− Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan
SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPLB Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPLB adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPN Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPN adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak.
G. Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak menjadi kunci sisi penerimaan negara. Ketika pemerintah bertekad mengurangi utang luar negeri, timbul konsekuensi berupa
pergeseran penerimaan pemerintah goverment receipt pada sisi domestik. Karena penerimaan negara dari minyak yang tidak bisa terlalu diharapkan seperti
beberapa dekade lalu, maka optimalisasi potensi perpajakan domestik menjadi jawaban paling rasional.
Kebijakan untuk mengurangi utang luar negeri juga berdampak langsung pada perlunya peningkatan penerimaan pajak. Saat ini selektivitas utang luar
negeri telah ditingkatkan, sejalan dengan upaya mengoptimalkan utang-utang lama. Untuk itu secara teoritis terdapat beberapa cara yang diterapkan :
Universitas Sumatera Utara
1. Meminta potongan hair cut dengan berbagai argumentasi. Alasan yang
pokok adalah rezim lama telah menyelewengkan utang-utang yang dicairkan pada masa lalu.
2. Kedua, mengoptimalkan pendapatan domestik dari sektor pajak untuk
mengejar akselerasi kewajiban pembayaran cicilan pokok ULN dan suku bunganya. Meningkatkan pendapatan negara dari pos pajak dometik dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Secara vertikal, pemerintah dapat mengubah tarif pajak menjadi lebih tinggi. Alasan yang dapat
dikemukakan adalah tarif pajak di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain, sehingga perlu disesuaikan. Secara horizontal,
pemerintah dapat melakukan perluasan basis penerimaan pajak. Subyek dan obyek pajak yang baru digali terus. Warga negara yang tidak tersentuh
law enforcement kebijakan pajak, akan ditangani secara intensif oleh aparat pajak. Alasan yang dapat dikemukakan adalah tax ratio Indonesia
masih tergolong rendah dibandingkan negara lain. Besarnya harapan untuk meningkatkan penerimaan pajak, mendorong
Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan reformasi administrasi. Sebagai institusi yang bertanggung jawab atas segala aspek perpajakan, perbaikan dan
penyempurnaan mekanisme kerja dipandang perlu untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Untuk itu dicanangkan reformasi administrasi jangka menengah yang diarahkan untuk mendukung pencapaian visi DJP, yaitu menjadi model pelayanan
masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas
Universitas Sumatera Utara
dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat serta mencapai misi fiskal DJP. Misi fiskal dimaksud adalah menghimpun penerimaan negara dari sektor
pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.
Secara garis besar terdapat tiga tujuan yang secara spesifik hendak dicapai oleh reformasi administrasi perpajakan jangka menengah, yaitu:
1. Tercapainya tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi.
2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi pajak.
3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, yang didasari tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan akan mendukung tercapainya
penerimaan perpajakan, sebagai cerminan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. James dkk, sebagaimana dikutip Gunadi, mendefenisikan kepatuhan pajak
tax compliance adalah bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu
diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama obtrusive investigation, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi. Dengan demikian, bila semua Wajib Pajak mentaati dan patuh terhadap
aturan-aturan perpajakan yang berlaku, maka tidak akan terdapat selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual. Oleh karena itu,
dalam konsep yang sederhana, meningkatnya tingkat kepatuhan pajak akan
Universitas Sumatera Utara
tercermin pada menyempitnya tax gap, yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual.
Penerimaan pajak dapat dikaitkan dengan PDB Produk Domestik Bruto sebagai indikator makroekonomi, dimana salah satu kriteria yang menghubungkan
antara keduanya adalah tax ratio. Tax ratio adalah perbandingan antara jumlah realisasi penerimaan pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah terhadap PDB.
Tax ratio menggambarkan bagian dari produksi nasional untuk diserahkan kepada negara. Dengan demikian tax ratio berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan
kemampuan suatu negara untuk menarik atau memungut pajak level of taxation dari transaksi ekonomi yang ada. Tax ratio dapat dihitung dengan formula berikut:
TR=
100 x
Y R
dimana: TR = tax ratio R = realisasi penerimaan pajak
Y = pendapatan nasional PDB Kondisi tax ratio yang rendah dari suatu negara mengindikasikan beberapa
hal, yaitu : a.
Terjadinya under taxation, yang memberi kesan murahnya beban pajak. b.
Rendahnya daya bayar pajak masyarakat, karena rendahnya pendapatan per kapita yang kebanyakan masih berada di bawah ambang batas
pemajakan Penghasilan Tidak Kena Pajak. c.
Kurang efektif dan produktifnya sistem dan administrasi perpajakan nasional.
d. Masih terdapat potensi pajak yang realisasinya perlu dioptimalkan.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara perpajakan dan pendapatan nasional suatu negara dapat digambarkan secara grafis, pada gambar sebagai berikut,
Gambar 2.1 Hubungan Perpajakan dan Pendapatan Nasional
Sumber : Richard W. Lindholm, A New Federal Tax System, New York: Praeger, 1984
Bagian diatas menunjukkan bahwa dalam perhitungan pendapatan nasional, jumlah produksi nasional bruto gross national product, GNP adalah
sama dengan jumlah pendapatan nasional bruto gross national income, GNI. Selisih GNI dengan pendapatan nasional merupakan pajak tidak langsung
diantaranya PPN, atau GNI dikurangi pajak tidak langsung merupakan pendapatan nasional.
Pendapatan nasional dibagi dengan jumlah penduduk merupakan pendapatan perorangan pendapatan per kapita, yang setelah dikurangi dengan
pajak langsung diantaranya PPh merupakan pendapatan yang siap untuk Produk
Nasional =
Pendapatan Nasional
Bruto Pendapatan
Nasional Pengurangan Pajak Tidak
Langsung
Pendapatan Perorangan
Konsumsi, Pengeluaran Dan Tabungan Perorangan
Pengurangan Pajak Langsung
Universitas Sumatera Utara
dikonsumsi perorangan, untuk pengeluaran lainnya dan untuk tabungan dari setiap perorangan penduduk dalam suatu waktu tertentu satu tahun merupakan GNP.
Demikian seterusnya perputaran arus penghitungan pendapatan nasional. Dalam pemungutan pajak oleh negara terdapat beberapa asas, yakni
sebagai berikut: 1.
Asas Equality, dalam asas ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan masing-masing subyek pajak. Yang dimaksud
dengan keseimbangan atas kemampuan subyek pajak adalah hendaknya dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi diantara sesama Wajib
Pajak. Pemungutan pajak yang dilakukan terhadap semua subyek pajak harus sesuai dengan batas kemampuan masing-masing, sehingga dalam
asas equality ini setiap orang mempunyai kondisi yang sama harus dikenai pajak yang sama pula. Asas pertama Adam Smith ini menjadi unsur dalam
asas keadilan yang muncul pada era berikutnya. 2.
Asas Certainty, dalam asas ini ditekankan pentingnya kepastian mengenai pemungutan pajak yaitu : kepastian mengenai hukum yang mengaturnya,
kepastian mengenai subyek pajak, kepastian mengenai obyek pajak dan kepastian mengenai tata cara pemungutannya. Kepastian ini menjamin
setiap orang untuk tidak ragu-ragu menjalankan kewajiban membayar pajak, karena segala sesuatunya sudah jelas. Asas ini kemudian menjadi
inspirasi bagi lahirnya asas yuridis. 3.
Asas Convenience of payment, dalam asas ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
Universitas Sumatera Utara
perpajakannya. Untuk itu potongan pajak hendaknya dilakukan pada saat Wajib Pajak menerima penghasilannya dan yang sudah memenuhi syarat
obyektif, yaitu suatu syarat dimana Wajib Pajak mempunyai penghasilan diatas penghasilan minimum kena pajak. Asas ini merupakan inspirasi
bagi asas ekonomis pada masa berikutnya. 4.
Asas Efficieny, dalam asas ini ditekankan pentingya efisiensi pemungutan pajak, artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan
pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut. Dalam asas ini diberi pengertian bahwa pemungutan pajak sebaiknya memperhatikan
mekanisme yang dapat mendatangkan pemasukan pajak yang sebesar- besarnya dan biaya yang sekecil-kecilnya. Asas ini kemudian menjadi
inspirasi bagi penerapan asas finansial pada era berikutnya. Mansury mengutarakan bahwa azas-azas perpajakan merupakan pedoman
yang penting dalam membuat pertimbangan serta kebijaksanaan yang berkenaan dengan pemungutan pajak. Oleh karena itu, sering dijumpai jika di dalam
menentukan jenis pajak yang karena suatu hal si perancang peraturan kurang memahami adanya azas-azas perpajakan, pada akhirnya pajak yang diterapkan
atau dilaksanakan tersebut mengalami beberapa hambatan, bahkan juga sampai kepada kegagalan dalam pemungutan. Dalam literatur banyak dikemukakan
beberapa pendapat yang menguraikan mengenai azas-azas atau prinsip-prinsip perpajakan ini.
Pajak dipungut berdasarkan tarif. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak, yang dapat mempergunakan perhitungan proporsi
Universitas Sumatera Utara
persentase yang tetap. Ismawan mengatakan bahwa terdapat empat macam variasi tarif pajak :
1. Tarif proporsional : adalah tarif pajak dengan proporsi yang tetap. Pajak
yang dibayar harus sesuai dengan pengenaan pajak berdasarkan tarif yang sama. Dengan demikian, semakin besar dasar pengenaan pajaknya, maka
semakin besar pula jumlah pajak yang harus dibayar dan sebaliknya. Pada prakteknya, tarif proporsional tidak digunakan untuk PPh Pajak
Penghasilan, melainkan dipakai untuk jenis pajak yang lain, misalnya PPN Pajak Pertambahan Nilai.
2. Tarif progresif : adalah tarif pajak dengan persentase yang semakin besar
bagi dasar pengenaan pajak yang semakin besar. Pemerintah menetapkan klasifikasi dasar pengenaan pajak berdasarkan kelompok-kelompok
dengan tingkat penghasilan yang berbeda-beda pula. Tarif pajak progresif dipandang paling mencerminkan asas keadilan.
3. Tarif degresif : adalah pemungutan pajak dengan persentase tarif yang
semakin menurun apabila dasar pengenaan pajaknya bertambah besar. Tarif degresif merupakan kebalikan dari pemungutan pajak dengan tarif
progresif. Indonesia tidak menggunakan tarif degresif. 4.
Tarif tetap : besarnya tarif pajak ditentukan dengan jumlah nominal bukan persentase yang tetap tanpa memandang besar kecilnya dasar pengenaan
pajak. Penerapan teori pemungutan dan penentuan tarif pajak secara tepat
dilakukan untuk mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak. Dalam masalah kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
pajak ini, terdapat beberapa faktor yang mendorong ketidakpatuhan Wajib Pajak, yaitu sebagai berikut:
a. Tax required to pay : besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib
Pajak. Semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin besar pula kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.
b. Cost of bribe : biaya untuk menyogok fiskus. Semakin kecil biaya untuk
menyogok fiskus, semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.
c. Probability of detection : semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran
terdeteksi, semakin besar ketergantungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.
d. Size of penalty : semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggan,
semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran. Usaha-usaha Wajib Pajak untuk meminimalkan beban pajak dengan cara-
cara yang illegal, dikenal dengan istilah tax evasion penyelundupan pajak. Yang menjadi masalah adalah dalam prakteknya di lapangan tidak seluruh peraturan
perpajakan secara tegas dan jelas mengatur suatu transaksi bisnis. Seringkali terdapat hal-hal yang bersifat grey area, yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan
untuk meminimalkan beban pajak dengan cara tax avoidance penghindaran pajak.
Berdasarkan studi yang dilakukan Manasan, sebagaimana dikutip Gunadi, mengenai faktor-faktor yang menentukan tingkat kepatuhan pajak, secara umum
terdapat dua model utama yakni : i model konvensional model generasi
Universitas Sumatera Utara
pertama,dan ii model generasi kedua. Model konvensional lebih menekankan persoalan tax evasion dari sisi Wajib Pajak tax payers dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilakunya. Sementara itu, model generasi kedua,menyatakan bahwa persoalan kepatuhan pajak juga ditentukan oleh pelaku lain,yaitu petugas
pajak tax collector secara bersamaan untuk mengetahui respon mereka bila terjadi perubahan tariff pajak, tingkat kemungkinan untuk terdeteksi, tingkat
penalty dan sistem bonus bagi petugas pajak. Lebih lanjut, dikatakan bahwa tax evasion tidak hanya tergantung pada
insentif kepada Wajib Pajak tetapi juga insentif kepada aparat pajak serta interaksi antara keduanya. Menurut Gupta dan Mookherjee, sebagaimana dikutip Gunadi,
probabilitas untuk terdeteksi dalam hal ini merupakan suatu fungsi biaya cost function bagi Wajib Pajak dalam hal melaporkan jumlah penghasilan dengan
tidak benar underreporting. Biaya tersebut sangat tergantung dari besarnya penalty dan upaya yang dilakukan aparat pajak dalam penegakan hukumnya.
Ketika tax evasion diketahui, petugas pajak akan memutuskan apakah akan melaporkannya dan mengenakan penalty terhadap perbuatan tersebut atau tidak.
Keputusan petugas pajak tersebut tergantung dari insentif yang dihadapinya. Bila petugas pajak setuju untuk melakukan underreporting dan
kemudian berhasil, maka ia akan mendapatkan “uang sogokan” selain gaji yang diterima dari pemerintah. Akan tetapi, bila dia diketahui melakukan pelanggaran
tersebut, maka petugas pajak akan dikenakan sanksi berupa denda, mutasi kerja,atau paling buruk pemecatan. Probabilitas tertangkapnya petugas pajak
Universitas Sumatera Utara
melakukan pelanggaran dengan Wajib Pajak tergantung pada kualitas pemeriksaan dan audit yang dilakukan oleh pihal ketiga.
Pada sisi lain,bila petugas tersebut melaporkan Wajib Pajak yang berusaha melakukan underreporting penghasilannya, maka petugas tersebut akan
mendapatkan imbalan prestasi reward. Dengan demikian, keputusan yang akan dibuat petugas pajak sangat tergantung pada insentif dan sanksi amount of
reward. Dengan demikian keputusan yang akan dibuat oleh petugas pajak sangat tergantung pada insentif dan sanksi, yaitu uang sogokan amount of bribe, jumlah
imbalan prestasi amount of reward, jumlah penalti amount of penalty dan tingkat kemungkinan perbuatannya diketahui probability of being caught.
Model generasi kedua tersebut pada akhirnya memberikan saran yang bersifat praktis untuk menekan terjadinya tax evasion, yaitu dengan cara
meningkatkan frekwensi pemeriksaan terhadap semua kategori penghasilan Wajib Pajak. Studi yang dilakukan oleh Gupta dan Mookherje, menunjukkan bahwa
pemeriksaan pajak yang hanya difokuskan pada Wajib Pajak berpenghasilan besar akan mendorong terjadinya tax evasion yang semakin besar. Hal ini karena tingkat
kemungkinan akan terdeteksi probability of being detected akan semakin kecil bila Wajib Pajak tersebut melaporkan penghasilannya di bawah penghasilan
aktualnya. Dengan kata lain, administrasi pajak kemungkinan dapat mencegah terjadinya tax evasion yang demikian besar melalui peningkatan frekwensi tidak
hanya pada Wajib Pajak berpenghasilan tinggi tetapi juga pada Wajib Pajak berpenghasilan rendah.
Universitas Sumatera Utara
H. Tinjauan Penelitian terdahulu Tabel 2.1