Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memfokuskan pembahasan pada negara Amerika Serikat. Dalam konteks Amerika Serikat, telah dijelaskan skema
sosialisasi kebijakan luar negerinya melalui laporan The US Advisory Commission on Public Diplomacy
pada bulan Maret 1995. Dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa sosialisasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat
menggunakan diplomasi publik secara berdampingan dengan diplomasi tradisional.
6
Dengan demikian, untuk mencapai kepentingan nasionalnya, maka pemerintah AS juga harus menyampaikan kebijakannya melalui media massa
yang dikonsumsi oleh masyarakat AS sendiri atau menyampaikan kebijakannya kepada masyarakat internasional melalui media yang berada di negara lain. Hal
ini merupakan bentuk upaya pemerintah memahami bahwa publik juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi peristiwa dan keputusan.
Media massa sebagai alat sosialisasi antarnegara juga dapat memainkan peran dalam kepentingan nasional suatu negara.
7
Hal ini juga berkaitan dengan publikasi media yang diterima oleh negara lain untuk membantu kepentingan
negaranya. Dalam hubungan publikasi media massa mendukung kebijakan luar negeri suatu negara dapat diteliti dalam kasus invasi AS ke Irak tahun 2003.
Invasi AS ke Irak tahun 2003 yang menjadi fokus penelitian skripsi ini, merupakan realisasi kebijakan pemerintah AS sebagai respon terhadap aksi
terorisme Pasca-Tragedi 911.
8
Kebijakan tersebut merupakan tindakan kontroversial karena AS tidak dapat dukungan yang kuat dari data yang dimiliki
oleh United Nations Monitoring, Verification and Inspection Commission
6
Taylor, “Public Diplomacy in the 21st Century” dalam Global Communication International Affairs
, h. 82.
7
Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, h, 127.
8
Dewi Fortuna Anwar, “Tatanan Dunia Baru”, Jurnal Demokrasi dan HAM Vol.3, No.2, Mei-September 2003, h. 8.
UNMOVIC dan International Atomic Energy Agency IAEA setelah melakukan pemeriksaan di Irak sebelum invasi.
9
Invasi AS tersebut juga mendapat kecaman dari penjuru dunia terutama negara-negara Arab maupun Irak sendiri.
10
Hal ini terjadi karena invasi AS ke Irak tidak mendapat legalitas yang jelas dari PBB. Dengan banyaknya kecaman
tersebut, namun AS tetap menganggap invasi Irak merupakan sesuatu hal yang penting sehingga invasi terus dilakukan. Seperti halnya demonstrasi yang
dilakukan warga Irak pada 19 April 2003, pemerintah AS justru akan mengirim seribu orang yang terdiri dari ahli senjata, intelijen, dan ilmuwan sipil untuk
mencari senjata pemusnah massal milik Saddam.
11
Pengiriman tersebut semakin menegaskan, bahwa invasi memang penting bagi AS.
Dengan kondisi seperti di atas, maka hal ini tentu tidak luput dari sorotan media massa di seluruh dunia terutama media AS. Beragam media massa
berlomba mempublikasikan beritanya dari sudut pandang masing-masing.
12
Hal
9
AS dan sekutunya Inggris menuduh Irak masih memiliki senjata pemusnah massal yang dikembangkan pasca keluarnya tim inspeksi PBB tahun 1998-2002 dari Irak. Ancaman lain berupa
keterkaitan Saddam Hussein dengan Al-Qaida dalam hal terorisme serta AS berupaya untuk menjadikan Irak sebagai negara demokratis yang lebih terbuka. Tuduhan AS tersebut tidak terbukti
karena UNMOVIC dan IAEA tidak menemukan tuduhan yang didengungkan oleh AS. Lihat dalam Sihbudi, Menyandera Timur Tengah, Jakarta: Penerbit Mizan, 2007, h.147.
10
Pertemuan enam menteri luar negeri negara-negara yang berbatasan dengan Irak, yaitu Arab Saudi, Iran, Kuwait, Turki, Suriah, dan Yordania, ditambah Mesir dan Bahrain di Riyadh
tanggal 16 April 2003, membahas persoalan negara yang sekarang diserang dan diduduki oleh Amerika Serikat. Dalam pertemuan tersebut para menteri luar negeri sepakat bahwa Irak
seharusnya tidak diinvasi AS dan harus diperintah oleh warga Irak sendiri. Lihat Nurkhoiri,
“Negara Arab Ingin AS Segera Pergi”, dalam Harian Tempo edisi 20 April 2003. Selain itu warga Irak yang merasa sedang dijajah oleh AS berdemo agar AS keluar dari Irak dengan
menuntut perdamaian pasca jatuhnya Saddam Hussein oleh AS, lihat juga Daru P., “Demo Anti-AS
Guncang Bagdad ”, Harian Tempo, 21 April 2003.
11
Daru, “Demo Anti-AS Guncang Bagdad”, Harian Tempo, 21 April 2003.
12
Pada massa awal perang Irak berlangsung tahun 2003, media massa seperti Cable News Network
CNN, British Broadcast BBC, Fox News Chanel FNC serta media Timur seperti Al- Jazeera
dan Al-Arabiya merupakan media yang paling menonjol dalam mempublikasi Perang Irak 2003. Media tersebut berlomba-lomba menampilkan berita melalui sudut pandang masing-masing.
Media Barat CNN, FNC dan BBC terlihat lebih menyorot dari sudut pandang budaya Barat yang terkesan membela pemerintah AS dan seakan mempropagandakan beritanya. Lihat Kurie
Suditomo, ”Propaganda di Mata Seorang Wartawan Perang”, Harian Tempo, 8 April 2003.
ini tidak berbeda dengan keterlibatan Fox News Chanel FNC yang mempublikasikan berita dari sudut pandangnya. FNC yang menyorot kasus
tersebut secara intensif dalam menanggapi invasi yang terjadi, acara-acara yang ditampilkan lebih banyak tentang dukungan terhadap perang hingga
mengindikasikan bahwa media tersebut mendukung kebijakan luar negeri AS dan mendapatkan keuntungan dari pemberitaan tersebut.
13
Hal ini ditujukan agar publik AS yakin bahwa invasi AS ke Irak memang harus dilakukan. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa antara FNC dan pemerintah AS sama-sama memiliki upaya untuk membangun opini publik pada masa invasi terjadi.
Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memaparkan tentang upaya FNC dalam membentuk opini publik di AS yang positif serta upaya pemerintah AS
dalam membangun opini publik melalui media massa yang menyorot invasi agar berita yang dipublikasikan oleh media dapat mendorong masyarakat untuk
mendukung invasi Irak 2003. Dalam skripsi ini hanya akan membahas mengenai upaya kedua belah pihak antara FNC dan pemerintah dalam membangun opini
publik yang positif.