Analisa Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

(1)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

SKRIPSI

Analisa Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

OLEH:

NAMA : RENOLD CORRY H

NIM : 060503201

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2010


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul :

Analisa Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

Adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level program S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 14 Mei 2010 Yang Membuat Pernyataan,

(Renold Corry H) NIM : 060503201


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat, berkat, kesehatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Sepanjang proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak, selaku Plt Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Mutia Ismail MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Dan juga selaku Dosen Pembanding I .

4. Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM, Ak, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih yang sedalam-dalamnya, tidak hanya untuk waktu dan jerih payah yang sudah dicurahkan, tetapi juga untuk perhatian dan kasih sayang nya selama membimbing yang betul-betul secara ikhlas diberikan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rustam, Msi,Ak, selaku dosen pembanding II. Terima kasih untuk bimbingannya selama ini.


(4)

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen pengajar yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama kuliah di Universitas Sumatera Utara. 7. Semua staf Jurusan Akuntansi, Kak Dame, Bang Chairil, Bang Oyong.

Terima kasih untuk menyiapkan segala administrasi dan keperluan penulis di Jurusan Akuntansi USU.

8. Kedua Orang Tua penulis, M. Hutagalung dan E br Nainggolan. Terima kasih atas segala curahan kasih sayang dan doa-doanya, dukungan, dan pengorbanan yang selama ini telah diberikan, motivasi utama penulis untuk terus berprestasi dan berusaha menjadi yang terbaik.

Usaha dan perjuangan yang semaksimal mungkin telah penulis berikan, namun skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih perlu mendapat banyak perbaikan atas segala kelemahannya yang semata-mata merupakan keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima setiap saran dan kritik yang bertujuan membangun untuk pencapaian kesempurnaan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi dan pemeriksaannya.

Medan, 14 Mei 2010 Penulis,

(Renold Corry H) NIM : 060503201


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemeriksaan pajak yang diukur dengan melihat jumlah pemeriksaan setiap bulan berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

Penulis menggunakan desain penelitian kausal dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan adalah data primer, diperoleh dari tempat penelitian yaitu di KPP Pratama Medan Kota.

Pengolahan data dilakukan dengan alat bantu program statistik. Pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi, sedangkan model analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana.

Penelitian ini membuktikan bahwa pemeriksaan pajak yang diukur melalui jumlah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tidak berpengaruh

signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.


(6)

ABSTRACT

The aim of the research is to know whether the amount of Tax Audit evaluated from amount SKP that is published has an influence toward the tax revenue at the tax service of Medan Kota.

The author uses causal research design in this scientific composition. Kind of data that used by author is primary one, Gotten from the research at at the tax service of Medan Kota.

Data processing is done by supporting tools for statistic program. Classic Assumption Testing including normality test, heteroskedastisity tes and autocorrelation. While simple linier regression statistic analysis is used that consist of two linier regressions for the first and the second dependent variable. This Research is done by using single regression analysis model.

This research provided that of the tax audit didn’t have a significant influnce toward the tax revenue


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Batasan Penelitian... 9

D. Tujuan Penelitian... 9

E. Manfaat Penelitian... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Audit... 11

B. Fungsi Pajak... 11

C. Sistem Pemungutan Pajak... 12

D. Wajib Pajak... 13

E. Surat Pemberitahuan... 13


(8)

G. Penerimaan Pajak... 17

H. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 28

I. Kerangka Konseptual... 28

J. Hipotesis Penelitian... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 31

B. Populasi Penelitian... 31

C. Jenis Data dan Sumber Data... 31

D. Teknik Pengumpulan Data... 32

E. Identifikasi dan Pengumpulan Variabel Penelitian... 32

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 33

G. Metode Analisis Data... 35

1. Uji Asumsi Klasik... 35

2. Pengujian Hipotesis... 37

H. Jadwal Penelitian... 38

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil KPP Pratama Medan Kota... 39

1. Sejarah Umum Berdirinya KPP Pratama Medan Kota... 39

2. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota... 40

B. Deskripsi Data Penelitian... 44

C. Statistik Deskriptif... 46

D. Uji Asumsi Klasik... 46


(9)

F. Pembahasan Hasil Analisis... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 60

B. Keterbatasan Penelitian... 61

C. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2. 1 Hubungan Perpajakan dan Pendapatan

Nasional... 21

Gambar 2. 2 Kerangka Konseptual... 30

Gambar 4. 1 Struktur Organisasi di KPP Pratama Medan Kota... 41

Gambar 4. 2 Histogram... 48

Gambar 4. 3 Normal P- P Plot... 48


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1. 1 Penerimaan Negara... 1

Tabel 1. 2 Perbandingan Tax Ratio 10 Negara Asia... 6

Tabel 1. 3 Penerimaan Pajak di KPP Pratama Medan Kota Tahun 2008... 8

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu... 28

Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian... 38

Tabel 4. 1 Jumlah Pemeriksaan dan Penerimaan Pajak Di KPP Pratama Medan Kota ... 44

Tabel 4. 2 Statistik Deskriptif... 46

Tabel 4. 3 Hasil Uji Normalitas... 49

Tabel 4. 4 Uji Autokorelasi... 51

Tabel 4. 5 Analisis Hasil Regresi... 52

Tabel 4. 6 Analisis Korelasi... 53

Tabel 4.7 Interprestasi Koefisien Menurut Sugiyono.... 53

Tabel 4.8 Koefisien... 54


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran 1 Descriptives and Regression Lampiran 2 Charts

Lampiran 3 Charts

Lampiran 4 Tabel Jumlah Pemeriksaan Pajak Lampiran 5 Tabel Penerimaan Pajak


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemeriksaan pajak yang diukur dengan melihat jumlah pemeriksaan setiap bulan berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

Penulis menggunakan desain penelitian kausal dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan adalah data primer, diperoleh dari tempat penelitian yaitu di KPP Pratama Medan Kota.

Pengolahan data dilakukan dengan alat bantu program statistik. Pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi, sedangkan model analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana.

Penelitian ini membuktikan bahwa pemeriksaan pajak yang diukur melalui jumlah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tidak berpengaruh

signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.


(14)

ABSTRACT

The aim of the research is to know whether the amount of Tax Audit evaluated from amount SKP that is published has an influence toward the tax revenue at the tax service of Medan Kota.

The author uses causal research design in this scientific composition. Kind of data that used by author is primary one, Gotten from the research at at the tax service of Medan Kota.

Data processing is done by supporting tools for statistic program. Classic Assumption Testing including normality test, heteroskedastisity tes and autocorrelation. While simple linier regression statistic analysis is used that consist of two linier regressions for the first and the second dependent variable. This Research is done by using single regression analysis model.

This research provided that of the tax audit didn’t have a significant influnce toward the tax revenue


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui pembangunan nasional secara bertahap, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan.

Untuk menjalankan pembangunan nasional tersebut, pemerintah membutuhkan dana yang sangat banyak. Dana tersebut diperoleh dari berbagai sumber penghasilan antara lain kekayaan alam, hasil usaha BUMN, barang-barang yang dikuasai oleh pemerintah, denda-denda, harta peninggalan atau warisan yang diberikan kepada negara, hibah, wasiat, dan pajak.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun tampak bahwa penerimaan negara sangat besar ketergantungannya dari sektor perpajakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penerimaan negara yang tampak pada tabel 1.1:


(16)

Tabel 1.1

Penerimaan negara dari tahun 1989/1990 s/d 2008 (Dalam Milyar Rupiah)

Tahun Anggaran

Perpajakan

Bukan Pajak

Total

Nilai % Nilai % Nilai %

1989/1990 16.084,1 51,1 15.420,1 48,9 31.504,2 100

1990/1991 22.010,9 52,2 20.182,1 47,8 42.193,0 100

1991/1992 24.913,3 58,5 17.662,7 41,5 42.582,0 100

1992/1993 30.091,5 61,6 18.771,1 38,4 48.862,6 100

1993/1994 30.091,5 65,3 19.448,0 34,7 56.113,1 100

1994/1995 44.442,1 66,9 21.975,9 33,1 66.418,0 100

1995/1996 48.686,3 66,7 24.327,6 33,3 73.013,9 100

1996/1997 57.339,9 65,4 30.290,4 34,6 87.630,0 100

1997/1998 70.934,2 63,2 41.341,3 36,8 112.275,5 100

1998/1999 102.394,4 64,8 55.648,0 35,2 158.042,5 100

1999/2000 125.951,0 61,6 78.481,6 38,4 204.432,6 100

2000 115.912,5 56,5 89.442,0 43,5 205.334,5 100

2001 185.540,9 61,7 115.058,6 38,3 300.599,5 100

2002 210.162,0 70,1 89.593,1 29,9 299.755,0 100

2003 248.469,8 72,6 94.001,7 27,4 342.471,5 100

2004 272.175,1 77,9 77.124,4 22,1 349.299,5 100

2005 347.031,1 70,2 146.883,3 29,8 493.914,4 100

2006 409.203,0 64,3 226.950,1 35,7 636.153,1 100

2007 490.988,6 69,5 215.119,7 30,5 706.108,3 100

2008 658.700,8 67,3 320.604,6 32,7 979.305,4 100


(17)

Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia

1) Sejak Tahun Anggaran 1998/1999 termasuk BPHTB, sejak Tahun Aggaran 1999/2000 termasuk PPH Migas, tetapi tidak termasuk pajak daerah dan retribusi daerah

2) Untuk Tahun Anggaran 1999/2000 disesuaikan dengan klasifikasi baru 3) Untuk Tahun Anggaran 2000 dimulai dari 1 April sampai 31 Desember 2000

Penerimaan pajak pada tahun 2009 mencapai Rp. 565,77 trilliun sedangkan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2009 mencapai Rp. 658,24 trilliun. Jadi realisasi penerimaan pajak tahun 2009 masih 97.99 persen dari target yang telah ditetapkan. Tidak tercapainya target penerimaan pajak pada tahun 2009, membuat fiskus perlu mengambil kebijakan dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun 2010, target penerimaan Negara dari sektor pajak adalah Rp. 658,24 trilliun. Untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati didampingi Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, Darmin Nasution ketika itu mencanangkan Reformasi perpajakan Jilid dua, sebagai kelanjutan dari proses Reformasi Jilid satu yang sudah selesai akhir Februari tahun 2009 yang diakhiri dengan sunset policy. Pencanangan ini ditandai dengan peresmian dimulainya “PINTAR” (Project For Indonesian Tax

Administration Reform) yang merupakan salah satu dari kegiatan reformasi jilid

dua.

Upaya untuk pencapaian target penerimaan pajak telah dilakukan juga pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya pada tahun 2002 melalui Reformasi Perpajakan Jilid satu yang meliputi tiga kegiatan utama yaitu modernisasi


(18)

administrasi perpajakan, reformasi kebijakan serta intensifikasi dan ekstensifikasi. Reformasi jilid satu telah memberikan banyak manfaat bagi Wajib Pajak, antara lain pemberian pelayanan yang lebih baik, terpadu dan personal dengan konsep

One Stop Service, pelayanan oleh petugas Account Representative, Pemanfaatan

IT dalam layanan e-filling, e-SPT, e-registration, dan pembentukan call center untuk pelayanan informasi dan pengaduan. Selain itu, rasa keadilan juga dirasakan Wajib Pajak melalui tindakan penegakan hukum seperti pemeriksaan, penagihan dan penyidikan yang lebih transparan dan professional serta penerapan dan penegakan good govermance di semua lini. Reformasi Jilid satu yang telah berhasil dengan baik namun masih perlu ditingkatkan agar penerimaan pajak yang lebih besar dapat dicapai. Untuk itu proses reformasi akan terus dilanjutkan dan disempurnakan melalui Reformasi Jilid Dua yang programnya lebih dikenal dengan PINTAR.

Program PINTAR mengadobsi “best practice” sistem administrasi perpajakan di dunia, baik dalam aspek pelayanan perpajakan maupun pengawasan kepatuhan. Dalam pengembangannya, PINTAR dibagi kedalam 4 (empat) komponen, yaitu:

1. Komponen A : Penyempurnaan Sistem dan Proses Bisnis Utama (Core Business Process)

2. Komponen B : Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) 3. Komponen C : Kepatuhan Perpajakan


(19)

Komponen yang menjadi perhatian yang cukub besar dari program tersebut adalah komponen kepatuhan perpajakan. Sebab kepatuhan perpajakan sangat dibutuhkan dalam upaya pencapaian penerimaan pajak, mengingat sistem pemungutan pajak yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini berdasarkan self assessment. Sistem self assessment memungkinkan adanya wajib Pajak melakukan penyimpangan atas pelaporan pajaknya. Untuk mencegah penyimpangan tersebut diperlukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak oleh fiskus. Berdasarkan realita sekarang ini, banyak pihak telah meragukan keefektifan Reformasi Perpajakan yang diterapkan oleh Menteri Keuangan Srimulyani. Hal ini ditandai terungkapnya makelar pajak yang menimpa pegawai di Dirjend Pajak yaitu Gayus Tambunan. Akibat ulah dari pegawai Dirjend Pajak tersebut negara sangat dirugikan. Untuk mengatasi kerugian tersebut diperlukan langkah kongkret dari pemerintah.

Menurut Menteri Keuangan Srimulyani Indrawati, Ada banyak sektor yang sulit dihimpun pajaknya. Selain sektor usaha mikro dan kecil, ada beberapa pelaku usaha besar yang pembayaran pajaknya undertax (dibawah pembayaran yang wajar). Salah satunya adalah industri perikanan besar misalnya masalah yang menyangkut PT Arwana seperti yang menurut mantan Kabareskim Susno Djuadji menyatakan bahwa perusahaan tersebut terkait dengan Makelar Kasus (Markus) di Direktorat Jenderal Pajak (sumber : Harian Kompas).

Oleh karena itu, Menteri Keuangan Srimulyani memerintahkan jajaran Ditjen Pajak untuk menyelidiki pelaku usaha yang membayar pajak di bawah nilai


(20)

wajar itu. Fenomena undertax ini juga terjadi pada beberapa sektor lain selain industri perikanan besar.

Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Panitia Kerja Perpajakan Komisi XI DPR dan Direktur Jenderal Pajak Mochammad Tjiaptardjo, pemerintah di desak menaikkan tax ratio ke level 16 persen. Alasannya, banyak kebocoran uang pajak yang ditandai munculnya kasus makelar pajak yang mengungkapkan keterlibatan pegawai pajak, Gayus Tambunan. Apabila dibandingkan dengan beberapa negara berkembang di Asia, tax ratio Indonesia berada diuruta paling bawah. Hal ini tampak dalam perbandingan tax ratio berikut ini :

Tabel 1.2

Perbandingan Tax Ratio 10 Negara Asia (persen penerimaan pajak terhadap PDB)

No Negara Tax Ratio

1 Jepang 27,4%

2 Korea Selatan 26,8%

3 Singapura 22,44%

4 Malaysia 20,17%

5 Srilanka 17,91%

6 India 17,7%

7 Thailand 17,28%

8 Filipina 13,68%

9 Pakistan 13,6%


(21)

Sumber : Komisi XI DPR

Untuk meningkatkan tax ratio tersebut, maka sudah saatnya pemerintah menerapkan sistem pengawasan pajak yang optimal guna menghindari celah penyalah gunaan dan penyimpangan pajak oleh oknum pajak ataupun Wajib Pajak. Peningkatan pengawasan pajak dapat dilakukan dengan meningkatkan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pemeriksaan pajak dapat menimbulkan rasa diawasi dan efek jera bagi Wajib Pajak yang melakukan penyimpangan karena akan dikenai sanksi administrative atau sanksi pidana. Keadaan ini akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya. Dengan kepatuhan yang semakin meningkat tentu saja akan diikuti peningkatan penerimaan pajak yang akan berdampak pada

peningkatan tax ratio .

Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak juga direkomendasikan oleh IMF. Adapun rekomendasi tersebut tertuang dalam Letter Of Intent (LOI) tahun 1999 yang dikutip oleh Gunadi (2005), dinyatakan bahwa langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan cara menaikkan coverage pemeriksaan pajak (tax audit

coverage ratio).

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib


(22)

Pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas Wajib Pajak, penerimaan pajak, penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Sehingga dengan demikian, Kantor Pelayanan Pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Dengan terlaksananya tugas dan peranan kantor dari Kantor Pelayanan Pajak maka akan sangat penting dalam pemenuhan target penerimaan pajak nasional. Penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Hal ini tampak pada tabel penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota berikut ini :

Tabel 1.3

Penerimaan Pajak di KPP Pratama Medan Kota tahun 2008

Bulan Penerimaan Pajak Target

Januari Rp 38.570.919.591 RP 386.916.970.000 Februari Rp 22.777.401.652 RP 386.916.970.000 Maret RP 36.687.318.649 RP 386.916.970.000 April Rp 16.637.069.986 RP 386.916.970.000 Mei Rp 11.753.815.505 RP 386.916.970.000 Juni Rp 20.168.555.978 RP 386.916.970.000 Juli Rp 31.398.111.113 RP 386.916.970.000 Agustus Rp 29.190.814.299 RP 386.916.970.000 September Rp 22.590.031.222 RP 386.916.970.000 Oktober Rp 16.088.506.830 RP 386.916.970.000


(23)

November Rp 19.686.200.853 RP 386.916.970.000 Desember Rp 43.773.783.719 RP 386.916.970.000

Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan

Berdasarkan tabel penerimaan pajak diatas bahwa rata-rata penerimaan pajak tiap bulan adalah sekitar 25 milliar, sedangkan target pajak yang ditetapkan adalah sekitar 386 milyar tiap bulan. Adapun tingkat pencapaian atas target pajak tersebut hanya 6,5 persen. Oleh karena itu,di KPP Pratama Medan Kota sangat dibutuhkan upaya-upaya yang kongkret agar dapat memenuhi target penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pemeriksaan terhadap Wajip Pajak karena Wajib Pajak rentan terhadap kecurangan dalam memenuhi kewajjiban perpajakannya.

Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dan melakukan penelitian dengan judul “ANALISA PENGARUH

PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA.”)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota?


(24)

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

Menganalisis pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis

Memberikan wawasan yang lebih luas kepada penulis dalam memahami dan menganalisis pengaruh frekwensi pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak.

2. Bagi aparat pajak

Dapat memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak pada umumnya dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota pada khususnya dalam menentukan strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak. 3. Bagi peneliti lain

Dapat menambah kepustakaan terutama di bidang perpajakan dan menjadi bahan referensi untuk penelitian yang dengan topik yang sama.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Pajak

Ada beberapa defenisi pajak menurut para ahli:

1. Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestise) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

2. Menurut Prof.Dr.P.J.A Andriani, pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dari defenisi-defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:

1. Iuran atau pungutan.

2. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan ketentuan undang-undang. 3. Pajak dapat dipaksakan.

4. Pembayar tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi. 5. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

B. Fungsi Pajak

Pada dasarnya fungsi pajak adalah sebagai sumber keuangan negara. Namun ada fungsi lainnya yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai mengatur.


(26)

Pemerintah memungut pajak terutama atas semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran baik yang bersifat rutin maupun untuk pembangunan.

2. Fungsi Mengatur (regularend)

Pada fungsi mengatur, pemungutan pajak digunakan sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan negara dalam bidang sosial/ekonomi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Contoh: Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi barang impor dengan tujuan untuk melindungi produksi dalam negeri, pengenaan jenis pajak tertentu dengan maksud untuk menghambat gaya hidup mewah.

C. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu official

assesment system, self assesment system, dan with holding system.

1. Official Assesment system

Suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak yang terutang oleh Wajib Pajak ditentukan oleh fiskus (dalam hal ini Wajip Pajak bersifat pasif).

2. Self Assesment system

Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak diserahkan oleh fiskus kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem ini Wajib Pajak harus


(27)

aktif untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus hanya bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.

3. With Holding System

Suatu cara pemungutan pajak dimana penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dilakukan oleh pihak ketiga.

D. Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (1) yaitu : “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu”.

E. Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak. SPT terdiri dari :

1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2. SPT Masa yang meliputi :

− SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh) − SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


(28)

− SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pemungut

F. Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan dengan tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal :

1. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

2. Surat Pemberitahuan tahun pajak penghasilan menunjukkan rugi.

3. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.

4. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

5. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban surat pemberitahuan tidak dipenuhi.


(29)

Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilakukan untuk:

1. Pemberian atau penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.

2. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

3. Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu masa pajak bagi Wajib Pajak baru.

4. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.

5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

6. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penghasilan Pasal 21.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Pemeriksaan Pajak oleh pejabat yang berwenang dan berakhir dengan disetujuinya Laporan Pemeriksaan Pajak. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.

Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang


(30)

lingkup dan tujuan pemeriksaan. Laporan Pemeriksaan Pajak digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan meliputi: 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan apabila:

− Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

− SPT tidak disampaikan dalam waktunya, dan setelah ditegur secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut surat teguran.

− Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi, sehinggga tidak dapat diketahui besarnya pajak terutang.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT diterbitkan apabila:

− Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.


(31)

− Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak.

G. Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak menjadi kunci sisi penerimaan negara. Ketika pemerintah bertekad mengurangi utang luar negeri, timbul konsekuensi berupa pergeseran penerimaan pemerintah (goverment receipt) pada sisi domestik. Karena penerimaan negara dari minyak yang tidak bisa terlalu diharapkan seperti beberapa dekade lalu, maka optimalisasi potensi perpajakan domestik menjadi jawaban paling rasional.

Kebijakan untuk mengurangi utang luar negeri juga berdampak langsung pada perlunya peningkatan penerimaan pajak. Saat ini selektivitas utang luar negeri telah ditingkatkan, sejalan dengan upaya mengoptimalkan utang-utang lama. Untuk itu secara teoritis terdapat beberapa cara yang diterapkan :


(32)

1. Meminta potongan (hair cut) dengan berbagai argumentasi. Alasan yang pokok adalah rezim lama telah menyelewengkan utang-utang yang dicairkan pada masa lalu.

2. Kedua, mengoptimalkan pendapatan domestik (dari sektor pajak) untuk mengejar akselerasi kewajiban pembayaran cicilan pokok ULN dan suku bunganya. Meningkatkan pendapatan negara dari pos pajak dometik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Secara vertikal, pemerintah dapat mengubah tarif pajak menjadi lebih tinggi. Alasan yang dapat dikemukakan adalah tarif pajak di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain, sehingga perlu disesuaikan. Secara horizontal, pemerintah dapat melakukan perluasan basis penerimaan pajak. Subyek dan obyek pajak yang baru digali terus. Warga negara yang tidak tersentuh

law enforcement kebijakan pajak, akan ditangani secara intensif oleh

aparat pajak. Alasan yang dapat dikemukakan adalah tax ratio Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain.

Besarnya harapan untuk meningkatkan penerimaan pajak, mendorong Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan reformasi administrasi. Sebagai institusi yang bertanggung jawab atas segala aspek perpajakan, perbaikan dan penyempurnaan mekanisme kerja dipandang perlu untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Untuk itu dicanangkan reformasi administrasi jangka menengah yang diarahkan untuk mendukung pencapaian visi DJP, yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas


(33)

dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat serta mencapai misi fiskal DJP. Misi fiskal dimaksud adalah menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.

Secara garis besar terdapat tiga tujuan yang secara spesifik hendak dicapai oleh reformasi administrasi perpajakan jangka menengah, yaitu:

1. Tercapainya tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi. 2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi pajak. 3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.

Tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, yang didasari tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan akan mendukung tercapainya penerimaan perpajakan, sebagai cerminan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. James dkk, sebagaimana dikutip Gunadi, mendefenisikan kepatuhan pajak (tax compliance) adalah bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigation), peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.

Dengan demikian, bila semua Wajib Pajak mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku, maka tidak akan terdapat selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual. Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana, meningkatnya tingkat kepatuhan pajak akan


(34)

tercermin pada menyempitnya tax gap, yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual.

Penerimaan pajak dapat dikaitkan dengan PDB (Produk Domestik Bruto) sebagai indikator makroekonomi, dimana salah satu kriteria yang menghubungkan antara keduanya adalah tax ratio. Tax ratio adalah perbandingan antara jumlah realisasi penerimaan pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah terhadap PDB.

Tax ratio menggambarkan bagian dari produksi nasional untuk diserahkan kepada

negara. Dengan demikian tax ratio berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan kemampuan suatu negara untuk menarik atau memungut pajak (level of taxation) dari transaksi ekonomi yang ada. Tax ratio dapat dihitung dengan formula berikut:

TR= x100%

Y R

dimana: TR = tax ratio

R = realisasi penerimaan pajak Y = pendapatan nasional (PDB)

Kondisi tax ratio yang rendah dari suatu negara mengindikasikan beberapa

hal, yaitu :

a. Terjadinya under taxation, yang memberi kesan murahnya beban pajak. b. Rendahnya daya bayar pajak masyarakat, karena rendahnya pendapatan

per kapita yang kebanyakan masih berada di bawah ambang batas pemajakan (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

c. Kurang efektif dan produktifnya sistem dan administrasi perpajakan nasional.


(35)

Hubungan antara perpajakan dan pendapatan nasional suatu negara dapat digambarkan secara grafis, pada gambar sebagai berikut,

Gambar 2.1

Hubungan Perpajakan dan Pendapatan Nasional

Sumber : Richard W. Lindholm, A New Federal Tax System, New York: Praeger, 1984

Bagian diatas menunjukkan bahwa dalam perhitungan pendapatan nasional, jumlah produksi nasional bruto (gross national product, GNP) adalah sama dengan jumlah pendapatan nasional bruto (gross national income, GNI). Selisih GNI dengan pendapatan nasional merupakan pajak tidak langsung (diantaranya PPN), atau GNI dikurangi pajak tidak langsung merupakan pendapatan nasional.

Pendapatan nasional dibagi dengan jumlah penduduk merupakan pendapatan perorangan (pendapatan per kapita), yang setelah dikurangi dengan pajak langsung (diantaranya PPh) merupakan pendapatan yang siap untuk

Produk

Nasional =

Pendapatan Nasional

Bruto Pendapatan Nasional

Pengurangan Pajak Tidak Langsung

Pendapatan Perorangan Konsumsi, Pengeluaran

Dan Tabungan Perorangan

Pengurangan Pajak Langsung


(36)

dikonsumsi perorangan, untuk pengeluaran lainnya dan untuk tabungan dari setiap perorangan / penduduk dalam suatu waktu tertentu (satu tahun) merupakan GNP. Demikian seterusnya perputaran arus penghitungan pendapatan nasional.

Dalam pemungutan pajak oleh negara terdapat beberapa asas, yakni sebagai berikut:

1. Asas Equality, dalam asas ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan masing-masing subyek pajak. Yang dimaksud dengan keseimbangan atas kemampuan subyek pajak adalah hendaknya dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak. Pemungutan pajak yang dilakukan terhadap semua subyek pajak harus sesuai dengan batas kemampuan masing-masing, sehingga dalam asas equality ini setiap orang mempunyai kondisi yang sama harus dikenai pajak yang sama pula. Asas pertama Adam Smith ini menjadi unsur dalam asas keadilan yang muncul pada era berikutnya.

2. Asas Certainty, dalam asas ini ditekankan pentingnya kepastian mengenai pemungutan pajak yaitu : kepastian mengenai hukum yang mengaturnya, kepastian mengenai subyek pajak, kepastian mengenai obyek pajak dan kepastian mengenai tata cara pemungutannya. Kepastian ini menjamin setiap orang untuk tidak ragu-ragu menjalankan kewajiban membayar pajak, karena segala sesuatunya sudah jelas. Asas ini kemudian menjadi inspirasi bagi lahirnya asas yuridis.

3. Asas Convenience of payment, dalam asas ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban


(37)

perpajakannya. Untuk itu potongan pajak hendaknya dilakukan pada saat Wajib Pajak menerima penghasilannya dan yang sudah memenuhi syarat obyektif, yaitu suatu syarat dimana Wajib Pajak mempunyai penghasilan diatas penghasilan minimum kena pajak. Asas ini merupakan inspirasi bagi asas ekonomis pada masa berikutnya.

4. Asas Efficieny, dalam asas ini ditekankan pentingya efisiensi pemungutan pajak, artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut. Dalam asas ini diberi pengertian bahwa pemungutan pajak sebaiknya memperhatikan mekanisme yang dapat mendatangkan pemasukan pajak yang sebesar-besarnya dan biaya yang sekecil-kecilnya. Asas ini kemudian menjadi inspirasi bagi penerapan asas finansial pada era berikutnya.

Mansury mengutarakan bahwa azas-azas perpajakan merupakan pedoman yang penting dalam membuat pertimbangan serta kebijaksanaan yang berkenaan dengan pemungutan pajak. Oleh karena itu, sering dijumpai jika di dalam menentukan jenis pajak yang karena suatu hal si perancang peraturan kurang memahami adanya azas-azas perpajakan, pada akhirnya pajak yang diterapkan atau dilaksanakan tersebut mengalami beberapa hambatan, bahkan juga sampai kepada kegagalan dalam pemungutan. Dalam literatur banyak dikemukakan beberapa pendapat yang menguraikan mengenai azas-azas atau prinsip-prinsip perpajakan ini.

Pajak dipungut berdasarkan tarif. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak, yang dapat mempergunakan perhitungan proporsi


(38)

(persentase) yang tetap. Ismawan mengatakan bahwa terdapat empat macam variasi tarif pajak :

1. Tarif proporsional : adalah tarif pajak dengan proporsi yang tetap. Pajak yang dibayar harus sesuai dengan pengenaan pajak berdasarkan tarif yang sama. Dengan demikian, semakin besar dasar pengenaan pajaknya, maka semakin besar pula jumlah pajak yang harus dibayar dan sebaliknya. Pada prakteknya, tarif proporsional tidak digunakan untuk PPh (Pajak Penghasilan), melainkan dipakai untuk jenis pajak yang lain, misalnya PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

2. Tarif progresif : adalah tarif pajak dengan persentase yang semakin besar bagi dasar pengenaan pajak yang semakin besar. Pemerintah menetapkan klasifikasi dasar pengenaan pajak berdasarkan kelompok-kelompok dengan tingkat penghasilan yang berbeda-beda pula. Tarif pajak progresif dipandang paling mencerminkan asas keadilan.

3. Tarif degresif : adalah pemungutan pajak dengan persentase tarif yang semakin menurun apabila dasar pengenaan pajaknya bertambah besar. Tarif degresif merupakan kebalikan dari pemungutan pajak dengan tarif progresif. Indonesia tidak menggunakan tarif degresif.

4. Tarif tetap : besarnya tarif pajak ditentukan dengan jumlah nominal (bukan persentase) yang tetap tanpa memandang besar kecilnya dasar pengenaan pajak.

Penerapan teori pemungutan dan penentuan tarif pajak secara tepat dilakukan untuk mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak. Dalam masalah kepatuhan


(39)

pajak ini, terdapat beberapa faktor yang mendorong ketidakpatuhan Wajib Pajak, yaitu sebagai berikut:

a. Tax required to pay : besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib

Pajak. Semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin besar pula kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.

b. Cost of bribe : biaya untuk menyogok fiskus. Semakin kecil biaya untuk

menyogok fiskus, semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.

c. Probability of detection : semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran

terdeteksi, semakin besar ketergantungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.

d. Size of penalty : semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggan,

semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran. Usaha-usaha Wajib Pajak untuk meminimalkan beban pajak dengan cara-cara yang illegal, dikenal dengan istilah tax evasion (penyelundupan pajak). Yang menjadi masalah adalah dalam prakteknya di lapangan tidak seluruh peraturan perpajakan secara tegas dan jelas mengatur suatu transaksi bisnis. Seringkali terdapat hal-hal yang bersifat grey area, yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk meminimalkan beban pajak dengan cara tax avoidance (penghindaran pajak).

Berdasarkan studi yang dilakukan Manasan, sebagaimana dikutip Gunadi, mengenai faktor-faktor yang menentukan tingkat kepatuhan pajak, secara umum terdapat dua model utama yakni : (i) model konvensional (model generasi


(40)

pertama),dan (ii) model generasi kedua. Model konvensional lebih menekankan persoalan tax evasion dari sisi Wajib Pajak (tax payers) dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilakunya. Sementara itu, model generasi kedua,menyatakan bahwa persoalan kepatuhan pajak juga ditentukan oleh pelaku lain,yaitu petugas pajak (tax collector) secara bersamaan untuk mengetahui respon mereka bila terjadi perubahan tariff pajak, tingkat kemungkinan untuk terdeteksi, tingkat penalty dan sistem bonus bagi petugas pajak.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa tax evasion tidak hanya tergantung pada insentif kepada Wajib Pajak tetapi juga insentif kepada aparat pajak serta interaksi antara keduanya. Menurut Gupta dan Mookherjee, sebagaimana dikutip Gunadi, probabilitas untuk terdeteksi dalam hal ini merupakan suatu fungsi biaya (cost

function) bagi Wajib Pajak dalam hal melaporkan jumlah penghasilan dengan

tidak benar (underreporting). Biaya tersebut sangat tergantung dari besarnya penalty dan upaya yang dilakukan aparat pajak dalam penegakan hukumnya. Ketika tax evasion diketahui, petugas pajak akan memutuskan apakah akan melaporkannya dan mengenakan penalty terhadap perbuatan tersebut atau tidak.

Keputusan petugas pajak tersebut tergantung dari insentif yang dihadapinya. Bila petugas pajak setuju untuk melakukan underreporting dan kemudian berhasil, maka ia akan mendapatkan “uang sogokan” selain gaji yang diterima dari pemerintah. Akan tetapi, bila dia diketahui melakukan pelanggaran tersebut, maka petugas pajak akan dikenakan sanksi berupa denda, mutasi kerja,atau paling buruk pemecatan. Probabilitas tertangkapnya petugas pajak


(41)

melakukan pelanggaran dengan Wajib Pajak tergantung pada kualitas pemeriksaan dan audit yang dilakukan oleh pihal ketiga.

Pada sisi lain,bila petugas tersebut melaporkan Wajib Pajak yang berusaha melakukan underreporting penghasilannya, maka petugas tersebut akan mendapatkan imbalan prestasi (reward). Dengan demikian, keputusan yang akan dibuat petugas pajak sangat tergantung pada insentif dan sanksi (amount of

reward). Dengan demikian keputusan yang akan dibuat oleh petugas pajak sangat

tergantung pada insentif dan sanksi, yaitu uang sogokan (amount of bribe), jumlah imbalan prestasi (amount of reward), jumlah penalti (amount of penalty) dan tingkat kemungkinan perbuatannya diketahui (probability of being caught).

Model generasi kedua tersebut pada akhirnya memberikan saran yang bersifat praktis untuk menekan terjadinya tax evasion, yaitu dengan cara meningkatkan frekwensi pemeriksaan terhadap semua kategori penghasilan Wajib Pajak. Studi yang dilakukan oleh Gupta dan Mookherje, menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak yang hanya difokuskan pada Wajib Pajak berpenghasilan besar akan mendorong terjadinya tax evasion yang semakin besar. Hal ini karena tingkat kemungkinan akan terdeteksi (probability of being detected) akan semakin kecil bila Wajib Pajak tersebut melaporkan penghasilannya di bawah penghasilan aktualnya. Dengan kata lain, administrasi pajak kemungkinan dapat mencegah terjadinya tax evasion yang demikian besar melalui peningkatan frekwensi tidak hanya pada Wajib Pajak berpenghasilan tinggi tetapi juga pada Wajib Pajak berpenghasilan rendah.


(42)

H. Tinjauan Penelitian terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

Juliana Tano (2005) Analisa Hubungan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Palu Variabel Independen: Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Variabel dependen: Penerimaan Pajak

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Memiliki Hubungan dengan Penerimaan Pajak Vania Yuki Widiyanti (2007) Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Madiun Variabel independen: Kepatuhan Wajib Pajak dan Pendapatan Per Kapita Variabel Dependen: Penerimaan Pajak

1. Dengan Tingkat Kepatuhan yang Semakin Tinggi Maka Penerimaan Pajak Juga Semakin Besar.

2. Pendapatan Per Kapita Berpengaruh Signifikan Terhadap Penerimaan Pajak

I. Kerangka Konseptual

Self Assesment System yang diterapkan di Indonesia merupakan suatu

sistem yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Self Assesment System berbeda dengan Official


(43)

aktif dalam menghitung pajak adalah Wajib Pajak itu sendiri, sedangkan pada

Official Assesment System yang lebih aktif menghitung pajak adalah petugas

pajak.

Apabila di dalam sistem self assesment tersebut tidak diawasi, maka Direktorat Jenderal Pajak yang menjalankan fungsi budgeter tidak akan terlaksana baik karena orang mempunyai kecenderungan untuk tidak mengurangi kekayaan atau pendapatannya untuk membayar pajak ke negara.

Nowak (1973:68) menyebutkan bahwa:”The Auditing of the tax

payer’s is the usual means whereby respect for the tax service in

finding and punishing evation is developed.”

Pernyataan ini mengandung arti bahwa pemeriksaan diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yakni dengan mencegah penyeludupan pajak oleh Wajib Pajak yang diperiksa. Sedangkan menurut International Tax Glosary, kepatuhan Wajib Pajak adalah “Degree to which a tax payer complies (or fails with the rules of his

country, for example by declaring income, filling a return, and paying the tax due in timely manners” (International Bureau of Fiscal Docementation 1992).

Kepatuhan pajak sesuai atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan akan terlihat dari penerimaan yang diperoleh dari jumlah pajak yang dibayarkan. Apabila penerimaan yang diperoleh dari pajak cenderung rendah berarti ada indikasi ketidakpatuhan dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak sendiri dapat dilihat dari pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak


(44)

Efektivitas Pemeriksaan Pajak (X)

Peningkatan

penerimaan Pajak (Y)

memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Dimana Peningkatan pemeriksaan pajak akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

H1

J. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.

Ha : Terdapat pengaruh pemeriksaan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal, untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2001:63).

B. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2004:72) ”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari kemudian ditarik kesimpulannya”. Karena penelitian dilakukan di KPP Pratama Medan kota, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai tahun 2009 dan jumlah penerimaan pajak yang diterima oleh KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai tahun 2009.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2007 sampai tahun 2009.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian berasal dari sumber internal dan merupakan data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli.


(46)

Data primer berupa laporan realisasi penerimaan pajak dan hasil pemeriksaan pajak di KPP Pratama Medan Kota .

D. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Survey

Peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke obyek penelitian untuk mendapatkan dan mencatat data yang diperlukan, yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

2. Interview

Peneliti akan melakukan wawancara dengan Kepala Kantor dan pegawai-pegawai yang bertugas di KPP Medan Kota yang memberikan informasi untuk keperluan penelitian.

3. Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan data dengan mencatat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penerimaan pajak dan data-data yang lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

E. Identifikasi dan Pengumpulan Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri atas:

1. Variabel independen (variabel bebas), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Adapun yang menjadi variabel independen


(47)

dalam penelitian ini adalah pemeriksaan pajak yang disimbolkan dengan (X).

2. Variabel dependen (variabel terikat), merupakan variabel yang dipengaruhi. Adapun yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerimaan pajak yang disimbolkan dengan (Y).

F. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Menurut Jogiyanto (2004:62) “ defenisi operasional adalah bagian dari riset yang menjelaskan karakteristik dari objek ke dalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan di dalam riset”. Pengoperasionalan variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat dibawah ini.

1. Variabel pemeriksaan pajak (X)

Pemeriksaan pajak dilihat dari jumlah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tersebut terdiri dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Oleh karena data yang diperoleh untuk variabel pemeriksaan pajak (dilihat dari jumlah SKP) mencerminkan nilai kuantitatif aktual, maka skala pengukuran yang digunakan dalam variabel pemeriksaan pajak adalah skala rasio.


(48)

Variabel penerimaan pajak dilihat dari jumlah penerimaan pajak untuk semua jenis pajak yang diterima di KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.

Penerimaan pajak yang diterima oleh KPP Pratama Medan Kota terdiri dari :

a. Pajak Penghasilan 1. PPh Non Migas 1.1 PPh Pasal 21 1.2 PPh Pasal 22 1.3 PPh Pasal 22 Impor 1.4 PPh Pasal 23

1.5 PPh Pasal 25/29 OP 1.6 PPh Pasal 25/29 Badan 1.7 PPh Pasal 26

1.8 PPh Final dan FLN 1.9 PPh Non Migas Lainnya 2. PPh Migas

2.1 PPh Minyak Bumi 2.2 PPh Gas Alam

2.3 PPh Lain Minyak Bumi 2.4 PPh Lain Gas Alam b. PPN dan PPnBM


(49)

2. PPN Impor

3. PPnBM Dalam Negeri 4. PPnBM Impor

5. PPN/PPnBM Lainnya d. Pendapatan atas PL dan PIB 1. Bea/Benda Materai 2. PTLL

3. Bunga Penagihan PPh 4. Bunga Penagihan PPN

5. BPP 6. PIB

Oleh karena data yang diperoleh untuk variabel jumlah penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota mencerminkan nilai kuantitatif aktual, maka skala pengukuran yang digunakan dalam variabel penerimaan pajak adalah skala rasio.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik dengan menggunakan

software statistik yaitu SPSS versi 16. Peneliti terlebih dahulu melakukan uji

asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolineritas, uji heterokedasitas, dan uji autokorelasi.


(50)

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independennya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi adanya normalitas yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik dan melakukan uji

Kolmogorof-Smirnof. Jika tingkat signifikannya lebih besar 0.05 maka data tersebut

terdistribusi normal.

b. Uji Heterokedastisitas

Uji ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Erlina (2007:108) “jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heterokedastisitas”. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Metode yang dapat digunakan untuk membuktikan kesamaan varians yaitu melalui gambar/grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Keadaan homokedastisitas terpenuhi jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola tertentu seperti meningkat atau menurun.

c. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan tingkat kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering


(51)

ditemukan pada time series. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan nilai Uji Durbin Watson dengan ketentuan dari Prof. Singgih, sebagai berikut:

• angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

• angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, • angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

2. Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisa regresi sederhana. Pengujian hipotesis ditujukan untuk menguji apakah ada pengaruh dari variable bebas (independen) terhadap variable dependen. Model regresi yang digunakan yaitu:

Y=a+bX Dimana:

Y=penerimaan pajak a=konstanta

b=koefisien regresi X=pemeriksaan pajak

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji signifikansi parsial (t-test). Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t-hitung dengan ketentuan sebagai berikut:


(52)

Jika nilai t-hitung<t-tabel, maka Ha ditolak (dengan α=5%)

H. Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian direncanakan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Penyusunan Proposal

Pengajuan Proposal

Bimbingan Proposal

Seminar Proposal

Pengajuan Riset

Riset

Bimbingan dan Penulisan

Skripsi


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal, untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2001:63).

B. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2004:72) ”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari kemudian ditarik kesimpulannya”. Karena penelitian dilakukan di KPP Pratama Medan kota, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai tahun 2009 dan jumlah penerimaan pajak yang diterima oleh KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai tahun 2009.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2007 sampai tahun 2009.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian berasal dari sumber internal dan merupakan data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli.


(54)

Data primer berupa laporan realisasi penerimaan pajak dan hasil pemeriksaan pajak di KPP Pratama Medan Kota .

D. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Survey

Peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke obyek penelitian untuk mendapatkan dan mencatat data yang diperlukan, yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

2. Interview

Peneliti akan melakukan wawancara dengan Kepala Kantor dan pegawai-pegawai yang bertugas di KPP Medan Kota yang memberikan informasi untuk keperluan penelitian.

3. Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan data dengan mencatat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penerimaan pajak dan data-data yang lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

E. Identifikasi dan Pengumpulan Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri atas:

1. Variabel independen (variabel bebas), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Adapun yang menjadi variabel independen


(55)

dalam penelitian ini adalah pemeriksaan pajak yang disimbolkan dengan (X).

2. Variabel dependen (variabel terikat), merupakan variabel yang dipengaruhi. Adapun yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerimaan pajak yang disimbolkan dengan (Y).

F. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Menurut Jogiyanto (2004:62) “ defenisi operasional adalah bagian dari riset yang menjelaskan karakteristik dari objek ke dalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan di dalam riset”. Pengoperasionalan variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat dibawah ini.

1. Variabel pemeriksaan pajak (X)

Pemeriksaan pajak dilihat dari jumlah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tersebut terdiri dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Oleh karena data yang diperoleh untuk variabel pemeriksaan pajak (dilihat dari jumlah SKP) mencerminkan nilai kuantitatif aktual, maka skala pengukuran yang digunakan dalam variabel pemeriksaan pajak adalah skala rasio.


(56)

Variabel penerimaan pajak dilihat dari jumlah penerimaan pajak untuk semua jenis pajak yang diterima di KPP Pratama Medan Kota dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.

Penerimaan pajak yang diterima oleh KPP Pratama Medan Kota terdiri dari :

a. Pajak Penghasilan 1. PPh Non Migas 1.1 PPh Pasal 21 1.2 PPh Pasal 22 1.3 PPh Pasal 22 Impor 1.4 PPh Pasal 23

1.5 PPh Pasal 25/29 OP 1.6 PPh Pasal 25/29 Badan 1.7 PPh Pasal 26

1.8 PPh Final dan FLN 1.9 PPh Non Migas Lainnya 2. PPh Migas

2.1 PPh Minyak Bumi 2.2 PPh Gas Alam

2.3 PPh Lain Minyak Bumi 2.4 PPh Lain Gas Alam b. PPN dan PPnBM


(57)

2. PPN Impor

3. PPnBM Dalam Negeri 4. PPnBM Impor

5. PPN/PPnBM Lainnya d. Pendapatan atas PL dan PIB 1. Bea/Benda Materai 2. PTLL

3. Bunga Penagihan PPh 4. Bunga Penagihan PPN

5. BPP 6. PIB

Oleh karena data yang diperoleh untuk variabel jumlah penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota mencerminkan nilai kuantitatif aktual, maka skala pengukuran yang digunakan dalam variabel penerimaan pajak adalah skala rasio.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik dengan menggunakan

software statistik yaitu SPSS versi 16. Peneliti terlebih dahulu melakukan uji

asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolineritas, uji heterokedasitas, dan uji autokorelasi.


(58)

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independennya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi adanya normalitas yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik dan melakukan uji

Kolmogorof-Smirnof. Jika tingkat signifikannya lebih besar 0.05 maka data tersebut

terdistribusi normal.

b. Uji Heterokedastisitas

Uji ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Erlina (2007:108) “jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heterokedastisitas”. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Metode yang dapat digunakan untuk membuktikan kesamaan varians yaitu melalui gambar/grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Keadaan homokedastisitas terpenuhi jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola tertentu seperti meningkat atau menurun.

c. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan tingkat kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering


(59)

ditemukan pada time series. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan nilai Uji Durbin Watson dengan ketentuan dari Prof. Singgih, sebagai berikut:

• angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

• angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, • angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

2. Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisa regresi sederhana. Pengujian hipotesis ditujukan untuk menguji apakah ada pengaruh dari variable bebas (independen) terhadap variable dependen. Model regresi yang digunakan yaitu:

Y=a+bX Dimana:

Y=penerimaan pajak a=konstanta

b=koefisien regresi X=pemeriksaan pajak

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji signifikansi parsial (t-test). Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t-hitung dengan ketentuan sebagai berikut:


(60)

Jika nilai t-hitung<t-tabel, maka Ha ditolak (dengan α=5%)

H. Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian direncanakan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Penyusunan Proposal

Pengajuan Proposal

Bimbingan Proposal

Seminar Proposal

Pengajuan Riset

Riset

Bimbingan dan Penulisan

Skripsi


(61)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota 1. Sejarah Umum Berdirinya KPP Pratama Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota didirikan pada tahun 2002 dan merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan pada:

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 58/KMK.01 tanggal 26 Februari 2002

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara I lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro No. 30 A Medan. Adapun ruang lingkupnya meliputi wilayah :

− Kecamatan Medan Kota − Kecamatan Medan Denai − Kecamatan Medan Johor − Kecamatan Medan Amplas

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota kemudian berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah


(62)

terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008.

2. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah I Sumatera Utara. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing kepala seksi.

Struktur Organisasi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota dapat dilihat di gambar 4.1


(63)

Deskripsi bidang-bidang kerja dalam struktur organisasi di KPP Pratama Medan Kota adalah

1) Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karipka maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasi pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum bertugas Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan

kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

3) Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi bertugas membantu Kepala Kantor

mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan obyek dan subyek pajak, penilaian obyek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4) Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi


(64)

perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

5) Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan bertugas membantu Kepala Kantor dalam

mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,

pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak,serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. 6) Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertugas mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak Lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangkan melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan Wilayah (teritorial tertentu).

7) Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan


(65)

pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

8) Seksi Penagihan

Seksi Penagihan bertugas membantu Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9) Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dimanfaatkan secara optimal.

B. Deskripsi Data Penelitian

Data yang diperoleh untuk dilakukan analisa adalah jumlah pemeriksaan pajak yang dilihat dari jumlah SKP (Surat Ketetapan Pajak) yang diterbitkan oleh fiskus dan jumlah penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota. SKP yang diterbitkan oleh fiskus dapat berupa SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil), atau SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar).


(66)

Tabel 4.1

Jumlah Pemeriksaan dan Penerimaan Pajak di KPP Pratama Medan Kota (Januari 2007-Desember 2009)

Bulan Jumlah Pemeriksaan/ Jumlah SKP (X) Penerimaan Pajak (Y)

Januari 2007 56 45.561.142.102

Februari 83 38.906.730.019

Maret 116 44.718.669.256

April 62 26.364.995.895

Mei 94 21.774.105.662

Juni 65 21.187.881.518

Juli 28 24.544.080.518

Agustus 65 24.462.898.983

September 18 23.719.401.654

Oktober 35 25.445.988.705

November 53 26.983.605.027

Desember 55 38.077.922.852

Januari 2008 41 38.570.919.591

Februari 51 22.777.401.652

Maret 34 36.687.318.649

April 24 16.637.069.986

Mei 52 11.753.815.505

Juni 38 20.168.555.978

Juli 3 31.398.111.113

Agustus 0 29.190.814.299

September 8 22.590.031.222

Oktober 4 16.088.506.830

November 2 19.686.200.853

Desember 0 43.773.783.719

Januari 2009 17 27.634.857.300

Februari 1 19.609.072.663

Maret 21 29.266.956.620

April 13 26.498.936.706

Mei 19 16.611.808.128

Juni 28 18.565.725.455

Juli 0 22.966.837.586

Agustus 18 21.718.366.536

September 5 19.711.488.979

Oktober 39 20.426.411.760

November 23 21.325.560.697

Desember 5 32.129.439.262


(67)

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah pemeriksaan (SKP yang diterbitkan) terbanyak dilakukan pada bulan Maret 2007 dengan total pemeriksaan sebanyak 116, sedangkan jumlah pemeriksaan terendah dilakukan pada bulan Agustus 2008, Desember 2008, dan Juli 2009 dengan total pemeriksaan 0 (tidak melakukan pemeriksaan). Jumlah penerimaan pajak terbesar di KPP Pratama Medan Kota diperoleh pada bulan Januari 2007 sebesar Rp 45.561.142.102 dan penerimaan pajak terendah diperoleh pada bulan Mei 2008 sebesar Rp11.753.815.505.

C. Statistik deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum. Berikut ini ditampilkan hasil statistik deskriptif dari masing-masing variabel yaitu Pemeriksaan Pajak dan Penerimaan Pajak.

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PEMERIKSAAN 36 .00 116.00 32.6667 28.82757

PENERIMAAN 36 11753815505 45561142102 26320428146.67 8554895838.864

Valid N (listwise) 36

Sumber : Data diolah dengan SPSS

Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa:

1. Rata-rata jumlah pemeriksaan (SKP yang diterbitkan) dari waktu 36 bulan adalah 32,66 per bulan dengan standar deviasi 28,82.

2. Rata-rata penerimaan pajak yang diperoleh dari waktu 36 bulan adalah Rp 26.320.428.146,67 dengan standar deviasi Rp 8.554.895.838,864.


(68)

C. Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian statistik dengan analisis regresi sederhana, maka perlu dilakukan pengujian untuk mempertimbangkan tidak adanya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik. Penelitian ini memiliki dua variabel dependen yaitu pertimbangan tingkat materialitas dan risiko audit sehingga terdapat dua persamaan regresi sederhana di dalamnya, oleh sebab itu pengujian asumsi klasik dilakukan untuk tiap-tiap variabel dependen tersebut. Asumsi-asumsi klasik tersebut antara lain:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005:110). Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Uji normalitas dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dapat juga dengan melihat histogram dari residualnya. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal dan grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, demikian sebaliknya.

Hasil pengujian normalitas data ditunjukkan dalam histogram dan grafik berikut ini.


(69)

Gambar 4.2

3

2

1

0

-1

-2

Regression Standardized Residual

121086420

Frequency

Mean = -3.57E-16Std. Dev. = 0.986N = 36

Dependent Variable: PENERIMAAN Histogram

Sumber : Data diolah dengan SPSS

Gambar 4.3

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0Observed Cum Prob

1.0 0.80.6 0.40.2 0.0

Expect

ed Cum Prob

Dependent Variable: PENERIMAAN Normal P-P Plot of RegressionStandardized Residual


(70)

Sumber : Data diolah dengan SPSS

Dari tampilan grafik histogram maupun grafik normal plot untuk variabel dependen Peneimaan Pajak dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar diagonal dan penyebarannya tidak berada jauh dari garis diagonalnya. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas.

Selain itu, peneliti juga melakukan uji normalitas data dengan menggunakan One sample kolmogorov-smirnov test. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas

SKP PENERIMAAN

N 36 36

Normal Parameters(a,b) Mean

32.6667 26320428146. 6667 Std. Deviation

28.82757 8554895838.8 6351 Most Extreme

Differences

Absolute .129 .138

Positive .120 .138

Negative -.129 -.088

Kolmogorov-Smirnov Z .771 .827

Asymp. Sig. (2-tailed) .591 .501

Sumber : Data diolah dengan SPSS

Berdasarkan hasil pengujian di atas diperoleh nilai asymptotic significance yang lebih besar dari 0,05 pada semua variabel penelitian. Berdasarkan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal.


(1)

Pardiat, 2007. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta : Penerbit Djembatan

Priantara, Diaz (2000). Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta: Penerbit

Djembatan.

Rusjdi, Muhammad (2004). KUP (Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Jakarta : PT. Index.

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung.

Tano, Juliana (2005). Analisa Hubungan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi

Dengan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak

Palu. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

Widiyanti, Vania Yuki(2007). Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Di Kantor

Pelayanan

Pajak Madiun. Surabaya : Universitas

Kristen Petra


(2)

Lampiran 1

Descriptives and Regression

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PEMERIKSAAN 36 .00 116.00 32.6667 28.82757

PENERIMAAN 36 11753815505 45561142102 26320428146.67 8554895838.864

Valid N (listwise) 36

Correlations

Variables Entered/Removed(b)

Variables Entered/Removedb

SKPa . Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: PENERIMAAN b.

Model Summary

Model Summary

.297a .088 .061 8289162811

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), SKP

a.

Mat Prof Pearson Correlation PENERIMAAN 1.000 .297

Prof .297 1.000

Sig. (1-tailed) Mat . .079

Prof .079 .

N Mat 36 36


(3)

Coeffi cientsa

23444938214.563 2104629918.806 11.140 .000

88025202. 003 48603625. 958 .297 1.811 .079

(Const ant) SK P Model 1

B St d. E rror

Unstandardized Coeffic ients

Beta St andardiz ed

Coeffic ient s

t Sig.

Dependent Variable: PE NE RIMAAN a.

Lampiran 2

Charts

3

2

1

0

-1

-2

Regression Standardized Residual

121086420

Frequency

Mean = -3.57E-16Std. Dev. = 0.986N = 36

Dependent Variable: PENERIMAAN Histogram


(4)

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0Observed Cum Prob

1.0 0.80.6 0.40.2 0.0

Expect

ed Cum Prob

Dependent Variable: PENERIMAAN Normal P-P Plot of RegressionStandardized Residual

Lampiran 3

3

2

1

0

-1 -2Regression StandardizedPredicted Value

420

-2-4

RegressionStudent izedResidual

Dependent Variable: PENERIMAAN Scatterplot


(5)

Lampiran 4

Tabel

Jumlah Pemeriksaan Pajak

(Januari 2007-Desember 2009)

Bulan

Jumlah SKP Yang Diterbitkan (X)

Penerimaan

Pajak (Y) SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN

Total SKP

Januari 2007 38 0 5 13 56 45.561.142.102

Februari 49 0 6 28 83 38.906.730.019

Maret 63 0 13 40 116 44.718.669.256

April 36 0 2 24 62 26.364.995.895

Mei 54 0 8 32 94 21.774.105.662

Juni 38 0 3 24 65 21.187.881.518

Juli 16 0 2 10 28 24.544.080.518

Agustus 36 0 4 25 65 24.462.898.983

September 8 0 2 8 18 23.719.401.654

Oktober 21 2 2 10 35 25.445.988.705

November 41 0 3 9 53 26.983.605.027

Desember 37 0 6 12 55 38.077.922.852

Januari 2008 22 0 6 13 41 38.570.919.591

Februari 31 0 3 17 51 22.777.401.652

Maret 20 0 3 11 34 36.687.318.649

April 8 0 2 14 24 16.637.069.986

Mei 22 0 11 19 52 11.753.815.505

Juni 20 0 2 16 38 20.168.555.978

Juli 0 0 0 3 3 31.398.111.113

Agustus 0 0 0 0 0 29.190.814.299

September 2 0 0 6 8 22.590.031.222

Oktober 2 0 0 2 4 16.088.506.830

November 0 0 0 2 2 19.686.200.853

Desember 0 0 0 0 0 43.773.783.719

Januari 2009 9 0 1 7 17 27.634.857.300

Februari 1 0 0 0 1 19.609.072.663

Maret 8 0 2 19 21 29.266.956.620

April 4 0 0 9 13 26.498.936.706

Mei 9 0 1 9 19 16.611.808.128

Juni 8 0 3 17 28 18.565.725.455

Juli 0 0 0 0 0 22.966.837.586

Agustus 6 0 0 12 18 21.718.366.536

September 1 0 0 4 5 19.711.488.979

Oktober 12 0 4 23 39 20.426.411.760

November 7 0 2 14 23 21.325.560.697


(6)

Lampiran 5

Tabel

Jumlah Penerimaan Pajak

(Januari 2007-Desember 2009)

Bulan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

Januari 45.561.142.102 38.570.919.591 27.634.857.300 Februari 38.906.730.019 22.777.401.652 19.609.072.663 Maret 44.718.669.256 36.687.318.649 29.266.956.620 April 26.364.995.895 16.637.069.986 26.498.936.706 Mei 21.774.105.662 11.753.815.505 16.611.808.128 Juni 21.187.881.518 20.168.555.978 18.565.725.455 Juli 24.544.080.518 31.398.111.113 22.966.837.586 Agustus 24.462.898.983 29.190.814.299 21.718.366.536 September 23.719.401.654 22.590.031.222 19.711.488.979 Oktober 25.445.988.705 16.088.506.830 20.426.411.760 November 26.983.605.027 19.686.200.853 21.325.560.697 Desember 38.077.922.852 43.773.783.719 32.129.439.262