1. Bentuk Partisipasi Politik
Karena begitu luasnya cakupan tindakan warga negara biasa dalam menyuarakan aspirasinya, maka tak heran bila bentuk-bentuk partisipasi politik ini sangat beragam. Secara
sederhana, Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi dua, yakni: Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik
secara pasti oleh semua warga. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk pemberian suara voting, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok
kepentingan, serta komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan
sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri. Dapat dilihat dari
14
Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.86.
Universitas Sumatera Utara
tindakan pengajuan petissi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik terhadap manusia penculikan, pembunuhan, serta perang gerilya dan revolusi.
15
•
Menduduki jabatan politik atau administratif, Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Phillip Althoff juga
mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik yang mungkin, yakni sebagai berikut:
•
Mencari jabatan politik administratif,
•
Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik,
•
Menjadi anggota pasif organisasi politik,
•
Menjadi anggota aktif organisasi semi-politik quasi-political ,
•
Menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik,
•
Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya,
•
Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal,
•
Menjadi partisipan dalam pemungutan suara voting
16
Sedangkan Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik tersebut menjadi:
1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum,
mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik
dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
15
Budi Suryadi, Sosiologi Politik, Sejarah, Definisi, dan Perkembangan Konsep, Yogyakarta: IRCISOD, 2007, hal. 133-134.
16
Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 124.
Universitas Sumatera Utara
3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku
anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan
pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan 5.
Tindakan Kekerasan violence – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik
manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik assassination, revolusi dan pemberontakan.
17
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan
individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah
masuk ke dalam kajian ini. Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat
yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Perilaku warga Negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang
menggunakan hak pilihnya voter turnout dibanding dengan warga Negara yang berhak memilih seluruhnya.
4.3. Status Sosial Ekonomi
Pembangunan ekonomi seiring perkembangan kapitalis membuat adanya perbedaan tingkat status sosial. Status sosial dapat didefinisikan sebagai kedudukan seseorang dalam
17
Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 16-18.
Universitas Sumatera Utara
kelompoknya yang disebabkan baik oleh perbedaan tingkat pendidikan, pendapatan, maupun pekerjaan
18
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat, hal ini sesuai dengan pendapat Samuel P. Huntington yang menyatakan bahwa terdapat korelasi
antara pembangunan sosial dengan partisipasi politik, tingkat status sosial cenderung . Secara sederhana, perbedaan status sosial bisa terjadi dan dilihat dari perbedaan
besar penghasilan rata-rata seseorang setiap hari atau setiap bulannya. Status sosial ekonomi
masyarakat tersebut terbagi kedalam tiga tingkatan yaitu status sosial ekonomi tingkat atas, tingkat menengah, dan tingkat bawah. Masyarakat kelas atas, misalnya, dalam banyak hal
memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat bawah, bukan hanya dalam penampilan fisik mereka, seperti cara berpakaian dan sarana transportasi yang dipergunakan,
atau bahkan merek transportasinya, tetapi antar mereka biasanya juga berbeda ideologi politik, nilai yang dianut, sikap, dan perilaku sehari-harinya.
Tingkat status sosial yang tinggi memungkinkan perilaku politik yang lebih berkualitas daripada seseorang yang berada dalam status sosial di bawahnya. Dengan status
sosial ekonomi yang tinggi diperkirakan seseorang akan memiliki tingkat pengetahuan politik, minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan yang tinggi pada
pemerintah. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan sosial, biasanya semakin
sedikit pula perkumpulan dan hubungan sosialnya. Orang-orang dari lapisan rendah lebih sedikit berpartisipasi dalam jenis organisasi apa pun — klub, organisasi sosial, lembaga
formal, atau bahkan lembaga keagamaan– daripada orang-orang yang berasal dari strata atau kelas menengah dan atas.
4.4. Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Partisipasi Politik
18
Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.15.
Universitas Sumatera Utara
bervariasi dengan status sosial ekonomi. Mereka yang berpendikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar, dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih
partisipatif daripada mereka yang miskin dan tidak berpendidikan
19
19
Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 60-66.
. Dalam hal ini status sosial ekonomi itu dapat dilihat dari tiga indikator yakni pendidikan, pendapatan dan
pekerjaan. Pendidikan: semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat
pengetahuannya akan pentingnya sistem pemerintahan dan dengan demikian akan memuntunnya untuk aktif berpartisipasi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
pembangunan Negara.; Pendapatan: semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin loyal seseorang
tersebut dalam mengikuti atau berpartisipasi di bidang politik. Pekerjaan: pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi kesibukan yang
dialami oleh masing-masing masyarakat. Semakin sibuk seorang anggota masyarakat terhadap pekerjaannya, maka semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk ikut
berpartisipasi di bidang politik Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam
struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.
Bagi orang-orang yang memiliki kekayaan atau kekuasaan lebih, peluang untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial menjadi lebih besar. Sebaliknya, bagi kelas sosial
menengah ke bawah, apalagi miskin, peluang mereka untuk mendapatkan basis kekuatan sosial juga rendah, sehingga peluang untuk melakukan mobilitas sosial vertikal pun menjadi
kecil.
Universitas Sumatera Utara
5. Hipotesa
Hipotesa merupakan asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Setiap hipotesis
bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak.
20
20
Sudjana, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, 2002, hal. 219.
Hipotesa dalam penelitian ini adalah bahwa: “Tingkat Status Sosial Ekonomi Masyarakat Berpengaruh Terhadap Partisipasi Politik Pada Pemilu Presiden 2009”.
Dalam penelitian ini, hipotesis tersebut dapat diterima ataupun ditolak setelah melakukan pengujian hipotesis pada Bab selanjutnya yaitu Bab III Analisis Data.
6. Defenisi Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun
fenomena alami. Agar tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan, maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam
tulisan ini. Adapun defenisi konsep yang dikemukakan disini adalah sebagai berikut:
6.1. Status Sosial Ekonomi
Kedudukan seseorang dalam dalam masyarakat yang diukurdilihat dari tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
6.2. Partisipasi Politik
Keikutsertaan ataupun keterlibatan individu dalam politik yang menyangkut keanggotaan dalam partai secara aktif, kampanye, dan pemberian suara kepada salah satu
calon presiden dan wakil presiden.
6.3. Pemilu
Pemilu merupakan suatu pencerminan dari sistem demokrasi, dengan dilakukannya pemilu dianggap dapat menyuarakan suara rakyat yang sesungguhnya. Di negara-negara yang
demokratis, pemilihan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku,
oleh sebab pemberian suara pada saat pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik rakyat.
21
Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Proses
pengubahan defenisi konseptualyang lebih menekankan kriteria hipotik menjadi defenisi operasional disebut dengan operasionalisasi variabel penelitian
7. Defenisi Operasional
22
21
Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal. 79.
22
Saifuddin Azwar, Metode Pnelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 74.
. Dengan demikian defenisi operasional didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang
didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan
kebenarannya oleh orang lain. Adapun defenisi operasional yang diuraikan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Y Variabel Bebas atau variabel pengaruh independent variable adalah variabel
penyebab yang diduga, terjadi lebih dahulu
Tingkat status sosial ekonomi masyarakat individu yang diukur dari indikator berikut:
a. Tingkat pendidikan
b. Pekerjaan
c. Kekayaan Pendapatan
2. X Variabel Terikat atau variabel terpengaruh dependent variable adalah variabel
akibat yang diperkirakan terjadi kemudian.
Partisipasi Politik yang mereka lakukan: a.
Keanggotaan dalam salah satu partai politik b.
Keikutsertaan dalam kampanye c.
Keikutsertaan dalam kegiatan pemberian suara dalam pilpres 2009
8. Metodologi Penelitian 8.1. Jenis Penelitian