Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata Di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN

PARIWISATA

(Studi Tentang Pembangunan Ekowisata di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

Disusun Oleh:

040903004 SARTIKA MAIFAT

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung

Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

Nama : Sartika Maifat Nim : 040903004

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Elita Dewi, M.SP

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh perorangan maupun secara berkelompok atau masyarakat. Untuk menyatukan kepentingan atau keterkaitan mereka terhadap organisasi atau masyarakat yang bergabung dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat tersebut.

Nagari Lasi merupakan salah satu nagari yang terletak di Kecamatan Candung yang mempunyai masyarakat yang homogen. Saat ini nagari Lasi sedang melaksanakan pembangunan di bidang pariwisata khususnya ekowisata. Dalam pembangunan pariwisata di nagari Lasi, partisipasi masyarakat diperlukan sebagai masukan bagi proses pembangunan pariwisata, sebagai suatu prasyarat mutlak bagi tercapainya tujuan pembangunan nagari Lasi. Melalui penelitian ini peneliti mencari bagaimana partisipasi masyarakat nagari Lasi terhadap pembangunan pariwisata. Apakah terdapat sikap yang mendukung atau tidak yang akan mempengaruhi perkembangan pariwisata ke daerah ini. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di nagari Lasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan teknik pengambilan data melalui studi kepustakaan, observasi, kuesioner dan wawancara. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat nagari Lasi dengan jumlah sample 40 orang yang diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat nagari Lasi kurang berpartisiapsi dalam pembangunan pariwisata, ini disebabkan karena masih adanya masyarakat nagari yang tidak setuju dengan adanya pembangunan pariwisata di nagari. Ditambah dengan masih rendahnya tingkat kesiapan Badan Pengelola Objek Ekowisata dan LPMN sehingga pembangunan pariwisata yang dilaksanakan tidak sesuai dengan kepentingan dan keinginan masyarakat nagari Lasi.


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan salam semoga tercurah keharibaan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan, keluarganya serta para sahabatnya yang telah berjuang dan membawa kita kepada jalan yang benar.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)”.

Sesungguhnya dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki baik dalam hal penelitian maupun dalam hal penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak mustahil skripsi ini akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat dirampungkan. Untuk itu izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

1. Teristimewa untuk Ayah dan Ibu tercinta (Sarnizal dan Ati Abdar) yang telah memberikan semua hal yang terbaik buat ananda sehingga bisa sampai pada tahap ini, tiada kata yang dapat mewakili ucapan terima kasih selain seuntaian do’a semoga Allah SWT membalas jasa dan jerih payah Ayah dan Ibu.

2. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Dr. Marlon Sihombing, MA selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik.

6. Untuk Bapak Drs. Alwi Hasyim Batubara, Msi selaku ketua penguji dan Bapak Drs. Robinson Sembiring, Msi selaku penguji tamu.

7. seluruh dosen dan staf pengajar Ilmu Administrasi Negara yang telah banyak memberikan Ilmu Pengetahuan yang berguna selama penulis menjalani pendidikan di FISIP USU, juga kepada seluuh pegawai pendidikan FISIP USU terutama kak Emi dan kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan di FISIP USU ini.

8. Bapak Monisfar, S.Sos selaku Camat di Kecamatan Candung yang telah memberikan rekomendasi untuk penulis agar dapat melaksanakan riset di nagari Lasi.

9. Bapak Masril Khatib Bandaro selaku Wali Nagari Lasi yang telah membantu penulis dalam melaksanakan riset disana.

10. Staf pegawai di kantor Wali Nagari Lasi yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data-data.

11. Bapak Litafsir Dt Nan Panjang selaku ketua Badan Pengembangan Objek Ekowisata yang telah meluangkan waktunya untuk berdialog dengan penulis. 12. Bapak Suardi Mahmud yang telah memberikan masukan dan informasi

mengenai pembangunan Ekowisata.

13. Untuk kakak ku tersayang Afni Fatmasari, S.ked, untuk adik-adik ku tersayang Widia Sari(2-win) dan Aulia Azmi (unyiill) mudah-mudahan setiap cita-cita yang kita impikan dapat terwujud dan dapat membahagiakan Ayah dan Ibu. 14. Untuk keluarga besar dari ayah dan ibu, makasih atas dukungan dan


(5)

15. Untuk uda Zulfahendi “inyiak” makasih atas waktu dan bantuan yang uda berikan, walaupun uda lagi sibuk tapi uda tetap menemani ika melakukan penelitian.

16. Untuk uda cun yang bersedia menjadi ojek ika dan selalu siap mengantarkan ika kelokasi penelitian.

17. Untuk twins-twins ku (Sari, Ela, Melva, Rina, Oza) yang ada disetiap suka dan duka, mengenal kalian merupakan kado terindah yang aku dapat selama aku kuliah di kampus hitam putih yang kita cintai ini.

Friends forever...

18. Untuk Teman-Teman Magang P. Sidimpuan kelompok 3 “kantin euyy” akbar (ketua yang kalem dan alim), joe(gila abizz), adi(yang selalu mendengarkan keluhan-keluhan kami), shanty(tempat berbagi rahasia), putri(yang paling cerewet tapi rajin), ayu(yang paling alim). Makasih ya atas pengalaman yang tak terlupakan selama 10 hari, kapan ya kita kesana lagi...

19. Untuk kak City, kak mamah, winda(cungkring), nee-6 makasih sudah menjadi keluarga ke 2 di Medan, sukses ya semuanya...

20. Untuk seluruh cewek AN 04, Permai cs, Adriani cs, Carol cs, Silvia cs dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu, sukses ya woooiiii...

21. Untuk cowok AN 04, indra(ketua genk), asfar(sang pecinta), arfan(om marco), fauzi(yang baik hati), ipul, boris(om kita), royan(satu dosen pembimbing), rajab(mantan ketua awak), dodo (kawan berantem), fikri, thamrin, kholid, arif , alex, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tetap kompak ya woooiiii...

22. Seseorang yang nggak bisa disebutkan he...he...he. makasih atas semangat dan perhatiannya.

23. Akhirnya teima kasih untuk pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu proses penyelesaian skripsi ini.


(6)

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi yang penuh dengan kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima koreksi serta saran-saran yang konstruktif dari pembaca.

Akhir kata, semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2008


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 7

I.3. Tujuan Penelitian ... 7

I.4. Manfaat Penelitian ... 8

I.5. Kerangka Teori ... 8

I.5.1. Partisipasi Masyarakat ... 9

I.5.2. Cara Menggerakkan Partisipasi Masyarakat ... 13

I.5.3. Pembangunan Pariwisata ... 18

I.5.4. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata ... 29

I.6. Defenisi Konsep ... 31

I.7. Defenisi Operasional ... 33

I.8. Sistematika Penulisan ... 34

BAB II. METODE PENELITIAN II.1. Metode Penelitian ... 35


(8)

II.3. Populasi dan Sampel ... 35

II.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

II.5. Teknik Analisa Data ... 37

BAB III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1. Sejarah Nagari Lasi ... 38

III. 2. Letak Dan Luas Wilayah ... 39

III.3. Jumlah Penduduk ... 41

III. 4. Pembangunan Pariwisata Nagari Lasi ... 44

BAB IV. PENYAJIAN DATA IV.1. Penyajian Data tentang Distribusi Responden ... 49

IV.2. Karakteristik Responden ... 49

IV. 3. Variabel Penelitian ... 52

BAB V. ANALISA DATA V.1. Analisa Data tentang Identitas Responden ... 67

V.2. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan ... 68

V.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan ... 69

V.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata di Kenagarian Lasi ... 71

BAB VI. PENUTUP VI.1. Kesimpulan ... 75

VI.2. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Orbitrasi nagari Lasi ... 41

Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin ... 41

Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia ... 42

Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ... 43

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan ... 43

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 50

Tabel.7. Distribusi responden berdasarkan umur ... 50

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 51

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 51

Tabel 10. Distribusi jawaban responden tentang pembangunan pariwisata di nagari Lasi ... 52

Tabel 11. Distribusi jawaban responden tentang pensosialisasian rencana Pembangunan pariwisata oleh pemerintah kepada masyarakat nagari Lasi ... 53

Tabel 12. Distribusi jawaban responden tentang keefektifan peran serta masyarakat Dalam pembangunan pariwisata di nagari Lasi ... 54

Tabel 13. Distribusi jawaban responden tentang adanya masyarakat diundang Dalam musyawarah nagari untuk membicarakan mengenai Pembangunan Pariwisata di nagari Lasi ... 54

Tabel 14. Distribusi jawaban responden tentang apakah aspirasi masyarakat nagari Sudah dapat ditampung dan ditindak lanjuti oleh pemerintah nagari Lasi ... 55

Tabel 15. Distribusi jawaban responden tentang apakah masyarakat nagari bebas mengeluarkan pendapat mengenai pembangunan pariwisata ... 56

Tabel 16. Distribusi jawaban responden tentang peranan LPMN dalam menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata .. 56

Tabel 17. Distribusi jawaban responden tentang dilibatkannya masyarakat dalam membuat strategi kebijakan pembangunan pariwsata ... 57

Tabel 18. Distribusi jawaban responden tetang dilibatkannya masyarakat dalam pengambilan keputusan mengenai pembangunan pariwisata ... 57

Tabel 19. Distribusi jawaban responden tentang partisipasi masyarakat sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan pariwisata ... 58

Tabel 20. Distribusi jawaban responden tentang keinginan dari tiap masyarakat dengan pemerintah untuk mendukung pembangunan pariwisata ... 59

Tabel 21. Distribusi jawaban responden tentang tujuan dan manfaat dilaksanakannya pembangunan pariwisata ... 60

Tabel 22. Distribusi jawaban responden tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan ... 61

Tabel 23. Distribusi jawaban responden tentang pelaksanaan pembangunan pariwisata sudah sesuai dengan keinginan atau kepentingan masyarakat ... 61

Tabel 24. Distribusi jawaban responden tentang budaya gotong royong yang dilaksanakan dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata ... 62


(10)

Tabel 25. Distribusi jawaban responden tentang keikutsertaan pemerintah nagari dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan gotong royong .... 63 Tabel 26. Distribusi jawaban responden tentang kegiatan lain yang dilaksanakan dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata ... 63 Tabel 27. Distribusi jawban responden tentang apakah masyarakat dan tokoh

adat ada ikut mengontrol atau mengawasi pelaksanaan pembangunan pariwisata ... 64 Tabel 28. Distribusi jawaban responden tentang keikutsertaan masyarakat dalam

menjaga kelestarian lingkunan disekitar lokasi pariwisata ... 64 Tabel 29. Distribusi jawaban responden tentang perlu atau tidaknya generasi

muda untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian daerah dalam pembangunan pariwisata ... 65 Tabel 30. Distribusi jawaban responden tentang harapan masyarakat terhadap


(11)

ABSTRAKSI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung

Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

Nama : Sartika Maifat Nim : 040903004

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Elita Dewi, M.SP

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh perorangan maupun secara berkelompok atau masyarakat. Untuk menyatukan kepentingan atau keterkaitan mereka terhadap organisasi atau masyarakat yang bergabung dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat tersebut.

Nagari Lasi merupakan salah satu nagari yang terletak di Kecamatan Candung yang mempunyai masyarakat yang homogen. Saat ini nagari Lasi sedang melaksanakan pembangunan di bidang pariwisata khususnya ekowisata. Dalam pembangunan pariwisata di nagari Lasi, partisipasi masyarakat diperlukan sebagai masukan bagi proses pembangunan pariwisata, sebagai suatu prasyarat mutlak bagi tercapainya tujuan pembangunan nagari Lasi. Melalui penelitian ini peneliti mencari bagaimana partisipasi masyarakat nagari Lasi terhadap pembangunan pariwisata. Apakah terdapat sikap yang mendukung atau tidak yang akan mempengaruhi perkembangan pariwisata ke daerah ini. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di nagari Lasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan teknik pengambilan data melalui studi kepustakaan, observasi, kuesioner dan wawancara. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat nagari Lasi dengan jumlah sample 40 orang yang diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat nagari Lasi kurang berpartisiapsi dalam pembangunan pariwisata, ini disebabkan karena masih adanya masyarakat nagari yang tidak setuju dengan adanya pembangunan pariwisata di nagari. Ditambah dengan masih rendahnya tingkat kesiapan Badan Pengelola Objek Ekowisata dan LPMN sehingga pembangunan pariwisata yang dilaksanakan tidak sesuai dengan kepentingan dan keinginan masyarakat nagari Lasi.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Partisipasi nampaknya menjadi kata kunci bagi keberhasilan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dalam

pembangunan nasional. Di dalam GBHN disebutkan, untuk mencapai peertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, harus dicapai kenaikan produksi dan jas diberbagai sektor pembangunan ekonomi. Sedangkan untuk menciptakan landasan bagi tahap

pembangunan berikutnya perlu diusahakan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dengan dukungan serta partisipasi aktif dan luas dari masyarakat.

Pembangunan masyarakat di Indonesia lebih ditekankan pada desa, antara lain karena lebih dari 2/3 penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan. Pada fase permulaan gerakan pembangunan desa, partisipasi sebagai salah satu elemen proses pembangunan desa. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

pembangunan di desa perlu dibangkitkan terlebih dahulu. Partisipasi yang merupakan tolak ukur dalam menilai apakah merupakan proyek pembangunan masyarakat desa atau bukan. Jika masyarakat desa tidak berkesempatan berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek pembangunan di desanya, proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan masyarakat.


(13)

Partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Adakalanya kesediaan masyarakat untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Tentu saja partisipasi seperti ini suatu merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

Pembangunan pariwisata tidak terlepas dari adanya peran stakeholders yakni pemerintah daerah, masyarakat dan pihak swasta atau pengusaha (Santoso, 2004: 12). Dalam hal ini pemerintah daerah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan berlandaskan asas desentralisasi menjadi lebih partispatif dalam percepatan pelaksanaan pembangunan didaerah. Sehingga nantinya daerah dapat mencapai kemandirian yang stabil dan berada pada tingkat yang diharapkan.

Oleh karenanya, keleluasaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya yang ada diwilayahnya diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam berbagai sektor pembangunan. Kreatifitas dan peran aktif masyarakat sangat

berpengaruh dalam mengembangkan dan memajukan daerahnya. Pariwisata dapat mendistribusikan pembangunan dari pusat industri ke wilayah desa atau nagari yang belum berkembang. wilayah kecil lebih cenderung tergantung pada pariwisata daripada wilayah besar karena wilayah besar lebih cenderung mempunyai perekonomian dengan diverkasi tinggi, karena pembangunan pariwisata berkembang pada jangka yang relatif pendek dan membutuhkan investasi yang relatif rendah.


(14)

Pembangunan pariwisata harus memperhatikan faktor lingkungan agar

kelestarian alam dapat terjaga. Pembangunan pariwisata yang sangat berpolarisasi dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan yang besar. Misalnya polusi air dan udara, kekurangan air, kemacetan lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional. Hal ini mengurangi kualitas hidup dari masyarakat setempat serta wisatawan dan pada akhirnya akan mengancam kelangsungan dari pembangunan pariwisata itu sendiri (Thalib, 1975 : 35).

Pemerintah nagari Lasi telah memutuskan untuk mengembangkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor yang dapat merangsang berkembangnya

perekonomian penduduk agar lebih baik di masa mendatang. Nagari Lasi mempunyai beberapa potensi objek wisata yang perlu dikembangkan, yaitu

1. Kawasan pasanggrahan.

2. Kawasan air terjun Sarasah Bunsu. 3. Pemandian mata air Karang Panjang.

4. Kawasan air terjun Sarasah Inyiak Jangguik. 5. Kawasan Galanggang Awa.

6. Bangunan sejarah bekas Gedung Lareh. 7. Kawasan Jalan Pancang.

8. Bentaran Kudo. 9. Pasa Manjua Urang.

Masing-masing daerah tujuan wisata memiliki kelebihan dan daya tarik tersendiri. Para wisatawan boleh memilih kemana tujuan yang dikehendaki. Masalah daya tarik


(15)

tujuan memang ada ketergantungannya pada motivasi wisatawan itu sendiri. Apa yang dikehendaki seseorang mungkin tidak oleh yang lainnya, tetapi mungkin pula ada orang-orang yang sama seleranya. Berhasilnya suatu tempat berkembang menjadi daerah tujuan wisata (DTW) sangat tergantung kepada tiga faktor utama, yaitu :

a. Atraksi, yang dapat dibedakan menjadi :

a. Tempat, umpamanya tempat dengan iklim yang baik, pemandangan yang indah, atau tempat-tempat bersejarah.

b. Kejadian/peristiwa; konggres, pameran atau peristiwa-peristiwa olahraga, dan sebagainya.

b. Mudah dicapai (Aksebilitas)

Maksudnya tempat tersebut dekat jaraknya, atau tersedianya transportasi ketempat itu secara teratur, sering, murah, nyaman dan aman.

c. Amenitas

Maksudnya tersedianya fasilitas-fasilitas seperti tempat-tempat penginapan, restoran-restoran, hiburan, transportasi lokal yang memungkinkan wisatawan bepergian ditempat itu serta alat-alat komunikasi lain.

Disamping itu, untuk menyusun suatu kerangka dalam pembangunan pariwisata, mengatur industri pariwisata serta mempromosikan daerah itu sehingga dikenal orang. Yang penting diperhatikan juga adalah bagaimana kesan dan tanggapan masyarakat tentang daerah tujuan yang akan dikunjungi (Samsuridjai, 1999 : 20)

Pemerintah nagari Lasi telah merancang kawasan ekowisata menjadi kawasan wisata terkemuka. Program pemerintah nagari Lasi adalah menjadikan kawasan


(16)

ekowisata menjadi daerah tujuan pariwisata dengan meningkatkan anggaran

pembangunan sarana dan prasarana sektor pariwisata termasuk juga biaya promosi. Namun, sampai saat ini sektor pembangunan pariwisata belum digarap secara optimal sebagai sumber Pendapatan Nagari dikarenakan anggaran yang diperlukan belum memenuhi kebutuhan pembangunan pariwisata. Padahal nagari ini memiliki bannyak potensi yang bisa dimanfaatkan.

Berbagai kegiatan sebagaimana diprogramkan dalam program-program pembangunan dan pengembangan pariwisata telah dilaksanakan. Diantaranya, mengadakan event-event di Pasanggrahan pada Tahun 2003, berbagai acara

diselenggarakan di sini dengan selalu membawa nuansa budaya Lasi. Acara ini dihadiri oleh Bupati Kabupaten agam dan Dewan Gunung Dunia. Setiap tahun diadakan acara pekan wisata dan sejak tahun 2004, tanggal 11 Mei dicanangkan sebagai hari Gunung.

Partisipasi masyarakat diperlukan sebagai masukan bagi proses pembangunan pariwisata, sebagai suatu prasyarat mutlak bagi tercapainya tujuan pembangunan nagari Lasi. Peranan partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan ditetapkan dalam GBHN. Partisipasi diartikan sebagai dana, daya yang dapat disediakan atau kontribusi masyarakat nagari terhadap proyek pemerintah. Dalam hubungan ini menggerakkan partisipasi masyarakat diartikan sebagai usaha untuk menggali, menggerakkan dan mengarahkan dana dan daya dari masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan pariwisata.


(17)

Walaupun tekad pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang

berlandaskan partisipasi rakyat sudah ada tetapi dilapangan, tekad tersebut belum dapat terwujud dengan sempurna. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa rendahnya pertumbuhan ekonomi bagi suatu daerah adalah kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam membangun prasarana wilayahnya yang potensial memberikan masukan (input) bagi pertumbuhan ekonominya, salah satunya pembangunan pariwisata (James, 1994: 36).

Melalui penelitian ini peneliti mencari bagaimana partisipasi masyarakat nagari terhadap pembangunan pariwisata. Apakah terdapat sikap yang mendukung atau tidak yang akan mempengaruhi perkembangan pariwisata ke daerah ini. Dan apakah

maasyarakat ikut berpartisipasi untuk mendukung pelaksanaan pembangunan pariwisata di nagari Lasi. Hal ini perlu sekali diperhatikan, karena didalam pelaksanaan

pembangunan pariwisata, tanpa adanya peran serta masyarakat pembangunan itu tidak akan terlaksana dengan baik dan belum tentu pembangunan itu diterima masyarakat setempat.

Belum efektifnya pengelolaan objek wisata Marapi di nagari Lasi juga

disebabkan karena pihak lembaga masyarakat kenagarian Lasi masih memandang bahwa pemerintahlah yang mempunyai peran penting dalam melaksanakan pembangunan pariwisata. Padahal yang seharusnya partisipasi masyarakatlah yang paling penting dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata. Sehingga belum terimplementasinya sapta Pesona secara utuh (aman, tertib, bersih, sejuk, undah, ramah tamah, kenangan) dalam kehidupan masyarakat dilokasi objek wisata.


(18)

Jadi pembangunan pariwisata bukan hanya sebagai proyek pemerintah. Tapi masyarakat juga harus menganggap bahwa proyek pemerintah itu harus sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan tapi yang paling penting adalah masyarakat dianggap sebagai subjek pembangunan. Mereka juga dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata mulai dari

perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan dari pembangunan pariwisata itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan diatas, bahwa partisipasi masyarakat sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat hendaknya terjalin keharmonisan hubungan kerja, saling mengahargai, saling menghormati, saling mempercayai, saling membantu dan saling menasehati satu dengan yang lain, saling memberikan dan menerima (take and give) dan saling mau menerima pendapat dan pandangan orang lain manakala kepentingan umum lebih besar dari kepentingan pribadi dan kelompok (Santoso, 2004: 56).

Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Ekowisata Di

Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Sumatera Barat”.

I.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian. Hal ini senada dengan pendapat yang mengatakan agar penelitian dapat dilaksanakan


(19)

dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dengan apa (Arikunto, 1993:17)

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis di dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata di Kenagarian Lasi”

I.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

“Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata di Kenagarian Lasi”.

I. 4. Manfaat Penelitian

Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik untuk diri sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dengan penelitian ini.

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah :

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa Ilmu Administrasi umumnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya.


(20)

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.

3. Untuk membandingkan antara teori yang telah didapat dibangku perkuliahan dengan fakta yang terjadi dilapangan.

4. Bagi Pemerintah Nagari Lasi, penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai sumbangan saran dan pemikiran dalam rangka melakukan pembinaan dan masyarakat melalui program pembangunan pariwisata di kenagarian Lasi.

I. 5. Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Selanjutnya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, dan kostruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1989 : 37)

Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.


(21)

I.5.1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian yang integral yang harus ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki (sence of belonging) rasa tanggung jawab (sence of responsibility) dari masyarakat secara sadar, bergairah dan bertanggungjawab (Tjokromidjojo, 1994).

Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu participation, take a part artinya peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain. menurut Davis dalam Satropoetro (1998) mengemukakan bahwa partisipasi “as metal and

emotional involvement of a erson in a group situation which encourges him to contribute to group goals and share responsibility in them”. Partisipasi merupakan

keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Dengan demikian dalam partisipasi terdapat tiga unsur yaitu:

1. Bahwa partisipasi/keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan lebih dari keterlibatan jasmani.

2. Adanya kesediaan memberi sesuatu demi mencapai tujuan kelompok dimana pemberian itu didasari oleh rasa senang, kesukarelaan untuk membantu.

3. Adanya unsur tanggungjawab yaitu partisipasi merupakan kewajiban mendasar sebagai anggota masyarakat.

Partisipasi adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional orang-orang didalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada


(22)

masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut serta bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan (Sastropoetro, 1998). Terdapat dua unsur pokok mengapa partisipasi itu penting. Pertama, alasan etnis yaitu dalam arti pembangunan demi manusia berpartisipasi sebagai subjek, bukan menjadi objek. Kedua, alasan sosiologis yaitu bila perkembangan diharapkan berhasil dalam rangka panjang ia harus

menyertakan sebanyak mungkin orang kalau tidak pembangunan pasti tidak akan terlaksana dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya gotong royong merupakan modal utama dalam potensi yang esensial dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata. Yang selanjutnya telah tumbuh dan berkembang menjadi dasar bagi

kelangsungan pembangunan nasional (Darsono dalam Sastropoetro, 1998).

Partisipasi masyarakat merupakan partisipasi dari sejumlah individu yang berada dalam kelompok yang terorganisasikan. Maka bagi pemimpin sebagai pemprakarsa atau komunikator menjadi tugas penting untuk menggerakkan minat individu sehingga timbul suatu aksi massa untuk mencapai tujuan bersama. Agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna. Maka perlu diperhatikan sifat dan ciri-ciri partisipasi yaitu :

1. Partisipasi harus bersifat suka rela.

2. Berbagai issue atau masalah haruslah disajikan dan dibicarakan secara jelas dan objektif.

3. Kesempatan untuk berpartisipasi haruslah mendapat keterangan/informasi yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilakasanakan.


(23)

4. Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sektor, bersifat dewasa, penuh arti dan berkesinambungan (sastropoetro, 1998).

Selanjutnya Kontjaraningrat (1990), berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut menentukan arah dan tujuan pembangunan. Dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa partisipasi merupakan suatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.

Pada hakikatnya partisipasi masyarakat itu merupakan sesuatu yang seharusnya karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat sendiri. Dalam hal ini pemerintah memberi bantuan, sedangkan masyarakat harus memberikan respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan adalah bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa tidak berkepentingan terhadap suatu kegiatan, dan juga tidak optimal jika mereka yang berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian. Soedjono (1990) manyatakan pula bahwa partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya


(24)

setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri.

Menurut Tjokromidjojo dalam safi’i (2007:104) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahap, yaitu :

1. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

2. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

3. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan.

Partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dalam empat tahap, yaitu :

1. Tahap assessment

Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.

2. Tahap alternative program atau kegiatan

Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan cara beberapa alternatif program.


(25)

Dilakukan dengan melaksanakan program yang telah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaan dilapangan.

4. Tahap evaluasi (termasuk evaluasi input, proses dan hasil)

Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas dari program yang sedang berjalan.

1.5.2. Cara Menggerakkan Partisipasi Masyarakat

Perbaikan kondisi hidup masyarakat dan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dapat menggerakkan partisipasi (Poston, 1958:185). Agar perbaikan kondisi dan

peningkatan taraf hidup masyarakat dapat menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, usaha itu antara lain :

1. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata.

2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (respone) yang dikehendaki.

3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior) yang dikehendaki secara berlanjut.

Selain cara diatas, partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui :

1. Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat.


(26)

2. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

3. Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan (Mubyarto, 1984:49) Masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi jika :

1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah di ketahui di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan.

3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat.

4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.

Partisipasi masyarakat berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam mengambil keputusan. Partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat desa/nagari yang bersangkutan antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat desa/nagari yang bersangkutan untuk berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat.

Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara madiri. Partisipasi masyarakat dalam

pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan masyarakat tersebut.


(27)

a. Pendekatan keswadayaan

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan

dikemukakan oleh Mulyarto dengan terciptanya kondisi yang mendukung yaitu : (a) Strategi pembangunan pada bagian rakyat miskin; (b) Adanya struktur kepemimpinan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat; (c) Pembentukan kelompok yang berbasis pedesaan; (d) NGO memainkan peranan yang bersifat mendukung.

Dengan demikian jalinan upaya ini akan mampu menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat, selanjutnya Philips H. Combs dan Menzoor mengemukakan :

“Dalam pelaksanaan pembangunan didesa/nagari diperlukan perombakan yang mendasar mengenai seluruh lembaga, proses dan hubungan yang terdapatdi daerah pedesaan dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dan kebudayaan. Disinilah dibutuhkan proses pendidikan untuk mengubah ketergantungan dan kurang keyakinan pada kemampuan sendiri sehingga dapat dibangkitkan kegairahan dan hasrat serta kepercayaan akan kemampuan diri yang akan dapat mengarahkan hasrat swadaya baik perorangan, kelompok untuk

memperbaiki nasib dan kedudukan sendiri” (Philips H. Combs dan Menzoor, 1984: 184)

Pendekatan keswadayaan dalam pembangunan didasari keyakinan kuat bahwa sumber daya manusia adalah unsur yang paling pokok dalam pembangunan (Abdullah Sarwani, 1991: 20). Metodologi keswadayaan dengan dialog partisipatif untuk

mengembangkan kemandirian masyarakat merupakan pilihan strategis untuk dapat mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Berdasarkan asumsi menurut Hamijojo partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat terjadi dalam bentuk : konsultasi, sumbangan yang spontan, proyek berdikari, sumbangan kerja, aksi massa, pembangunan keluarga desa, dan pembangunan proyek komunitas otonom.


(28)

Sedangkan jenis partisipasi terdiri dari: 1. Partisipasi buah pikiran.

2. Partisipasi keterampilan. 3. Partisipasi tenaga. 4. Partisipasi harta benda.

5. Partisipasi uang (Sastropoetro, 1985:18)

Partisipasi keswadayaan meletakkan dasar pada peran serta rakyat, oleh karenanya prasyarat yang harus sudah disiapkan adalah kemandirian (selfrelience) masyarakat. Dengan kata lain bahwa melalui pendekatan keswadayaan akan dapat menumbuhkembangkan kesadaran akan adanya perubahan dalam kehidupan. Kesadaran ini muncul setelah adanya self relience (kemandirian) untuk meningkatkan taraf

hidupnya sendirinya. Dengan pendekatan ini insentif dari luar bukanlah hal pokok, melainkan sebagai pendukung terhadap upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat sendiri.

Dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga mempunyai peran yang penting dalam melakukan pendekatan yang

langsung hidup bersama masyarakat, pendampingan masyarakat serta pengorganisasian masyarakat. Karena LSM merupakan lembaga potensial untuk menumbuhkan motivasi kearah yang lebih baik bagi masyarakat pedesaan. Metodologi yang dikembangkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat adalah metodologi partisipatif untuk menjawab

persoalan rakyat kecil, harus menjadi bagian dari mereka. Dengan menjadi bagian dari mereka, dapat mengerti kebutuhan-kebutuhan, simbol-simbol dan harapan-harapannya.


(29)

Dengan kata lain LSM melakukan teknik pendampingan terhadap masyarakat yang bermasalah. Teknik pendampingan merupakan salah satu pendekatan berdasarkan hubungan dwi-subjek, yang didampingi bukanlah objek. Karenanya dalam upaya pendampingan harus dibutuhkan hubungan yang semitra (dialogis), artinya bahwa subjek yang didampingi harus turut menentukan isi pendampingan itu sendiri.

b. Tata Hubungan Masyarakat Membaharu.

Dalam masyarakat membaharu nampak usaha-usaha yang jelas untuk mengikutsertakan rakyat dalam perencanaan dan keputusan mengenai masa depan mereka sendiri. Pemerintah tidak mencoba memaksakan suaru program atas keputusan pemerintah pusat sendiri, tetapi bekerja sama dengan lembaga-lembaga setempat untuk bekerja dengan rakyatnya. Hubungan antara pemerintah dan rakyat dapat terjalin kearah saling percaya dan saling menghormati. Tugas pemerintah dalam masyarakat

membaharu adalah mengorganisir masa rakyat termasuk masyarakat pedesaan dalam pelembagaan lokal yang cukup berotonomi dan yang memberikan peluang kepada mereka untuk memasuki sistem ekonomi dan sosial nasional. Seni mengorganisasian rakyat terletak pada dimungkinkannya mengambil keputusan pada tingkat-tingkat yang tepat, dengan demikian memungkinkan agar bermacam-macam kebutuhan masyarakat desa tercakup dalam garis kebijaksanaan nasional. maksud pengorganisasian masyarakat adalah untuk menciptakan dan memperbesar partisipasi mereka dalam proses

pembangunan pedesaan, sebab selama mereka tidak menjadi penggerak atau secara langsung terlibat dalam proses pembangunan maka hasilnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat (Sutisna, 1997: 38-39).


(30)

Secara sosiologis, dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat perlu prakarsa yang memperlancar prakondisi tersebut adalah perubahan pola pikir kearah pemikiran yang rasional. Perubahan pola pikir selanjutnya ditindaklanjuti dengan perilaku yang nyata. Proses ini tentunya tidak terjadi demikian saja. Proses ini membutuhkan usaha pendidikan, dan pendidikan yang kondisional yaitu melalui media massa, pelatihan dan bentuk-bentuk pendidikan nonformal lainnya.

Bidang ini perlu mendapat perhatian berpengaruh tajam terhadap munculnya perilaku-perilaku nyata. Perhatian yang harus diberikan berupa koordinasi sehingga mampu mengefektifkan tumbuhkembangnya partisipasi masyarakat secara merata. Dengan adanya upaya-upaya ini, partisipasi masyarakat agar dapat

ditumbuhkembangkan. Dengan kata lain bahwa telah terdapat kesadaran perubahan kearah perbaikan taraf hidup. Kesadaran ini tentunya berangkat dari pemahaman yang objektif terhadap kenyataan-kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat.

I.5.3. Pembangunan Pariwisata Pembangunan

Pada hakekatnya pada setiap kehidupan masyarakat selalu terdapat perubahan-perubahan atau pergantian dan pertumbuhan serta perkembangan yang terjadi dalam masyarakat itu mundur. Dalam arti terjadinya pengrusakan atau penghancuran nilai-nilai atau bangunan fisik yang sudah ditata dengan baik. Sebaiknya perubahan atau pergantian itu terjadi dari keadaan yang serba kekurangan kearah yang serba kecukupan atau dari keadaan yang semraut kearah yang lebih tertib. Perubahan atau pergantian dari


(31)

keadaan yang kekurangan kepada yang lebih tertib inilah yang penulis maksud dengan pembangunan.

Istilah pembangunan ini mempunyai batasan yang beranekaragam. Namun, pada dasarnya tujuan dari masing-masing batasan yang diberikan terhadap pembangunan itu hampir sama.

Menurut siagian(2000:4)pembangunan adalah sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Menurut Tjokromidjojo(1985:34)pembangunan adalah suatu proses pembaharuan yang kontinue dan terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik.

Berdasarkan pengertian pembangunan yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pembangunan itu merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus. b. Pembangunan itu mengandung suatu perubahan kearah yang lebih baik c. pembangunan itu mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

Sementara itu menurut Budiman(1995:1)pembangunan secara umum diartikan sebagai usaha memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Dari pengertian tersebut diatas dapat diterangkan bahwa adanya suatu proses perubahan atau transformasi dalam kehidupan masyarakat dan warganya. Perubahan ini tidak hanya berarti aspek kemajuan ekonomi (material) saja tetapi dibarengi dengan kemajuan pendidikan dan teknologi, keadilan sosial dan kesehatan.


(32)

Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu fenomena multidimensional, menumbuhkan citra petualang, romantik dan tempat-tempat eksotik dan juga meliputi realita keduniaan seperti bisnis, kesehatan dan lain-lain. sedangkan menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, dan ilmu(Spillance, 1985: 21)

Jadi pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dari suatu tempat ketempat lain dan bersifat sementara untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan yang bertujuan mendapatkan kenikmatan dan kepuasan.

Pengertian pariwisata timbul di Perancis menjelang akhir abad ke-17 pada tahun 1672, de St. Maurince, seorang bangsawan Perancis menerbitkan sebuah buku petunjuk “The true guide for foreigners tranvelling in france, to appreciale its beauties, learn the

langguage and take exercise”. Jadi buku petunjuk peerjalanan untuk orang asing untuk

menikmati keindahan, dan memperlajari serta mempraktekkan bahasa perancis. Dengan demikian, lahirlah pengertian dan istilah tour dan fouriste untuk menunjuk perjalanan dan orang yang mengadakan perjalanan di Perancis untuk menikmati keindahan dan belajar bahasa. Istilah itu kemudian menyebar keberbagai bahasa barat. Di Indonesia, disamping tur dan turis digunakan istilah wisata, wisatawan dan pariwisata sebagai padanan tour, tourisle,dan tourism(Soekadijo, 1996).

Di Indonesia istilah “pariwisata”konon untuk pertama kali digunakan oleh mendiang Presiden Soekarno dalam suatu percakapan sebagai padanan dari istilah asing


(33)

tourism. Sementara apa yang dimaksud dengan tourism/pariwisata itu harus disimpulkan

dari cara orang menggunakan istilah itu. Maka dapat dikatakan bahwa yang disebut pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan(soekadijo, 1996).

a. Wisatawan

Pada hakekatnya istilah wisatawan tidak telepas dari dunia kepariwisataan karena pariwisata merupakan perjalanan wisata yang dilakukan oleh orang-oranng yang hendak bertamasya atau rekreasi. Dalam Instruksi Presiden No 9 Tahun 1965 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ketempat lain menikmati perjalanan dan kunjungan itu (Spillance, 1985: 21).

Dalam perkembangannya dibuat batasan umum pengertian mengkategorikan orang-orang yang seharusnya atau tidak seharusnya dianggap sebagai wisatawan.

Yang bisa dianggap wisatawan :

1. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan karena alasan keluarga, kesehatan dan lain-lain.

2. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan pertemuan-pertemuan atau karena tugas-tugas tertentu.

3. Mereka yang mengadakan perjalanan dengan tujuan usaha.

4. Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun tinggal disuatu negara kurang dari 24 jam.


(34)

1. Mereka yang datang baik dengan maupun tanpa surat kontrak kerja kerja, dengan tujuan mencari pekerjaan atau mengadakan kegiatan usaha di suatu negara.

2. Mereka yang datang untuk mengusahakan tempat tinggal tetap di suatu negara.

3. Penduduk didaerah tapal batas negara dan mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dan bekerja di negara yang berdekatan.

4. Pelajar, mahasiswa dan orang-orang muda di asrama-asrama pelajar dan mahasiswa.

5. Wisatawan-wisatawan yang melewati suatu negara tanpa tinggal walaupun perjalanan tersebut berlangsung lebih dari 24 jam.

b. Ekowisata

Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelesarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the

environment and improves the weel-being of local people).

Dari pengertian ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni: pertama, ekowisata sebagai produk merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam. Kedua, ekowisata sebagai pasar merupakan perjalanan diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Ketiga, ekowisata sebagai pendekatan pengembangan merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah


(35)

lingkungan. Disini kegiatan wisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata.

Hector Ceballos-Lascurain seorang arsitek dan environmentalis Meksiko menjelaskan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisata menuju daerah alamiah yang relatif belum terganggu atau terkontaminasi. Tujuan utamanya yakni mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan alam (lanskap) dan kekayaan hayati yang dikandungnya, seperti hewan dan tumbuhan serta budaya lokal yang ada disekitar kawasan(Hakim,2004:52)

Deklarasi Quebec secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. di dalam praktik hal itu terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya, melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka dan dilakukan dalam bentuk wisata independen dalam bentuk kelompok kecil (Damanik, 2006:38)

Menurut Hakim(2004:53)ekowisata dikarakteristikkan dengan adanya beberapa hal berikut :

1. Adanya manajemen lokal dalam pengelolaannya. 2. Adanya produk perjalanan dan wisata yang berkualitas 3. Adanya penghargaan terhadap budaya


(36)

5. Bergantung dan berhubungan dengan sumberdaya alam dan budaya. 6. Adanya integrasi pembangunan dan konservasi

Wisata alam merupakan aktifitas wisata menuju tempat-tempat alamiah, yang biasanya diikuti oleh aktifitas-aktifitas olah fisik dari wisatawan. Termasuk dalam kategori ini, antara lain hiking, biking, sailing, camping. Disini kita juga mengenal

adventure tourism sebuah istilah yang merujuk kepada kegiatan wisata alam, namun

lebih mempunyai nilai tantangan tersendiri, seperti panjat tebing, diving di laut dalam, kayak dan lainnya. Tempat-tempat wisata favorit jenis ini kebanyakan merupakan kawasan lindung seperti taman nasional, taman laut, cagar alam, taman hutan raya, dan kawasan lindung lainnya(Hakim, 2004:42).

c. Objek Wisata

Sumber-sumber objek wisata ini oleh Prof. Marioti disebut dengan istilah “Attractive Spontance”yaitu segala sesuatu yang terdapat didaerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang berkunjung ketempat tersebut. Hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung kesuatu tempat daerah tujuan wisata :

1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semestanya. Keadaan iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna, dan tempat-tempat kesehatan.

2. Hasil ciptaan manusia seperti : benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan. Kesenian rakyat, kerajinan tangan, upacara tradisional, pameran, festival dan lain-lain.

3. Tata cara hidup masyarakat tradisional, adat istiadat dan kebiasaan (Yoety dalam soekadijo,1996 )


(37)

Tata cara hidup masyarakat tradisional dari suatu masyarakat merupakan salah satu sumber amat penting untuk ditawarkan kepada para wisatawan. Bagaimana kebiasaan hidup dari suatu masyarakat ini, adat istiadatnya, semuanya merupakan daya tarik utama bagi wisatawan untuk lebih lama tinggal di daerah itu. Kenagarian Lasi tidak salah disebut sebagai daerah objek wisata. Sebab di daerah ini terdapat apa yang disebut dengan natural aminities atau benda-benda yang terdapat di alam semesta, yaitu iklim yang sejuk, pasanggrahan yang terdapat dilereng gunung marapi memiliki pemandangan yang indah dengan menghadirkan panorama kawasan kota Bukittinggi dan hamparan perkampungan Agam bagian timur yang dipagari jajaran Bukit Barisan, Gelanggang Awa yang terletak pada sebuah bukit yang mempunyai jarak tertentu dengan kaki gunung marapi, beberapa buah air terjun dan lurah serta bangunan-bangunan sejarah peninggalan kolonial Belanda yang semuanya menunjang bagi pencapaian kepuasan wisatawan yang berkunjung.

Meskipun hal tersebut diatas terdapat dalam suatu daerah pariwisata, akan tetapi bila sarana dan prasarana untuk mencapai daerah tersebut tidak ada maka kegiatan pembangunan kepariwisataan tidak akan berjalan lancar. Oleh karenanya pengadaan sarana dan prasarana pariwisata sangat prinsipil sifatnya untuk daerah pariwisata.

d. Sarana dan Prasarana

Yang dimaksud dengan prasarana (infrastucture)adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian dapat berjalan lancar sedemikian rupa. Sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi fungsinya adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.


(38)

Menurut Wahab (1989 : 53) ada dua prasarana kepariwisataan, yaitu : 1. Prasarana perekonomian (Economic Infrastructure) yang terdiri atas :

a. Prasarana perhubungan b. Prasarana telekomunikasi

c. Prasarana yang termasuk utilities, yaitu air bersih dan listrik d. Sistem perbankan

2. Prasarana sosial (Social Infrastucture) antara lain: a. Pelayanan kesehatan

b. Faktor keamanan

Prasarana kepariwisataan diatas harus didukung lagi oleh sarana pariwisata sehingga sifatnya saling melengkapi. Tanpa adanya prasarana yang disebutkan diatas akan sukar bagi sarana kepariwisataan dapat memenuhi fungsinya untuk memberikan pelayanan bagi wisatawan yang berkunjung.

Sarana kepariwisataan adalah segala fasilitas yang digunakan oleh wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya disuatu daerah. Sarana kepariwisataan ini dimaksudkan untuk membuat wisatawan lebih banyak. Dalam hal ini bisa tempat penginapan, menyediakan makanan dan minuman di daerah tujuan wisata. Dapat pula ditambahkan kantor pemerintah seperti pusat informasi, kantor dinas pariwisata, dan lain sebagainya sebagai pelayanan secara tidak langsung yang berkunjung.

Sarana dan prasarana kepariwisataan yang disebut diatas memerlukan biaya yang cukup besar, waktu yang cukup lama untuk pengadaannya serta adanya partisipasi dari masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan taraf hidup masyarakat melalui proses pariwisata. Oleh karena itu didalam melaksanakan pengembangan ini perlu


(39)

adanya kerjasama pihak-pihak terkait yaitu, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat setempat (Santoso, 2004)

Sekurang-kurangnya ada 4 keuntungan yang nyata diperoleh dari pembangunan pariwisata sebagai komoditi, yaitu :

1. Bertambahnya kesempatan kerja dengan perkataan lain akan dapat menghilangkannya/mengurangi pengangguran.

2. Meningkatkan penerimaan pendapatan nasional (national income), yang berarti pula income perkapita bertambah.

3. Semakin besarnya penghasilan pajak (tax revenue).

4. Semakin kuatnya posisi neraca pembayaran luar negeri (met balance payment) (Yoeti, 1996).

Menurut James J. Spillance (1985) keuntungan dari pembangunan pariwisata adalah :

1. Membuka kesempatan kerja. Karena pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitarnya.

2. Menambah pemasukan/pendapatan masyarakat daerah. 3. menambah devisa negara.

4. Merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia. 5. Menunjang gerak pembangunan di daerah.

Mengingat bahwa sektor industri pariwisata dapat memberikan sumbangan terhadap perolehan devisa dan memperkuat posisi neraca pembayaran luar negari. Maka pemerintah Industri telah menunjukkan kemauannya secara politis untuk membangun


(40)

industri pariwisata. Hal ini dapat terlihat dari kebijaksanaan pembangunan yang dinyatakan dalam GBHN yaitu TAP MPR No. II/MPR/1993. Sebagai antisipasi perkembangan pembangunan pariwisata yang telah menglobal sifatnya, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Pariwisata(Pendit, 2006: 10).

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Sapta Pesona dengan maksud mengajak seluruh warga masyarakat untuk berperan serta mencipta suasana yang mendukung berkembangnya pembangunan pariwisata yaitu dengan menciptakan dan menjaga :

1. Keamanan. 2. Ketertiban. 3. Kebersihan. 4. Kesejukan. 5. Kaindahan. 6. Keramahtamahan 7. Kenangan.

Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pariwisata ini ditempuh dengan melibatkan masyarakat sebagai subjeknya. Masyarakat tidak dilihat sebagai objek binaan saja. Melainkan penentu kearah mana hidupnya dibawa. Dengan adanya inisiatif baru dengan demikian program tersebut memang bersifat pembangunan. Pembangunan pariwisata ini bertujuan untuk :


(41)

2. Meningkatkan kapasitas manajemen Pemerintah Daerah, kemampuan kelembagaan nagari dan peran serta masyarakat.

3. Meningkatkan keterampilan masyarakat nagari dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan.

4. Meningkatkan pembangunan modal di daerah.

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pembangunan dalam aktifitas diberbagai sektor pembangunan sebagaimana nagari Lasi yang menempatkan sektor pertanian, dan pariwisata sebagai sektor-sektor ekonomi yang menjadi potensi wilayahnya. Untuk itulah penelitian ini perlu dilakukan agar pembangunan pariwisata di kawasan Gunung Marapi dapat terlaksana secara efisien dan efektif untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nagari Lasi. Yang diutamakan dalam pembangunan pariwisata ini adalah program pengembangan peran serta masyarakat dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata. Dalam pembangunan pariwisata, peran serta masyarakat nagari setempat sangat diutamakan terutama dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat lebih meningkatkan dan mengembangkan dinamika dan kreatifitas masyarakat khususnya masyarakat yang lemah, terbelakang, dan tertinggal.

I. 5. 4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata

Pengembangan objek wisata tidak akan berjalan lancar apabila masyarakat khususnya masyarakat setempat tidak terlibat dalam upaya pengembangan tersebut. Untuk itu penduduk atau masyarakat setempat wajib dikonsultasikan dan reaksi atau responnya harus diperhitungkan dalam proses perencanaan. Partisipasi masyarakat


(42)

bukanlah suatu akhir dari pekerjaan akan tetapi merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan dari pembangunan nasional.

Partisipasi masyarakat harus dibina untuk menuju kearah yang baik dan sehat, agar para pelaksanaannya dapat melaksanakan dan memelihara proyek-proyek infrastruktur yang sudah selesai dibangun, sehingga keterlibatan pemerintah dalam bidang itu menjadi berkurang. Partisipasi masyarakat akan membangkitkan rasa bangga terhadap keterlibatan dan menimbulkan perasaan sayang terhadap proyek serta menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri kesempatan dan tanggung jawab.

Dengan mengikutsertakan beberapa orang yang dianggap mempunyai pengaruh yang cukup besar dipedesaan pada awal usaha, yang selanjutnya baru melibatkan masyarakat banyak. Karena kalau tidak seperti itu masyarakat desa akan kurang antusias dan kurang terdorong untuk berpartisipasi terhadap usaha-usaha pembangunan di mas mendatang.

Dalam kaitan itu, Hamidjojo mengemukakan 10 alasan tentang pentingnya partisipasi sebagai berikut:

1. Dengan partisipasi lebih banyak hasil kerja dapat dicapai.

2. Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya yang murah.

3. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena menyangkut harga dirinya.

4. Partisipasi merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya. 5. Partisipasi mendorong timbulnya rasa tanggung jawab.


(43)

7. Partisipasi menjamin bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah dilibatkan.

8. Partisipasi menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat didalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan berbagai keahlian. 9. Partisipasi membebaskan orang dari ketergantungan kepada keahlian oang lain. 10. Partisipasi lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab kemiskinan

sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya (Hamijojo dalam Sastropoetro, 1986: 56).

Dengan demikian masyakat sebagai pelaku pembangunan akan berusaha menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk kehidupannya, dengan partisipasi aktif dan apabila mungkin didasarkan atas inisiatif sendiri. Dan masyarakat sebagai pelaku pariwisata menuntut lebih banyak peran serta aktifnya jika dibandingkan dengan pemerintah sebagai pengambil kebijakan.

Kerja sama merupakan kunci berhasilnya pembangunan pariwisata. Apakah kerjasama dalam pembinaan wisata, apakah kerjasama dalam pemasaran ataukah kerjasama dalam usaha-usaha pembinaan masyarakat. Dengan demikian harus ditemukan situasi atau kebijaksanaan yang mampu menciptakan kerjasama maupun cara-cara untuk melaksanakan kerjasama itu. Faktor-faktor penting dalam hal ini adalah:

1. Adanya kepentingan bersama. 2. Hubungan antar manusia.


(44)

I.6. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial(singarimbun, 1987)

Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti dalam defenisi konsep yang digunakan dalam pengertian ini adalah :

1. Partisipasi masyarakat adalah suatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan (merencanakan), melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.

2. Pembangunan pariwisata adalah proses perubahan yang dilakukan pada sektor pariwisata dengan mewujudkannya dalam program-program yang berbentuk pembatasan secara ketat eksploitasi sumberdaya tanpa menyisakan kerusakan lingkungan hidup secara permanen, dimana pemanfaatan sumberdaya tersebut harus melibatkan masyarakat lokal dan memberikan manfaat optimal bagi mereka.

3. Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.


(45)

I.7. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang mendukung penganalisian dari variabel-variabel tersebut(Singarimbun, 1989).

Adapun definisi operasional dalam penelitian partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata, yaitu:

a. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan

1. Wujud atau dimensi partisipasi yang diberikan oleh masyarakat dalam perencanaan pembangunan ekowisata, seperti berupa ide dan gagasan. 2. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan rencana pembangunan

ekowisata. Keterlibatan dalam hal ini adalah apakah masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan ekowisata termasuk dalam hal pengambilan keputusan.

3. Penetapan program pembangunan sarana dan prasarana objek ekowisata yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.

b. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

1. Wujud atau dimensi partisipasi masyarakat yang diberikan oleh masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan ekowisata, seperti berupa sumbangan tenaga dalam bentuk gotong royong dan sumbangan materi atau dana.

2. Keterlibatan masyarakat dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekowisata.


(46)

I.8. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Berisikan metode penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, batas wilayah, penduduk, sosial budaya serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Berisikan penyajian data yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi.

BAB V : ANALISA DATA

Berisikan analisa data dari jawaban responden yang diperoleh dari lapangan dan menganalisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian.


(47)

BAB II

LATAR BELAKANG KEBIJAKAN KENAIKAN HARGA BBM PADA PEMERINTAHAN SBY-JK PERIODE 2004-2009

Pemilihan legislatif dan eksekutif tahun 2004 yang lalu menjadi pemilihan yang bersejarah bagi negeri ini dimana rakyat memilih secara langsung para calon yang diajukan oleh partai politik. Jika sebelumnya rakyat hanya memilih partai politik yang ada dan selanjutnya partai yang menentukan anggota di legislatif dan anggota legislatif tersebut kelak yang menentukan presiden dan wakil presiden, maka pemilihan 2004 yang lalu menjadi peristiwa penting karena rakyat yang langsung memilih presiden dan wakil untuk masa jabatan lima tahun.

Pemilihan presiden-wakil presiden 2004 putaran pertama diikuti oleh lima pasang calon yang didukung oleh partai politik masing-masing. Kelima pasangan calon presiden-wakil presiden tersebut sesuai dengan nomor urutnya adalah:

1. Wiranto-Salahuddin Wahid

2. Megawati Soekarnoputri-KH Hasyim Muzadi 3. Amien Rais-Siswono Yudohusodo

4. Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla 5. Hamzah Haz-Agung Gumelar

Akhirnya karena tidak diperoleh suara yang mencukupi untuk langsung dinyatakan sebagai pemenang pada pemilihan putaran pertama, maka pemilihan harus dilanjutkan dengan putaran kedua dan diikuti oleh dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak yakni pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim


(48)

Muzadi dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) akhirnya menunjukkan bahwa pasangan SBY-JK berhasil menjadi pemenang mengalahkan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan dinyatakan sebagai presiden-wakil presiden terpilih periode 2004-2009. Pasangan SBY-JK dengan motto ”Bersama Kita

Bisa” akhirnya berhasil menjadi presiden-wakil presiden pertama yang dipilih

secara langsung oleh rakyat. Selama masa kampanye, pasangan ini menawarkan visi sebagai berikut:

1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.

2. Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak-hak asasi manusia.

3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, pasangan ini juga menawarkan misi sebagai berikut :

1. Mewujudkan Indonesia yang aman damai

2. Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis 3. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Visi dan misi tersebut diperjelas lagi dengan adanya strategi dasar, agenda, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Strategi dasar

1. Menata kembali sistem ketatanegaraan RI berdasarkan jiwa, semangat dan konsensus dasar berdirinya NKRI; yaitu, dengan memastikan bahwa Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan berkembangnya sistem kemasyarakatan yang majemuk menjadi dasar penataan tersebut. Hal ini untuk mengembangkan:

(a) sistem sosial-politik yang berkelanjutan; dan

(b) sistem dan kelembagaan pembangunan, pemerintahan, dan ketatanegaraan yang tahan terhadap berbagai goncangan dan krisis.

2. Membangun Indonesia di segala bidang melalui peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat Indonesia melalui :


(49)

(a) penyediaan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat;

(b) penciptaan landasan yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan; dan (c) pengembangan kemasyarakatan di berbagai bidang.

Agenda dan program kerja

I. Pertahanan, Keamanan, Politik, dan Sosial untuk Mewujudkan Indonesia yang Lebih Aman dan Damai

1.Peningkatan saling percaya dan harmoni antar kelompok masyarakat dan terbangunnya masyarakat sipil yang semakin kokoh.

2.Pencegahan dan penanggulangan separatisme.

3.Penegakan hukum dan ketertiban yang tegas, adil, dan tidak diskriminatif.

4.Pencegahan dan pemberantasan kriminalitas, termasuk produksi, penggunaan dan penyebaran narkoba.

5.Pencegahan dan penanggulangan gerakan terorisme. 6.Peningkatan kemampuan pertahanan negara.

7.Pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama internasional.

II. Keadilan, Hukum, HAM dan Demokrasi untuk Mewujudkan Masyarakat yang Lebih Adil dan Demokratis

1.Pembenahan sistem dan politik hukum yang menjamin penegakan dan kepastian hukum.

2.Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

3.Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan kroni-isme. 4.Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuknya.

5.Pengembangan kebudayaan nasional dan daerah.

6.Pengembangan dan pendalaman desentralisasi dan otonomi daerah. 7.Pengembangan pengakuan hak-hak asasi manusia.

8.Peningkatan kualitas kehidupan rumah tangga dan peran perempuan. 9.Pemberantasan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.

III. Ekonomi dan Kesejahteraan Untuk Mewujudkan Masyarakat yang Lebih Sejahtera

1.Perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja. 2.Penghapusan kemiskinan.

3.Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur ekonomi dan sosial, termasuk infrastruktur pertanian, pedesaan, kaitan pedesaan-perkotaan, dan Indonesia Timur.

4.Revitalisasi pertanian dan pedesaan serta peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup petani dan rumah tangga petani.

5.Pengembangan ragam aktivitas ekonomi pedesaan dengan mendorong industrialisasi pedesaan.

6.Pelaksanaan reforma agraria.

7.Pengembangan aktivitas ekonomi kelautan dan kawasan pesisir serta peningkatan kesejahteraan kehidupan nelayan.


(50)

8.Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta usaha informal.

9.Pengembangan akses petani, nelayan, UMKM, dan usaha informal terhadap sumber permodalan, informasi, serta kepastian dan perlindungan hukum.

10.Penciptaan iklim investasi dan iklim usaha yang mendorong tumbuhnya perekonomian nasional, khususnya sektor riil.

11.Peningkatan kinerja dan stabilitas ekonomi makro.

12.Pengelolaan fiskal, termasuk hutang publik, secara lebih efektif, efisien, dan bertanggung jawab.

13.Pengembangan fiskal yang mendorong tumbuhnya sektor riil, kesempatan kerja, dan hak-hak dasar rakyat dengan tetap memperhatikan keberlanjutan fiskal. 14.Peningkatan upaya-upaya penyehatan dan penertiban lembaga keuangan dan perbankan.

15.Pengelolaan aset-aset negara secara efisien dan bertanggung jawab.

16.Restrukturisasi dan profesionalisasi usaha-usaha sektor publik melalui debirokratisasi dan depolitisasi.

17.Pengembangan ekonomi pasar yang berdasarkan hukum yang berkeadilan serta praktek ekonomi yang berlaku secara internasional.

18.Peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama ekonomi antar negara.

19.Pengembangan industri manufaktur, pariwisata, dan IT yang memiliki daya saing dan responsif terhadap penyerapan tenaga kerja.

20.Peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan dan keterampilan yang lebih berkualitas.

21.Pengembangan fasilitas pendidikan serta peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga pendidik.

22.Peningkatan kesejahteraan pegawai negeri, TNI, Polri, dan pensiunan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.

23.Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas.

24.Pengembangan sistem jaminan kesehatan bagi rakyat miskin.

25.Peningkatan kesejahteraan rumah tangga, perempuan, dan anak terutama golongan miskin, penyandang cacat, serta yang tinggal di daerah terpencil dan di daerah konflik.

26.Penghapusan ketimpangan ekonomi, sosial, dan politik dalam berbagai bentuknya.

27.Perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian mutu lingkungan hidup.

28.Perbaikan kualitas, proses, dan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi yang menjamin mobilitas barang, jasa, manusia, dan modal serta pelayanan publik.

Beberapa catatan penting mewarnai kinerja pasangan ini dalam menjalankan roda pemerintahan. Berdasarkan data yang ada, pasangan ini dinilai


(51)

cukup berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional jika dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

25

Namun selain prestasi tersebut, banyak juga pihak yang kurang puas dengan kinerja pasangan ini terutama menyangkut kebijakan-kebijakan ekonomi yang dinilai seringkali mengabaikan kepentingan rakyat kecil.

Misalnya, pertumbuhan ekonomi pada 2004 ketika SBY-JK memulai memerintah adalah 5,03 persen. Tahun berikutnya naik menjadi 5,69 persen, lalu turun ke 5,51 persen pada 2006, kemudian pada tahun 2007 naik menjadi 6,32 persen. Pada semester pertama tahun 2008, meningkat lagi menjadi 6,36 persen. Oleh pemerintahan SBY-JK, data-data ini dijadikan acuan bahwa pemerintahan yang sedang berjalan sudah berhasil sesuai dengan yang diharapkan sehingga dianggap sebagai prestasi yang patut dibanggakan.

26

25 Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada pemerintahan SBY-JK diakui lebih baik dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, meskipun masih relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan pemerintahan rezim Soeharto yang rata-rata mencapai 7% dan bahkan pernah mencapai 9,9% pada tahun 1980. Menakar Prestasi SBY-JK oleh Imam Sugema, Tempo 23 Oktober 2008 26 Ketidaksesuaian janji dan komitmen yang pernah diungkapkan SBY-JK pada masa kampanye dengan realisasi ketika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden akhirnya menuai kritik yang sangat keras. Misalnya saja buku yang ditulis oleh Fahmy Radhi seorang dosen UGM baru-baru ini (2008) yang berjudul Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat;Antara Komitmen dan Jargon penerbit Republika Jakarta. Dalam buku tersebut, si penulis berkesimpulan kebijakan ekonomi pro rakyat yang diungkapkan SBY-JK pada masa kampanye hanya menjadi jargon/isapan jempol belaka.

Acapkali kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-JK dianggap tidak pro rakyat sehingga justru mengingkari komitmen dan janji yang pernah diungkapkan pada masa kampanye yaitu akan selalu memikirkan dan menjalankan kebijakan pro rakyat. Salah satu kebijakan yang dianggap sangat merugikan rakyat kecil adalah kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada masyarakat. Sebagaimana sudah dijelaskan pada awal tulisan ini, kebijakan kenaikan harga BBM pada masa pemerintahan SBY-JK sudah terjadi tiga kali yaitu tanggal 1 Maret 2005 sebesar 29 %, 1 Oktober 2005 sebesar 128% dan 24 Mei 2008 sebesar


(52)

28,7 %. Dalam rangka legalisasi masing-masing kebijakan kenaikan harga BBM, dikeluarkan Perpres No 22 tahun 2005 untuk kenaikan 1 Maret 2005, Perpres No 55 tahun 2005 untuk kenaikan 1 Oktober 2005 dan Peraturan Menteri ESDM No 16 tahun 2008 untuk kenaikan 24 Mei 2008. 27

27 Pernyataan ini mengundang kritikan. Ekonom Imam Sugema misalnya menyatakan pernyataan tersebut berarti sebelum pemerintah mengambil kebijakan kenaikan harga BBM, maka harus ada langkah pertama, kedua, dan seterusnya. Lebih lanjut, ia berpendapat pemerintah belum

melakukan apa-apa dan langsung mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. Oleh sebab itu, lahirnya kebijakan menaikkan harga BBM perlu untuk diteliti. Baca Trust edisi 7-13 Juli 2008,

Tertekan Harga Minyak dan Hak Angket.

Pemerintahan SBY-JK berpendapat kebijakan kenaikan harga BBM merupakan pilihan terakhir yang harus diambil demi menyelamatkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang sangat sulit diprediksi menjadi alasan utama bagi pemerintahan SBY-JK untuk mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi di tanah air. Kenaikan harga minyak mentah dunia di pasar internasional akan sangat berpengaruh karena sebagaimana diketahui bahwa penjualan BBM di tanah air masih bergantung pada subsidi yang tercantum dalam APBN dari tahun ke tahun. Dalam APBN tersebut dicantumkan asumsi harga minyak yang akan ditanggung oleh negara dan ketika harga minyak dunia sudah melebihi asumsi yang dicantumkan, maka pemerintah merasa tidak sanggup untuk menanggung beban subsidi yang pastinya akan membengkak. Selain karena melonjaknya harga minyak mentah dunia, hal lain yang menyebabkan membengkaknya subsidi BBM adalah karena meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap BBM bersubsidi dari tahun ke tahun sementara di sisi lain tingkat produksi minyak (lifting) tanah air justru menurun dari tahun ke tahun.

Berikut ini tabel jumlah produksi, konsumsi, ekspor, dan impor minyak bumi tanah air dari tahun ke tahun (barrel)


(53)

Tahun Produksi Konsumsi Ekspor Impor

2000 517,415,695.00 383,955,955.00 225,840,000.00 79,206,903.00

2001 489,849,297.00 375,668,315.00 239,947,960.00 118,361,896.00

2002 455,738,915.00 358,806,832.00 216,901,729,00 121,269,175.00

2003 415,814,157.00 373,190,759.00 211,195,794.52 129,761,738.00

2004 400,486,234.00 375,494,636.00 180,234,938.00 148,489,589.00

2005 385,497,959.00 357,493,997.00 156,766,006.00 120,159,324.81

2006 359,289,337.00 349,845,435.00 111,172,003.15 113,545,934.13

2007 344,094,946.00 321,302,814.00 127,134,792.00 110,448,506.36

Adapun hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan kenaikan harga BBM pada masa pemerintahan SBY-JK dapat dijelaskan sebagai berikut.

A. Kenaikan 1 Maret 2005 (Perpres No 22 tahun 2005)

Berdasarkan data, besarnya subsidi BBM yang dicantumkan dalam APBN 2005 pada akhir tahun 2004 lalu adalah sebesar Rp19 triliun dengan asumsi harga minyak dunia adalah US$ 24 per barrel, kurs Rp 8.600. Pada perkembangannya yaitu awal tahun 2005, harga minyak dunia justru meningkat dan jauh di atas asumsi APBN yaitu US$35 per barrel dan bahkan pada perkembangan selanjutnya, harga minyak dunia selalu di atas US$50 per barrel dan kurs rupiah rata-rata diatas Rp 8900. Akibatnya, realisasi pengeluaran subsidi BBM dalam bulan pertama tahun 2005 telah mencapai Rp15 triliun dan dikhawatirkan akan terus membengkak jika tidak segera dilakukan penyesuaian harga BBM.


(54)

Akhirnya, hal ini lah yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan pemerintah tentang penyesuaian harga BBM pada tanggal 28 Februari 2005 dan berlaku efektif mulai tanggal 1 Maret 2005. Penyesuaian harga jual BBM dalam negeri ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2005.

B. Kenaikan 1 Oktober 2005 (Perpres No 55 tahun 2005)

Setelah terjadi kenaikan harga minyak dunia pada awal tahun 2005 yang kemudian menyebabkan kenaikan harga penjualan BBM dalam negeri tanggal 1 Maret 2005, pemerintah pada bulan itu juga melakukan langkah penyesuaian APBN yang tercantum dalam APBN-P 2005. Pemerintah mengajukan rancangan APBN-P tersebut kepada DPR pada tanggal 23 Maret 2005. Dalam APBN-P 2005 tersebut, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak dunia sebesar US$35 per barrel dengan asumsi kurs Rp 8.900 per dollar AS. Namun seiring berjalannya waktu, harga minyak dunia justru semakin meningkat dan mencapai kisaran US$ 68 per barrel dengan nilai kurs Rp 10.900 per dollar AS. Lagi-lagi hal ini membuat pemerintah merasa khawatir karena membengkaknya jumlah subsidi BBM karena ketidaksesuaian asumsi yang sudah ditetapkan sehingga perlu dilakukan penyesuaian harga eceran BBM dalam negeri. Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2005 yang ditetapkan tanggal 30 September 2005 dan mulai berlaku efektif tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan harga BBM kali ini tergolong sangat ”luar biasa” karena rata-rata mencapai angka128%.


(55)

Dalam APBN 2008 yang ditetapkan tanggal 6 November 2007, besarnya subsidi BBM adalah Rp 45,8 triliun dengan asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 60 per barrel. Selanjutnya karena harga minyak mentah dunia yang cenderung meningkat, APBN tersebut mengalami penyesuaian. Berdasarkan APBN-P 2008, harga minyak mentah dunia dipatok sebesar US$ 95 per barrel. Dengan asumsi demikian, maka jumlah subsidi BBM yang direncanakan adalah sebesar Rp 126,8 triliun. Namun dalam perkembangannya, nilai asumsi tersebut juga menjadi tidak realistis lagi karena harga minyak mentah dunia yang terus mengalami peningkatan. Harga minyak mentah dunia sejak awal tahun 2008 selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan rata-rata selalu berada di atas kisaran US$100 per barrel. Pada triwulan pertama 2008 harga minyak mentah dunia tidak pernah bergeser dari angka rata-rata US$ 120 per barrel dan bahkan dikhawatirkan akan menyentuh angka US$ 150 per barrel. Akibat dari kenaikan tersebut, beban subsidi pun membengkak dan melebihi angka Rp 200 triliun. Akhirnya pemerintah kembali melakukan penyesuaian harga eceran BBM dalam negeri rata-rata sebesar 28,7% melalui Peraturan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) No 16 tahun 2008 yang ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2008 dan mulai berlaku efektif sejak tanggal 24 Mei 2008.


(1)

maupun sektor pertanian yang selama ini menjadi sektor utama masyarakat dalam perekonomian. Kedua sektor ini dapat meningkatkan pendapatan nagari dan

mensejahterakan masyarakat nagari Lasi. Oleh karena itu diperlukan generasi muda untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian daerah dalam mensukseskan pengembangan pariwisata di nagari lasi.


(2)

BAB VI

PENUTUP

VI. 1. Kesimpulan

TAP MPR RI. NO.II/MPR/1988 dalam Garis Besar Haluan Negara Tahun 1988 dijelaskan bahwa pembangunan pariwisata adalah untuk meningkatkan penerimaan devisa negara dan memperluas kesempatan kerja. Begitu juga industri pariwisata dikembangkan guna memberi kemakmuran dan keikutsertaan (partisipasi) masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata tersebut dan memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk mengembangkan potensinya.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Masyarakat di nagari Lasi kurang berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata, ini disebabkan karena masih adanya masyarakat nagari yang tidak setuju dengan adanya pembangunan pariwisata di nagari Lasi.

2. Selain itu, rendahnya tingkat kesiapan badan pengelola ekowisata dan LPMN jika dilihat dari kinerjanya, hal ini berdasarkan data yang diperoleh seperti aspirasi masyarakat yang kurang diperhatikan oleh LPMN.

3. Adanya keinginan dari masyarakat nagari untuk bersama – sama dengan pemerintah nagari dalam hal ini yaitu badan pengelola ekowisata untuk mendukung pembangunan pariwisata.


(3)

4. Dilibatkannya masyarakat dalam membuat strategi kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai pembangunan pariwisata, walaupun yang datang hanya sebagian dari masyarakat yang setuju dengan pembangunan pariwisata.

5. Selain itu karena tingkat kesadaran dan keterampilan masyarakat masih belum memadai, sehingga masyarakat belum sepenuhnya dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata di nagari Lasi. Keterlibatan masyarakat hanya terlihat dari keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan gotong royong setiap hari minggu.

6. Pelaksanaan pembangunan pariwisata di nagari Lasi belum sesuai dengan keinginan dan kepentingan masyarakat nagari sehingga kebutuhan masyarakat nagari belum terpenuhi.

VI. 2. Saran

Mayarakat dan Lembaga pemerintah nagari merupakan faktor penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Untuk itu penulis memberikan saran yang bisa bermanfaat nantinya, antara lain sebagai berikut :

1. Mengefektifkan fungsi LPMN dan Wali Nagari turut serta mengontrol kinerja LPMN, karena lembaga ini sebagai wadah partisipasi masyarakat yang membantu pemerintah nagari dalam melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan, dalam melaksanakan tugas – tugasnya harus tetap mempertanggungjawabkannya pada Wali Nagari.


(4)

2. Pemerintah nagari dalam hal ini Badan Pengelola Ekowisata harus meningkatkan dialog dengan anggota masyarakat dalam menyusun program – program pembangunan yang benar – benar berasal dari masyarakat.

3. Lebih meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam segala kegiatan di nagari, tidak hanya secara teknis tetapi juga dalam bentuk pemikiran terutama dalam upaya meningkatkan pembangunan pariwisata di nagari Lasi.

4. Perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah setempat dalam memberikan penyuluhan kepariwisataan untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai dunia kepariwisataan sehingga masyarakat yang tidak setuju dengan pembangunan pariwisata di nagari Lasi dapat mengerti dan bisa ikut berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata.

5. Perlu adanya pendayagunaan seluruh potensi yang dimiliki oleh masyarakat baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Untuk itu perlu diadakan sistem kerja sama antar instansi yang bersangkutan, sehingga potensi yang dimiliki tersebut dapat didayagunakan seoptimal mungkin dalam upaya meningkatkan pendapatan mereka dan membuka lapangan kerja.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Farid, 1997. Metodologi Penelitian Sosial Dalam Bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan. Jakarta.Rajawali Pers.

Adi, Rukmini, I, 2003, Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat Dan Intervensi Komunitas, Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Arikunto, Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian: suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.

Budiman, Arif, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. PT. Gramedia Pustka Utama.

Damanik, Janianto, 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta. CV. Andi Offset.

Hadani, Nawawi, 1990. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada Pers. Hakim, Lukman, 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Malang. Bayumedia.

Koentjaraningrat, 1990. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Mubyarto, 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta. P3EK UGM.

Pendit, Nyoman, S. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta. PT. Pradnya Paramita.

Santoso, Budi, dkk, 2004. Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata. Yogyakarta. Penerbit YPAPI.

Samsuridjal, 1999. Peluang di Bidang Pariwisata. Jakarta. PT Mutiara Sumber Widya. Sarwani, Abdullah, 1991. Sumber Daya Manusia dan Proses Demokrasi. Jakarta. SBD.

Sastropoetro, Santoso, 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung. Alumni.

Singarimbun, Masri, Syofyan Efendi, 1987. Metode Penelitian Survey. Jakarta. LP3ES.


(6)

Siagian, Sondang, 2000. Administrasi Pembangunan. Jakarta. PT. Bumi Aksara. Soedjono, 1990. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata. Jakarta. Gramedia. Soekadijo, 1996. Anatomi Mamahami Pariwisata. Jakarta. Gramedia.

Spillance, J, 1987. Ekonomi Pariwisata. Yagyakarta. Kanisius.

Sutisna, Oteng, 1977. Pendidikan dan Pembangunan, Tantangan Bagi Pembaharuan Pendidikan. Jakarta. Ganaco N.V.

Thalib, Syofyan, 1975. Sikap Masyarakat Sumatera Barat Terhadap Usaha Pariwisata. Padang. BAPPARDA-SUMBAR.

Tjokromidjojo, Bintoro, 1994. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta. LP3ES

--- 2002. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta. LP3ES.

Wahab, Salah, 1989. Pemasaran Pariwisata. Jakarta. PT Pradnya Paramita. Yoety, Oka, A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa. Bandung

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Penerbit CV. Eka Jaya. Jakarta.