Peliputan Perang Irak TINJAUAN UMUM

militer AS dan sekutu yang sedang bertugas. Hal ini juga sesuai dengan pandangan Dimitrova bahwa pemberlakuan embedded journalism akan terdapat komitmen yang terbangun secara alamiah dalam kondisi tertentu, yakni dibangunnya rasa saling percaya antara jurnalis dengan pihak militer sehingga semakin mudah untuk bekerja sama. 42 Ke dua, keterbatasan waktu dan ruang untuk meliput. Hal ini berujung pada redaksi yang harus mempertimbangkan penyiarannya karena pembatasan waktu di medan perang berujung pada agenda setting. Artinya adalah keterbatasan tersebut mendorong redaktur untuk menyediakan berita hasil liputan meskipun berita tersebut tidak sesuai dengan standar penyiaran. Hal ini didasarkan karena seluruh media massa yang ada memiliki core interest yang berbeda-beda sehingga layak atau tidaknya suatu liputan yang akan dipublikasikan tergantung persepsi media tersebut. Selain itu, pembatasan tempat juga merujuk pada seluruh latar belakang peliputan sesungguhnya telah diatur sebelumnya oleh tentara yang diikutinya. Ke tiga, dari dua keterbatasan tersebut, maka jurnalis dibawa untuk sering bertindak tidak sesuai dengan independensi jurnalistik, hal ini sesuai Rekomendasi Hucthkins yang menunjukan bahwa jurnalis seharusnya bebas meliput dan menyampaikan hasil liputannya serta tidak dalam kontrol pihak manapun. 43 Dalam melakukan operasinya, jurnalis dalam perang Irak juga mendapat tekanan dari militer AS, tekanan ini dilakukan terhadap jurnalis yang tidak berada dalam kontrol militer seperti halnya jurnalis yang melakukan embedded journalism . Hal ini dapat dilihat dari beberapa kejadian yang dialami oleh jurnalis 42 Daniel Dimitrova, The Immediate News Framing of Gulf War II, dalam Television Coverage of the Iraq War , h. 25-29. 43 “Hutchkinss Commission 1947 Recommendations” internasional di medan perang seperti penembakan bahkan pengeboman terhadap tempat para jurnalis bermukim dan melaporkan hasil liputannya. Penembakan tentara AS tanggal 8 April 2003 terhadap Taras Protsiu, jurnalis Reuters dari Perancis dan Jose Couso, jurnalis Telecinco dari Spanyol di Hotel Palestine, Baghdad, merupakan upaya AS untuk menahan arus komunikasi dari media yang tidak menyertai militer. 44 Terbunuhnya Protsiu dan Couso merupakan upaya AS menutup informasi tentang invasi agar tidak terciptanya opini publik yang negatif tentang invasi tersebut mengingat Perancis adalah salah satu negara angota DK PBB yang menentang invasi. Selain kasus di atas, upaya kontrol AS juga dilakukan terhadap media asing dari Timur Tengah agar tidak ada media besar yang menandingi media Barat yang notabene sebagian banyak masuk ke dalam bagian militer ketika meliput perang. Hal ini terlihat seperti Aljazeera yang dibungkam mulai dari sebelum hingga invasi berjalan. Bagan C.1. Pembungkaman Aljazeera oleh AS Perlakuan AS Terhadap Aljazeera Bulan Tahun 1. Seorang jurnalis Aljazeera yang meliput pertemuan antara George W. Bush dan Fladimir Putin di Crawford, Texas, ditangkap oleh FBI karena kartu kredit yang digunakan dituduh berkaitan dengan Afghanistan. Jurnalis tersebut baru dibebaskan oleh FBI setelah diakui bahwa Aljazeera dan Al-Qaeda adalah organisasi yang berbeda. 2. Pesawat perang AS menjatuhkan dua bom masing-masing seberat lima ratus pon di biro Aljazeera di Kabul hingga hancur. Padahal titik kordinat telah diketahui AS yang sebelumnya telah diinstruksikan oleh salah satu wartawan Aljazeera. Hal ini dilakukan karena AS mengklaim bahwa kantor tersebut sebagai fasilitas informasi Al-Qaeda. 3. Di Basra, Irak. Militer AS menjatuhkan empat bom di hotel Sheraton. Hotel tersebut merupakan penginapan yang diketahui AS sebagai tempat mukim satau-satunya koresponden yang melaporkan mengenai kacaunya wilayah Basra. Kali inipun pihak Aljazeera telah melapor ke Pentagon untuk dilindungi dan meminta titik aman oleh tentara AS. November 2001 08 April 2003 2003 44 Budi Setyarso, “Rudal AS Bunuh Wartawan”, Harian Tempo, edisi 09 April 2003. 4. Seorang jurnalis Aljazeera yang melewati perbatasan Baghdad diizinkan oleh marinir AS untuk masuk wilayah tersebut setelah menunjukkan kartu identitas. Namun setelah berjalan beberapa meter dari perbatasan tersebut, mobil yang ditumpangi junalis tersebut ditembaki hingga rusak parah. Meskipun tidak menimbulkan luka yang berarti, namun jurnalis tersebut tidak dapat melanjutkan aksi jurnalistiknya. 5. Di Nasiriya, Irak. Seorang jurnalis Aljazeera yang menempel pada militer AS diancam akan dubunuh oleh Pasukan Pembebasan Irak anti-Saddam. Pasca ancaman tersebut, Komandan Marinir menolak turut campur dan melindunginya serta melarang jurnalis tersebut untuk tidak meliput pada saat perang. Jurnalis yang ketakutan itupun menuruti perintahnya. 6. Dewan Pemerintahan Irak pilihan AS melarang jaringan media massa Aljazeera dan Al-Arabiyah untuk tidak meliput berita dari Irak selama dua pekan pada saat perang. Kedua jaringan televisi tersebut dituduh akan membangkitkan kekerasan politik bila berita yang disiarkan tidak sesuai dengan program penegakan demokrasi secepatnya di Irak. Sanksi dan larangan ini adalah pertanda buruk dari niat dewan berkenaan penegakan demokrasi secepatnya di Irak. 04 Septermber 2003 September 2003 November 2003 Sumber : Amy Goodman dan David Goodman dan TEMPO Interaktif data diolah oleh penulis Pembungkaman di atas merupakan bukti bahwa AS memiliki upaya untuk menciptakan dominasi arus informasi dari media Barat. Terlebih dengan adanya anjuran untuk menerapkan embedded journalism terhadap jurnalis yang meliput perang, sehingga tersendatnya arus informasi dari media asing yang tidak menyertai militer AS akan memudahkan jalan bagi AS untuk menciptakan opini publik.

BAB III KEBIJAKAN RESPONSIF AS TERHADAP IRAK

PASCA-TRAGEDI 911 Dalam bab ini akan dibahas tentang kebijakan luar negeri AS terhadap Irak sebagai respon Pasca-Tragedi 911. Dengan pembahasan yang difokuskan pada relasi antara AS dengan Irak, maka bab ini akan memberikan gambaran bahwa kebijakan AS terhadap Irak merupakan sebuah hubungan yang patut dicermati. Pembahasan dalam bab ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Dalam setiap bagiannya memiliki alur waktu dan cerita atau masalah yang berkesinambungan mengenai segala sesuatu yang dilakukan AS terhadap Irak. Alur waktu tersebut dimulai dari peperangan yang dilakukan oleh Irak pada masa kepemimpinan Saddam Hussein, sanksi-sanksi yang diberikan AS terhadap Irak pasca-perang, sampai kepada bahaya Irak yang dianggap AS sebagai ancaman hingga akhirnya invasi ke Irak 2003 terlaksana.

A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS

Dengan runtuhnya gedung WTC dan Pentagon pada tahun 2001 serta Pasca-Invasi AS ke Afghanistan, AS menuduh Irak berdiri di balik jaringan terorisme Al-Qaeda dan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Tragedi 911 di AS tersebut. 1 Selain itu juga Irak dituduh sebagai negara yang 1 Richard M. Daulay, Amerika vs Irak, Jakarta: Libri, 2009, h. 95 memiliki senjata pemusnah massal yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menyerang AS. 2 Eskalasi ancaman Irak terhadap AS sebenarnya telah dianggap penting oleh AS sejak awal tahun 1970-an. 3 Pada tahun tersebut merupakan awal mula Irak mengembangkan ilmu dan teknologi serta membuat perhatian bahwa dengan teknologinya, Irak mengembangkan senjata biologi dan kimia miliknya. Hal ini merupakan bagian dari persaingan kekuatan militer terhadap Iran serta adanya keterkaitan dalam isu konflik antara Arab dan Israel. Pengembangan teknologi dan senjata pada masa tersebut kemudian dibuktikan oleh Irak dalam perang terhadap Iran tahun 1980-1988. Irak membangun reaktor nuklir Tammuz I dan Tammuz II yang pada saat pengembangannya dibantu oleh Perancis serta menggunakan rudal yang berisikan bahan kimia dan biologi yang digunakan pada perang hingga memakan korban sekitar 10.000 korban dari pihak Iran. 4 Di samping itu, Irak yang saat itu merasa perlu mengembangkan senjata biologinya menganggap kawasan Teluk dan Timur Tengah memang harus ada kekuatan penyeimbang. 5 Pada saat itu negara Iran dan Kuwait adalah sebagai ancaman bagi Irak karena besarnya persaingan eksplorasi minyak di antara ketiganya. 2 “Iraqs WMD Programs: Culling Hard Facts from Soft Myths”, diakses pada 29 Maret 2011 pkl. 07:11, dari https:www.cia.govnews-informationpress-releases-statementspress- release-archive-2003pr11282003.html. 3 Harmiyati, “Dimensi Teknologi, Keamanan dan Ekonomi Dalam Invasi AS Ke Irak”, Jurnal Paradigma Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Volulme VII, Nomor 20, Maret 2003, h. 30 4 Ibid., h. 31 5 Kawasan Timur Tengah terdapat berbagai kepentingan mendorong Saddam untuk megembangkan senjata dalam rangka mempertahankan negaranya. Semua dilatarbelakangi oleh kepentingan minyak Timur Tengah sehingga dikhawatirkan akan ada perebutan wilayah yang kaya akan sumber minyak. Lihat dalam “Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak”, Harian Kompas edisi 4 November 2003. Jenis senjata yang berhasil dikembangkan oleh Irak pada saat itu berupa beberapa senjata yang dikategorikan dalam senjata yang paling berbahaya, yakni gas sarin dan gas VX. 6 Senjata ini baru diakui oleh Saddam Hussein pada tahun 1990 yang pada saat itu disebutnya juga akan membakar Israel dan reaktor nuklir miliknya di Dimona, Gurun Negev, bila Israel berani menyerang Irak. Selain gas Sarin dan gas VX di atas, Irak juga memfokuskan pengembangan senjata biologinya dari jenis Botulinium, Aflatoksin dan Anthrax. 7 Sebelum Perang Teluk II melawan Kuwait tahun 1990, untuk pertama kalinya juga Irak mengakui, bahwa pengembangan senjata biologinya ditujukan untuk kekuatan militernya dan sudah dalam proses produksi. 8 Pengakuan tersebut menyebutkan bahwa dimasukkannya bakteri biologi pada 166 bom dan 25 rudal balistik tipe Al-Hussein pada perang melawan Iran tahun 1980-1988 serta menggunakan senjata kimianya melalui Operasi Anfal ketika menghadapi suku Kurdi pada Maret 1988. 9 Untuk mengantisipasi agar Irak tidak menggunakan senjatanya yang sangat berbahaya tersebut, maka Dewan Keamanan DK PBB meresolusi Irak 6 Gas Sarin dan VX merupakan senjata yang dapat menyerang sistem saraf otak, senjata tersebut dimasukkan ke dalam rudal balistik. Lihat dalam Harmiyati, Dimensi Teknologi, h. 33 7 Botulinum adalah racun yang dikenal paling mematikan. Racun tersebut menyerang kemampuan sistem saraf untuk melepaskan asetilkolin yang menimbulkan kelumpuhan. Satu gram kristal toksin, bisa membunuh 1 juta orang; Aflatoksin merupakan racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus yang tumbuh pada kacang tanah, jagung, dan tumbuhan organik lainnya. Racun ini menyebabkan penyakit hati dalam manusia. Racun ini digunakan sebagai senjata dalam peperangan hayati; Anthraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang disebarkan melalui bahan organik yang dimakan oleh hewan ternak yang kemudian dikonsumsi oleh manusia. Anthraks juga menimbulkan penghancuran sel dan menolak system kekebalan tubuh manusia. Lihat dalam “Weapon Mass Destruction WMD”, dikutip pada 22 Maret 2011 pkl. 21:310 dari http:www.globalsecurity.orgcgi-bintexis.cgi. 8 “Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak”, Harian Kompas edisi 04 November 2003. 9 Choirul, “Perintahkan Pembunuhan Suku Kurdi”, diakses pada 18 April 2011 pkl. 19: 08, dari http:tempointeraktifinternasional.com.