Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran

Dalam menganalisis suatu fenomena yang berhubungan dengan komunikasi dan media massa, dapat menggunakan teori kultivasi, teori kegunaan dan kepuasan, dan teori proses belajar sosial. Teori kultivasi pertama kali diperkenalkan oleh George Gerbner. 16 Menurut Gerbner, media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu yang kemudian memelihara dan menyebarkan sikap serta nilai-nilainya kepada masyarakat. Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya bahwa apa yang disiarkan oleh televisi adalah sebuah kenyataan yang benar adanya. Menurut teori kultivasi, media merupakan tempat masyarakat belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungan sosial. Dalam hal ini televisi merupakan media utama yang digunakan untuk belajar bagi masyarakat. Persepsi masyarakat tentang budayanya sangat ditentukan oleh televisi. 17 Dengan kata lain, melalui televisi masyarakat belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai- nilainya, adat kebiasaannya, serta hal apa saja yang dibutuhkan oleh lingkungan sosial yang dianggapnya penting. Teori kultivasi juga menjelaskan bahwa yang terpenting dalam penyampaian komunikasi oleh media merupakan sebagai agen homogenitas persepsi. Homogenitas persepsi ini diartikan sebagai pemahaman pandangan tentang nilai yang sesuai dengan apa yang ditampilkan oleh media. Dengan adanya homogenitas persepsi yang telah dijelaskan di atas, maka hal ini merujuk pada opini publik sebagai hasil dari penyampaian infromasi oleh media massa. Dalam opini publik, menurut Jackson E. Baur terdapat beberapa 16 Straubhaar, J., LaRose, R. Communications media in the information society. Belmont, CA: WadsworthThomson Learning, 2002, h. 437. 17 Straubhaar LaRose, Communications media in the information society., h. 437. proses pembentukan pendapat melaui tujuh langkah, yakni: 18 Pertama, timbulnya kerisauan dikalangan anggota masyarakat mengenai suatu masalah, dan mencoba menghubungkan pendapat-pendapat dari berbagai sumber. Ke dua, timbulnya gagasan penyelesaian yang dikemukakan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menaruh perhatian pada masalah tersebut, atau publik pemerhati. Ke tiga, munculnya kelompok baru dengan mengajukan pendapat yang mendukung atau bertentenangan lewat lembaga formal seperti organisasi, partai atau langsung memprotes terhadap lembaga terkait. Ke empat, kelompok penentang mulai menyatu dan mencari dukungan dari luar. Ke lima, melalui pembicaraan dan perdebatan yang kontroversial inilah pendapat umum muncul. Ke enam, efek pendapat umum apabila kelompok –kelompok tersebut mulai melakukan himabuan agar pemerintah atau lembaga yang berkenaan mengambil tindakan tegas. Ke tujuh, akhirnya pihak yang merasa berwenang mengambil tindakan dan membuat keputusan keputusan yang pantas. Selain menjelaskan media massa yang dikaitkan dengan aspek politik oleh Vandana, serta media massa yang dikaitkan dengan aspek sosial, media massa juga dapat dijelaskan dari aspek hubungan internasional. Dari perspektif hubungan internasional, Arie Indra Chandra mencoba menjelaskan bahwa media massa yang terhubungan dengan elemen komunikasi didefinisikan sebagai pencipta realitas kedua dalam politik global. 19 Media massa dalam menciptakan realitasnya menghadirkan sudut pandang suatu negara sampai dengan manipulasi 18 Jackson E. Baur, The Public Opinion Quarterly, Vol. 26, No. 2 Summer, 1962, h. 212- 226. 19 Arie Indra Chandra, ”Peran media massa sebagai pencipta realitas kedua dalam politik global ”, dalam Yulius P. Hirawan, ed., Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional, Graha Ilmu, Fisip Unpar-Bandung: 2007, h. 239-240. berita untuk dunia luas atau hanya kelompok-kelompok kecil tertentu yang terpengaruh oleh media massa. Dalam hubungan media massa dengan kebijakan luar negeri suatu negara, Charles W. Kegley dan Eugene Wittkopf juga mendefinisi media massa sebagai mediator, yakni membantu menentukan alternatif politik luar negeri. 20 Alternatif tersebut tidak secara langsung menentukan politik luar negeri apa yang ditempuh pemerintah suatu negara. Namun menurut mereka, definisi kebijakan luar negeri merujuk pada tujuan yang berusaha diraih oleh para pejabat negara baik di dalam maupun di luar negeri melalui nilai yang memunculkan tujuan tersebut dan instrumen yang digunakan untuk mencapainya. Dengan kata lain, media yang dijadikan instrumen dalam pencapaian kebijakan luar negeri suatu negara, merupakan pendorong bagi pemerintah AS untuk menjalankan kebijakannya. Selain itu, KJ Holsti juga menjelaskan dari teori kebijakan luar negeri. Menurut Holsti, instrumen yang digunakan dalam kebijakan luar negeri terbagi menjadi 5 bagian, yaitu: diplomasi, bantuan ekonomi, propaganda, intervensi, dan tindakan militer. 21 Pelaksanaan kelima instrumen ini melibatkan media massa yang merujuk pada diplomasi, opini publik dan propaganda. Diplomasi dimaknai sebagai transformasi kebijakan suatu negara kepada negara lain, opini publik dimaknai sebagai pembangun citra dan makna bagi pemerhati berita, dan propaganda tertuju pada pengaruh pola pikir hingga kebijakan baik di dalam maupun di luar negeri. 20 Charles W. Kegley and Eugene WittKopf, American Foreign Policy: Pattern and Process , Fourth eds., St. Martin Press, New York: 1991, h. 339. 21 KJ Holsti, Politik Internasonal Suatu Kerangka Analisis, IKAPI-Binacipta, Bandung: 1992, h. 168. Dalam hal di atas, film, koran, TV, radio, majalah, poster merupakan alat utama untuk mentransmisikan gagasan, simbol-simbol dan cerita. Sasaran propaganda meliputi: 22 publik domestik, publik sekutu, publik musuh, dan publik netral. Dari seluruh sasaran tersebut, media massa yang dijadikan alat pengambilan kebijakan tidak lain dijadikan juga sebagai alat untuk mengubah pola pikir hingga mempengaruhi segala tindakan. Menurut Kegley dan Wittkopf media melalui fungsinya sebagai gate keeper dan agenda setting mampu mengkondisikan cara pandang rakyat AS dan publik internasional, akan tetapi hal ini terjadi secara tidak langsung dan melalui penyesuaian. 23 Penyesuaian tersebut merupakan pencocokan pandangan masyarakat AS dari nilai-nilai yang ada pada kehidupan masyarakat terhadap kepentingan dalam suatu fenomena. Kegley dan Wittkopf menjelaskan bahwa media massa dapat berpengaruh lebih langsung pada tingkat elit pembuat kebijakan, pihak-pihak yang mempengaruhi kebijakan, dan publik yang perhatian, sehingga dapat membentuk opini dalam memandang suatu masalah. Media massa juga lebih berpengaruh pada aktor-aktor yang berperan dalam kebijakan luar negeri karena terkait dengan popularitas aktor tersebut dalam tatanan politik lokal. Informasi yang diterima oleh elit pembuat kebijakan akan mendorong perubahan pada sikap publik yang selalu memperhatikan perkembangan yang ada, secara bertahap akan berpengaruh pada sikap masyarakat terhadap masalah-masalah luar 22 Teuku May Rudy, Perspektif Komunikasi Internasional dan Media Humas Internasional, IKAPI-PT Refika Aditama, Bandung: 2005, h. 128-129. 23 Kegley and WittKopf, American Foreign Policy, h. 316-318. Agenda Setting dan Gatekeeper juga telah dibahas dalam dalam buku yang ditulis oleh Mohammad Sholehi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik , Simbiosa Rekatama Media, Bandung: 2009, h. 10. Dalam buku tersebut menjelaskan bahwa Agenda setting adalah pemilahan dan penonjolan isu tertentu yang dilakukan oleh gatekeeper dalam media massa. Gatekeeper terdiri dari beberapa pihak, diantaranya penerbit majalah, editor surat kabar, manager stasiun radio siaran, produser berita televisi, produser film, dan lain-lain. Pada umumnya, stasiun televisi juga memiliki tim Quality Control QC untuk menyeleksi isi pesan komunikasi. negeri. Hal ini didukung oleh pernyataan James Rosenau yang menyatakan bahwa sistem politik di AS banyak dipengaruhi oleh pendapat masyarakatnya sendiri. 24 Pada saat yang sama, elit pemerintah menggunakan media massa untuk mengarahkan cara pandang publik. 25 Jadi, media massa masuk dalam proses pembuatan bahkan implementasi kebijakan luar negeri lebih dari sebagai sumber dimana kebijakan didapat dan dikeluarkan sebagai mesin penggerak yang menghasilkan keputusan dan cara untuk menyikapi kebijakan luar negeri, baik bagi elit politik maupun bagi kelompok penekan. Dalam hubungan antara aktor politik dan masyarakat, media massa dapat dijadikan sebagai realitas ke dua, yakni dengan jangkauan yang luas dapat dijadikan komunikasi politik oleh pemimpin negara. 26 Selain itu, keterlibatan media kepada masyarakat secara langsung melalui berita, dalam menciptakan realitas politik dapat dimanfaatkan sebagai konstruksi realitas. Media massa juga dipahami sebagai alat penyaluran pesan, sebagai sarana bagaimana pesan disebarkan kepada masyarakat. Selain pemanfaatan media oleh aktor politik, persaingan antarmedia massa saat ini menjadi industri yang berunsur kapital. 27 Artinya, media massa mau tidak 24 Kegley dan WittKopf, American Foreign Policy, h. 253. 25 Ibid., h. 318. 26 Bahasan tentang realitas politik dalam konstruksi realitas dapat dilihat dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Granit, Jakarta: 2004, h. 3-10. Dalam buku tersebut, Hamad menjelaskan bagaimana media massa membangun realitas politik melalui pemberitaannya, berita verbal maupun non-verbal merupakan realitas yang mengandung makna, sehingga berita politik merupakan realitas dan dapat dimaknai secara cermat. Dalam konstruksi realitas politik berarti bahwa media masa membangun kenyataan politik yang dipublikasikan kepada masyarakat pemerhati berita. Dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa konstruksi realitas politik oleh media massa belum tentu menggambarkan keadaan politik sebenarnya karena terdapat tujuan dan aktor dibalik kursi redaksi. 27 Herman and Chomsky, Manufacturing Consent, The Political Economy Of The Mass Media, Patheon Books, New York: 1998, h. 1-35. mau harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan, baik dari penjualan bagi media cetak, iklan maupun rating konsumsi masyarakat terhadap media tersebut. Dalam menyajikan peristiwa politik, pengaruh modal media massa akan lebih memperhatikan kepuasan masyarakat pembaca pendengar dan pengiklan sebagai pasar mereka dalam mengkonsumsi berita-berita politik. Demi tujuannya, media yang tergantung oleh pasar juga secara otomatis mengontrol lebih mendalam atas semua agenda penyiarannya, yaitu mulai dari bahasa yang digunakan tata bahasa, arah pembicaraan, agenda penyiaran agenda setting serta pangsa pasarnya. 28

E. Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang akan dilakukan ini bersifat kualitatif. Penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah deskriptif, yaitu mengandung pengertian bahwa dalam melakukan penelitian harus menjelaskan dengan menggambarkan permasalahan yang ada. 29 Metoda kualitatif yang digunakan banyak mengandalkan pengumpulan data melalui buku, gambar visual, laporan dan website yang masing-masing mempunyai fungsi dan batasan. 30 Mengacu kepada pengumpulan data tersebut, penelitian yang dilaksanakan ini mengandalkan data sekunder yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa buku, berita dari media massa dan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh pihak atau instansi lain. Melalui studi kepustakaan tersebut diharapkan dapat dipelajari mengenai konsepsi hubungan 28 Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. h.17. 29 Mochtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES, 1990, h.223. 30 John W. Creswell, Reseach Design Qualitative and Quantitative Approaches, United Kingdom: Sage Publications, 1994, h.116-149. pemerintah dan media massa pada masa implementasi kebijakan luar negeri. Selain itu agar mengetahui bagaimana peran FNC dalam mengkonstruksi realitas politik terhadap publik AS pada saat invasi AS ke Irak 2003. Dalam mengolah data yang ada, diferensiasi dua metoda yang berbeda antara “kualitas” yang merujuk pada segi “alamiah”, dan “kuantum” atau “jumlah”, hal ini diartikan bahwa atas dasar itulah maka penelitian ini merupakan penelitian yang tidak mengandalkan perhitungan. Dengan kata lain, kuantitas atau angka yang ada pada data, cenderung fokus dan digunakan pada usaha mengeksplorasi sedetail mungkin melalui sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan mencerahkan, dapat memberikan pemahaman yang mendalam, bukan luas. 31 Karena itu dalam penelitian ini menggunakan metoda kualitatif yang memberi kesempatan pada ekspresi dan penjelasan yang lebih besar, dan data kuantitatif yang ditujukan agar dapat memberikan ruang pada penjelasan yang mendalam. 32 Metoda kualitatif ini juga didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau perilaku yang dapat diamati. 33

F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kerangka pemikiran 31 Lisa Harison, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana. 2007, h. 86. 32 Ibid, h.87. 33 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, h. 3. E. Metoda penelitian F. Sistematika penulisan

Bab II Tinjauan Umum Fox News Channel FNC

A. Media Massa AS dan FNC B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat

C. Peliputan Perang Irak Bab III

Kebijakan Responsif AS Terhadap Irak Pasca-Tragedi 911 A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS B. Kebijakan AS terhadap Irak

C. Invasi AS ke Irak

Bab IV Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik

Pada Masa Invasi Irak 2003 A. Upaya FNC Dalam Membentuk Opini Publik Pada Saat Invasi Irak 2003 B. Upaya Pemerintah AS Dalam Menangani Media Massa di Medan Perang Pada Saat Invasi Irak Tahun 2003 C. Dampak Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Menbangun Opini Publik Tentang Invasi Irak 2003.

Bab V Penutup

Kesimpulan