Perkembangan kalus dikendalikan oleh hormon yang ditambahkan ke dalam media, khususnya auksin dan sitokinin. Perubahan kadar zat pengatur tumbuh dapat
mempengaruhi morfogenesisi kalus menjadi tanaman utuh atau organ-organ saja. Keseimbangan hormon yang diperlukan merupakan hal penting untuk setiap spesies
dan sering sangat beragam antara kultivar satu dengan yang lain. Bila keseimbangan auksinsitokinin dalam medianya tepat, maka kelompok kalus akan segera terbentuk
Nasir, 2002, hlm. 33.
Pada tahun 1940 – an, para ahli fisiologi tumbuhan dari Universitas Wisconsin di Amerika yang dipelopori oleh Folke Skoog menemukan bahwa zat pengatur
tumbuh auksin, yaitu IAA Indol acetic acid dan NAA Naphtalene acetic acid yang sebelumnya sudah diketahui dapat merangsang pembentukan akar pada setek, ternyata
juga dapat merangsang pertumbuhan sel secara in vitro, tetapi menghambat pembentukan mata tunas. Pada tahun 1955, Carlos Miller dkk yang bekerja dengan
Skoog menemukan kinetin, suatu penemuan pertama hormon golongan sitokinin. Pada tahaun 1957, Skoog dan Miller mempublikasikan studi klasik antara sitokinin
dan auksin dalam mengontrol pembentukan akar dan tunas dalam kultur jaringan Yusnita, 2003.
2.2.1.1 Sitokinin BAP
Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktivitas sitokinin. Di dalam senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu ikatan ganda dalam rantai
tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini Abidin, 1982, hlm. 55. Secara umum, konsentrasi sitokinin yang digunakan berkisar dari 0.1 – 10 mgl.
Dalam kasus tertentu, konsentrasi kinetin sampai 30 mgl pernah digunakan, tetapi jarang terjadi Gunawan, 1995.
Pengaruh sitokinin dalam kultur jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel, proliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan
akar dan induksi umbi. Pembelahan mitosis tidak akan terjadi bila tidak ada sitokinin. Sitokinin terutama berperan di dalam pembentukan benang gelendong pada metafase
Wattimena, 1992 dalam Nasution, 2003.
Menurut Santoso dan Nursandi 2004, hlm. 105, bahwa secara lebih luas peran sitokinin dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaran dan
pembelahan sel. 2.
Sitokinin berperan dalam penundaan senesens penuaan, caranya dengan jalan sitokinin menghambat penguraian protein. Penuaan terjadi karena
penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim-enzim protese, RNAse, DNAse. Artinya di sini penghambatan atau penundaan penuaan terjadi karena
kinerja enzim-enzim di atas dihambat sitokinin sehingga umur protein lebih panjang.
3. Sitokinin ini berperan mengarahkan transpor zat hara, yaitu memberi signal ke
arah mana zat hara akan dibawa atau ditransport. 4.
Peran sitokinin yang lain adalah: mendorong proses morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan
dormansi, pembukaan stomata, dan pembungaan. 5.
Dalam kegiatan kultur jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulasi terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong
proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong pembentukan klorofil pada kalus, golongan sitokinin yang sering ditambahkan
dalam medium antara lain adalah: kinetin, zeatin, dan Benzil Amino Purin BAP Hendaryono dan Wijayani, 1994. Penggunaan BAP dengan
konsentrasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan regeneran sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk yang abnormal
Gunawan, 1995 hlm 45.
2.2.1.2 AuksinNAA