BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat Asia Tenggara telah lama memanfaatkan pisang. Di daerah itu, saat berkebudayaan pengumpul food gathering, telah menggunakan tunas dan pelepah
pisang sebagai bagian dari sayur. Bagian-bagian lain dari tanaman pisang pun telah dimanfaatkan Satuhu dan Supriyadi, 1999, hlm 1. Pada saat ini hampir setiap orang
gemar mengkonsumsi buah pisang Sunarjono, 2002. Tanaman pisang memang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya,
bagian tanaman lain pun bisa dimanfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun Satuhu dan Supriyadi, 1999.
Pisang barangan adalah salah satu jenis pisang yang sangat digemari oleh konsumen meskipun harganya lebih mahal dibandingkan jenis lainnya. Permintaan
akan pisang barangan terus meningkat tetapi tidak diiringi dengan peningkatan kualitas dan area tanah. Ada beberapa jenis pisang barangan yaitu pisang Barangan
Merah, Kuning dan Putih. Ciri khas setiap jenis ini dibedakan dengan mudah dari warna dan aroma daging buahnya sedangkan morfologi tanaman hampir seragam.
Daging buah pisang Barangan Merah berwarna kuning kemerah-merahan, pisang barangan kuning daging buahnya berwarna kuning muda, sedangkan pisang barangan
putih daging buahnya berwarna putih, lebih kecil dan tidak harum sehingga kurang diminati konsumen. Pisang Barangan Merah sangat disukai masyarakat karena
aromanya lebih harum dan lebih manis dibandingkan Barangan Kuning dan Putih Nainggolan, dkk, 2002, dalam Wahyudi, 2004.
Produksi pisang di Indonesia rata-rata 3.2 juta ton per tahun. Diperkirakan 1.5 juta ton diantaranya merupakan pisang meja untuk konsumsi segar. Bila diasumsikan
sekitar 60 120 juta dari jumlah penduduk Indonesia 200 juta menyukai pisang maka konsumsi pisang hanya 12,5 Kgorangtahun atau 34.2 goranghari. Ini berarti
kemampuan penyediaan buah pisang untuk konsumsi buah meja masih sangat kecil karena masih jauh di bawah berat rata-rata buah pisang Sunarjono, 2002, hlm. 3.
Ketidakmampuan penyediaan buah pisang ini disebabkan karena umumnya petani tidak ingin merawat tanamannya dan hanya dibiarkan menurut kehendak alam.
Selain itu, juga disebabkan karena penyediaan bibit yang cukup lama. Hal ini disebabkan bibit pisang hanya dapat diambil dari bonggol atau anakan. Untuk
penyediaan bibit ini dapat diatasi dengan metoda kultur jaringan.
Dalam penelitian ini dilakukan kultur jaringan pada pisang barangan Musa acuminata L. dengan eksplan berasal dari jantung bunga pisang tersebut. Menurut
Hendaryono dan Wijayani, 1994 sekarang telah banyak macam tanaman yang berhasil diperbanyak dengan kultur jaringan atau in vitro, yaitu dengan
mengkombinasikan macam media dengan zat pengatur tumbuh.
Kultur jaringan pisang tidak asing lagi karena Wahyudi 2004 pernah mengkulturkan jantung pisang Barangan Merah Musa acuminata L. dengan
perlakuan BAP dan NAA dalam media MS. Penambahan NAA 0.5 mgl dan 3 ppm BAP memberikan hasil terbaik untuk pembentukan tunas, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Suyadi et al 2003 pada meristem apikal dengan mengkombinasikan BAP dan NAA dalam media MS, menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi BAP
dan NAA memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun. Menurut Radji 2005, penambahan senyawa auksin dan sitokinin dalam
media perbenihan kultur jaringan ternyata mampu mempercepat multiplikasi sel jaringan beberapa tumbuhan.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui pembentukan tunas pada eksplan jantung pisang Barangan Merah dalam media MS
dengan konsentrasi BAP: O; 2.5; 3.75; 5 mgl dan konsentrasi NAA: 0; 0.5; 1; 1.5 mgl.
1.2. Permasalahan