Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui pembangunan nasional secara bertahap, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Untuk menjalankan pembangunan nasional tersebut, pemerintah membutuhkan dana yang sangat banyak. Dana tersebut diperoleh dari berbagai sumber penghasilan antara lain kekayaan alam, hasil usaha BUMN, barang-barang yang dikuasai oleh pemerintah, denda-denda, harta peninggalan atau warisan yang diberikan kepada negara, hibah, wasiat, dan pajak. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dari tahun ke tahun tampak bahwa penerimaan negara sangat besar ketergantungannya dari sektor perpajakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penerimaan negara yang tampak pada tabel 1.1: Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1 Penerimaan negara dari tahun 19891990 sd 2008 Dalam Milyar Rupiah Tahun Anggaran Perpajakan Bukan Pajak Total Nilai Nilai Nilai 19891990 16.084,1 51,1 15.420,1 48,9 31.504,2 100 19901991 22.010,9 52,2 20.182,1 47,8 42.193,0 100 19911992 24.913,3 58,5 17.662,7 41,5 42.582,0 100 19921993 30.091,5 61,6 18.771,1 38,4 48.862,6 100 19931994 30.091,5 65,3 19.448,0 34,7 56.113,1 100 19941995 44.442,1 66,9 21.975,9 33,1 66.418,0 100 19951996 48.686,3 66,7 24.327,6 33,3 73.013,9 100 19961997 57.339,9 65,4 30.290,4 34,6 87.630,0 100 19971998 70.934,2 63,2 41.341,3 36,8 112.275,5 100 19981999 102.394,4 64,8 55.648,0 35,2 158.042,5 100 19992000 125.951,0 61,6 78.481,6 38,4 204.432,6 100 2000 115.912,5 56,5 89.442,0 43,5 205.334,5 100 2001 185.540,9 61,7 115.058,6 38,3 300.599,5 100 2002 210.162,0 70,1 89.593,1 29,9 299.755,0 100 2003 248.469,8 72,6 94.001,7 27,4 342.471,5 100 2004 272.175,1 77,9 77.124,4 22,1 349.299,5 100 2005 347.031,1 70,2 146.883,3 29,8 493.914,4 100 2006 409.203,0 64,3 226.950,1 35,7 636.153,1 100 2007 490.988,6 69,5 215.119,7 30,5 706.108,3 100 2008 658.700,8 67,3 320.604,6 32,7 979.305,4 100 2009 565.770,0 72,0 219.518,3 28,0 785.288,3 100 Universitas Sumatera Utara Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia 1 Sejak Tahun Anggaran 19981999 termasuk BPHTB, sejak Tahun Aggaran 19992000 termasuk PPH Migas, tetapi tidak termasuk pajak daerah dan retribusi daerah 2 Untuk Tahun Anggaran 19992000 disesuaikan dengan klasifikasi baru 3 Untuk Tahun Anggaran 2000 dimulai dari 1 April sampai 31 Desember 2000 Penerimaan pajak pada tahun 2009 mencapai Rp. 565,77 trilliun sedangkan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan APBN-P 2009 mencapai Rp. 658,24 trilliun. Jadi realisasi penerimaan pajak tahun 2009 masih 97.99 persen dari target yang telah ditetapkan. Tidak tercapainya target penerimaan pajak pada tahun 2009, membuat fiskus perlu mengambil kebijakan dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2010, target penerimaan Negara dari sektor pajak adalah Rp. 658,24 trilliun. Untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati didampingi Direktorat Jenderal Dirjen Pajak, Darmin Nasution ketika itu mencanangkan Reformasi perpajakan Jilid dua, sebagai kelanjutan dari proses Reformasi Jilid satu yang sudah selesai akhir Februari tahun 2009 yang diakhiri dengan sunset policy. Pencanangan ini ditandai dengan peresmian dimulainya “PINTAR” Project For Indonesian Tax Administration Reform yang merupakan salah satu dari kegiatan reformasi jilid dua. Upaya untuk pencapaian target penerimaan pajak telah dilakukan juga pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya pada tahun 2002 melalui Reformasi Perpajakan Jilid satu yang meliputi tiga kegiatan utama yaitu modernisasi Universitas Sumatera Utara administrasi perpajakan, reformasi kebijakan serta intensifikasi dan ekstensifikasi. Reformasi jilid satu telah memberikan banyak manfaat bagi Wajib Pajak, antara lain pemberian pelayanan yang lebih baik, terpadu dan personal dengan konsep One Stop Service, pelayanan oleh petugas Account Representative, Pemanfaatan IT dalam layanan e-filling, e-SPT, e-registration, dan pembentukan call center untuk pelayanan informasi dan pengaduan. Selain itu, rasa keadilan juga dirasakan Wajib Pajak melalui tindakan penegakan hukum seperti pemeriksaan, penagihan dan penyidikan yang lebih transparan dan professional serta penerapan dan penegakan good govermance di semua lini. Reformasi Jilid satu yang telah berhasil dengan baik namun masih perlu ditingkatkan agar penerimaan pajak yang lebih besar dapat dicapai. Untuk itu proses reformasi akan terus dilanjutkan dan disempurnakan melalui Reformasi Jilid Dua yang programnya lebih dikenal dengan PINTAR. Program PINTAR mengadobsi “best practice” sistem administrasi perpajakan di dunia, baik dalam aspek pelayanan perpajakan maupun pengawasan kepatuhan. Dalam pengembangannya, PINTAR dibagi kedalam 4 empat komponen, yaitu: 1. Komponen A : Penyempurnaan Sistem dan Proses Bisnis Utama Core Business Process 2. Komponen B : Manajemen Sumber Daya Manusia SDM 3. Komponen C : Kepatuhan Perpajakan 4. Komponen D : Manajemen Perubahan Universitas Sumatera Utara Komponen yang menjadi perhatian yang cukub besar dari program tersebut adalah komponen kepatuhan perpajakan. Sebab kepatuhan perpajakan sangat dibutuhkan dalam upaya pencapaian penerimaan pajak, mengingat sistem pemungutan pajak yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini berdasarkan self assessment. Sistem self assessment memungkinkan adanya wajib Pajak melakukan penyimpangan atas pelaporan pajaknya. Untuk mencegah penyimpangan tersebut diperlukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak oleh fiskus. Berdasarkan realita sekarang ini, banyak pihak telah meragukan keefektifan Reformasi Perpajakan yang diterapkan oleh Menteri Keuangan Srimulyani. Hal ini ditandai terungkapnya makelar pajak yang menimpa pegawai di Dirjend Pajak yaitu Gayus Tambunan. Akibat ulah dari pegawai Dirjend Pajak tersebut negara sangat dirugikan. Untuk mengatasi kerugian tersebut diperlukan langkah kongkret dari pemerintah. Menurut Menteri Keuangan Srimulyani Indrawati, Ada banyak sektor yang sulit dihimpun pajaknya. Selain sektor usaha mikro dan kecil, ada beberapa pelaku usaha besar yang pembayaran pajaknya undertax dibawah pembayaran yang wajar. Salah satunya adalah industri perikanan besar misalnya masalah yang menyangkut PT Arwana seperti yang menurut mantan Kabareskim Susno Djuadji menyatakan bahwa perusahaan tersebut terkait dengan Makelar Kasus Markus di Direktorat Jenderal Pajak sumber : Harian Kompas. Oleh karena itu, Menteri Keuangan Srimulyani memerintahkan jajaran Ditjen Pajak untuk menyelidiki pelaku usaha yang membayar pajak di bawah nilai Universitas Sumatera Utara wajar itu. Fenomena undertax ini juga terjadi pada beberapa sektor lain selain industri perikanan besar. Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Panitia Kerja Perpajakan Komisi XI DPR dan Direktur Jenderal Pajak Mochammad Tjiaptardjo, pemerintah di desak menaikkan tax ratio ke level 16 persen. Alasannya, banyak kebocoran uang pajak yang ditandai munculnya kasus makelar pajak yang mengungkapkan keterlibatan pegawai pajak, Gayus Tambunan. Apabila dibandingkan dengan beberapa negara berkembang di Asia, tax ratio Indonesia berada diuruta paling bawah. Hal ini tampak dalam perbandingan tax ratio berikut ini : Tabel 1.2 Perbandingan Tax Ratio 10 Negara Asia persen penerimaan pajak terhadap PDB No Negara Tax Ratio 1 Jepang 27,4 2 Korea Selatan 26,8 3 Singapura 22,44 4 Malaysia 20,17 5 Srilanka 17,91 6 India 17,7 7 Thailand 17,28 8 Filipina 13,68 9 Pakistan 13,6 10 Indonesia 11,7 Universitas Sumatera Utara Sumber : Komisi XI DPR Untuk meningkatkan tax ratio tersebut, maka sudah saatnya pemerintah menerapkan sistem pengawasan pajak yang optimal guna menghindari celah penyalah gunaan dan penyimpangan pajak oleh oknum pajak ataupun Wajib Pajak. Peningkatan pengawasan pajak dapat dilakukan dengan meningkatkan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pemeriksaan pajak dapat menimbulkan rasa diawasi dan efek jera bagi Wajib Pajak yang melakukan penyimpangan karena akan dikenai sanksi administrative atau sanksi pidana. Keadaan ini akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak tax compliance untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan kepatuhan yang semakin meningkat tentu saja akan diikuti peningkatan penerimaan pajak yang akan berdampak pada peningkatan tax ratio . Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak juga direkomendasikan oleh IMF. Adapun rekomendasi tersebut tertuang dalam Letter Of Intent LOI tahun 1999 yang dikutip oleh Gunadi 2005, dinyatakan bahwa langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan cara menaikkan coverage pemeriksaan pajak tax audit coverage ratio. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Universitas Sumatera Utara Pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas Wajib Pajak, penerimaan pajak, penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Sehingga dengan demikian, Kantor Pelayanan Pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Dengan terlaksananya tugas dan peranan kantor dari Kantor Pelayanan Pajak maka akan sangat penting dalam pemenuhan target penerimaan pajak nasional. Penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Hal ini tampak pada tabel penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota berikut ini : Tabel 1.3 Penerimaan Pajak di KPP Pratama Medan Kota tahun 2008 Bulan Penerimaan Pajak Target Januari Rp 38.570.919.591 RP 386.916.970.000 Februari Rp 22.777.401.652 RP 386.916.970.000 Maret RP 36.687.318.649 RP 386.916.970.000 April Rp 16.637.069.986 RP 386.916.970.000 Mei Rp 11.753.815.505 RP 386.916.970.000 Juni Rp 20.168.555.978 RP 386.916.970.000 Juli Rp 31.398.111.113 RP 386.916.970.000 Agustus Rp 29.190.814.299 RP 386.916.970.000 September Rp 22.590.031.222 RP 386.916.970.000 Oktober Rp 16.088.506.830 RP 386.916.970.000 Universitas Sumatera Utara November Rp 19.686.200.853 RP 386.916.970.000 Desember Rp 43.773.783.719 RP 386.916.970.000 Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Berdasarkan tabel penerimaan pajak diatas bahwa rata-rata penerimaan pajak tiap bulan adalah sekitar 25 milliar, sedangkan target pajak yang ditetapkan adalah sekitar 386 milyar tiap bulan. Adapun tingkat pencapaian atas target pajak tersebut hanya 6,5 persen. Oleh karena itu,di KPP Pratama Medan Kota sangat dibutuhkan upaya-upaya yang kongkret agar dapat memenuhi target penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pemeriksaan terhadap Wajip Pajak karena Wajib Pajak rentan terhadap kecurangan dalam memenuhi kewajjiban perpajakannya. Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dan melakukan penelitian dengan judul “ANALISA PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA.”

B. Perumusan Masalah