Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik Penutup

AS baru dapat mengesahkan kebebasan berekspresi pada tahun 1791, yakni oleh kongres AS yang diajukan oleh James Madison. 2 Kebebasan berekspresi tersebut didefinisikan menjadi tiga poin penting, hal ini dijabarkan pada tahun 1947 oleh Komisi Hutchkins Commision on Freedom of The Press, yaitu sebagai berikut: 3 1. Pers bebas merupakan pers yang bebas dari tekanan manapun, baik dari pemerintah maupun sosial luar dan dalam. Namun hal ini tidak berlaku ketika pers mendapat tekanan dari masyarakat yang hampir mati akibat dari tekanan pihak lain. Tekanan lain yang dapat menghilangkan kebebasan bagi pers itu sendiri terjadi juga ketika pers menyimpang ke arah komersial dan tata usaha hingga akhirnya menjadikan prioritas kepada pemilik modal. 2. Pers bebas merupakan pers yang bebas berpendapat dalam segala bentuk yang merujuk pada pencapaian pelayanan. Pers harus memadukan apa yang diharapkan oleh masyarakat melalui pencapaian yang memungkinkan. Hal ini pers juga dituntut menguasai sumber daya teknis, keuangan yang mantap, akses yang layak untuk mendapatkan dan mengeluarkan informasi. 3. Pers juga harus bebas mengeluarkan apa yang harus diketahui oleh umum, sehingga masyarakat dapat menghargai apa yang seharusnya mereka dapat dari pers. 2 Wisnu B. Widjadjanto, “Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”, KWA Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992. h. 55-70. 3 “Hutchkins Commission 1947 Recommendations”, diakses pada 14 April 2011 pk. 19:43, dari http:www.cci.utk.edu~bowlesHutchkinss-recommendations.html. Rekomendasi Komisi Hutchkins yang tertera di atas memang tidak secara tegas dan resmi didefinisikan untuk kalangan tertentu, namun tulisan tersebut memberikan acuan terhadap etika kebebasan pers di AS. 4 Kebebasan pers di AS merupakan kebebasan yang tidak dapat dihalangi oleh kepentingan kalangan seperti pemerintah, kelompok masyarakat, pemilik modal, dan pers itu sendiri. Media massa AS merupakan cerminan kompleks dalam perannya sebagai wadah kebebasan berekspresi, yakni media yang terdapat organisasi perusahaan pada tiap masing-masingnya sangat berperan untuk mengatur netralitas yang dimilikinya. 5 Namun, dengan ciri yang kompleks tersebut, terdapat benang merah yang mencirikan suatu ikatan media massa di AS. Benang merah ini terdiri dari empat ciri umum 6 , yaitu: Pertama, media massa AS merupakan sebuah bisnis yang industrinya dimaksudkan untuk mencari laba dan keuangan secara sehat agar dapat tetap bertahan. Hal ini tentu akan terjadi pada seluruh media yang ada di AS karena tidak ada subsidi dari pemerintah terhadap operasional dan redaksional media massa. Keuntungan media massa AS hanya berpaku pada iklan sebagai pendapatan utamanya serta dari penjualan surat kabar media itu sendiri. Di AS, media massa sangat menjamur sehingga menimbulkan persaingan antarmedia dan sulitnya bagi media untuk mendapatkan iklan. Mengingat media massa di AS terdapat sistem terbuka maka tak disangkal banyak juga media AS yang menggeluti berita sensasional. Ke dua, pers AS merasa dirinya sebagai kepercayaan masyarakat untuk menjaga jalannya pemerintahan, sehingga peran media massa ditempatkan ke dalam lembaga keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ke tiga, 4 Widjadjanto, “Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”, h. 68 5 Ibid., h. 70-73. 6 Jurnal Studi Amerika, Vol. VI Januari-Juli 2000, PKWA-UI Jakarta, h. 67-68.