Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
3. Immunologi
Kornea normal tidak mempunyai reaksi alergi akut tidak memiliki mast cell atau reaksi arthus tipikal karena tidak ada pembuluh darah . Namun kornea berperan
dalam reaksi imun dengan cara elemen imun humoral dan selular yang masuk secara perifer dari pembuluh darah limbal. Bagian kornea ini menjelaskan mengapa banyak
sekali kelainan-kelainan yang berhubungan dengan imun terjadi secara perifer kornea dan limbus. Sebaliknya ingress dari lekosit melalui badan siliarakar iris, dan protein plasma
melalui gangguan blood okular barrier, sebagai jalan lain untuk membawa efektor imun ke kornea.
Penyakit kornea yang berhubungan dengan keadaan ini adalah Thygeson Superfisial Punctate keratitis SPK , Interstitial Keratitis associated with infectious
disease, Reiter Syndrome, Cogan Syndrome, Marginal corneal infiltrates associated with blepharoconjuctivitis, Peripheral ulcerative keratitis associated with systemic immune-
mediated diseases dan Mooren ulcer.
14
4. Anomali Kongenital
a. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea
Prevalensi kebutaan anak di Negara barat telah diperkirakan1-310.000 kelahiran hidup. Ketika dianalisa penyebabnya, malformasi kornea dan segmen anterior tidak
termasuk katarak kongenital bertanggungjawab untuk kira-kira 1-3 dari seluruh kebutaan pada anak-anak.
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
Mikrokornea adalah suatu kondisi yang tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kornea fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa
juga berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari puncak anterior optic cup, yang meninggalkan sedikit ruang bagi kornea untuk berkenbang. Mikrokornea bisa
berhubungan dengan autosomal dominant atau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun transmisi dominant lebih sering ditemukan.
Megalokornea adalah suatu pembesaran segmen anterior bola mata. Penyebabnya bisa berhubungan dengan kegagalan optic cup untuk tumbuh dan anterior tip menutup,
meninggalkan ruangan yang besar bagi kornea untuk diisi.
14
b. Disgenesis Segmen Anterior
Anomali Peter adalah kekeruhan kornea sentral yang terjadi pada saat lahir yang sering dihubungkan dengan fokal area dari adhesi irido corneal yang meluas dari bagian
iris-collarette ke batas kekeruhan. Hampir 60 kasus ini bilateral. Anomali Peter dihubungkan dengan malformasi sisremik pada kira-kira 60 kasus.
14
Keratokonus posterior sirkumskripta adalah suatu kondisi yang khas dimana adanya indentasi parasentral atau sentral yang terlikalisasi pada posterior kornea tanpa
protusi permukaan anterior. Hilangnya substansi stromal menimbulkan penipisan kornea hingga mencapai 13 dari normal. Deposit pigmentasi fokal dan guttae sering terdapat
pada pinggiran kekeruhan. Kebanyakan kasus adalah unilateral, non progresif dan sporadik.
14
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
Sklerokornea adalah suatu abnormalitas dimana gelombang mesenkimal kedua neuro ektodermal membentuk jaringan mirip sklera sebagai pengganti dari kornea
yang jernih.
23
Skleralisasi kornea non inflamatori dan non progresif ini bisa dibatasi oleh perifer kornea atau seluruh kornea bisa terkena. Limbus biasanya terkena dan pembuluh darah
superfisial yang melebar dari sklera normal, episklera dan pambuluh darah konjungtiva melewati kornea. Kebanyakan dari gambaran okular yang biasa terlihat adalah kornea
plana yang terjadi pada 80 kasus. Struktur sudut biasanya terganggu. Tidak ada predileksi seks dan 90 kasus adalah bilateral. Anomali sistemik multiple telah
dilaporkan sehubungan dengan sklerokornea. Sklerokornea biasanya sporadis, kedua bentuk autosomal dominant dan resesif telah dilaporkan.
14,24
5. Distrofi Kornea dan Kelainan Metabolik
Distrofi kornea adalah suatu kondisi bilateral simetrik dan diturunkan, yang sedikit berhubungan atau tidak ada hubungannya dengan lingkungan atau faktor sistemik.
Distrofi dimulai pada awal kehidupan tetapi bisa tidak menimbulkan gejala klinis dikemudian hari. Berkembang secara progresif lambat. Distrofi kornea dapat
diklasifikasikan menurut genetik, keparahan, gambaran histopatologis, gambaran karakteristik biokemis atau lokasi anatomis. Skema anatomis yang mengklasifikasikan
distrofi tergantung pada level kornea yang terkena yaitu anterior distrofi, stromal distrofi, posterior distrofi dan ektatik distrofi.
14,24
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
Banyak manifestasi kornea dari penyakit sistemik mempengaruhi kejernihan kornea diakibatkan oleh penumpukan abnormal substansi metabolik di epitel, stroma atau
endotel. Substansi abnormal secara tipikal menumpuk pada lisosom atau struktur intrasitoplasmik seperti lisosom sebagai penyebab defek enzim tunggal. Kebanyakan
kelainan ini adalah autosomal resesif. Yang termasuk kelainan metaboli ini adalah kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, asam amino, protein, sintesa immunoglobulin,
metabolisme nukleotida dan mineral.
14
6. Degenerasi dan Proses Penuaan Kornea
Sudah lama diketahui 0,3, kornea secara bertahap menjadi lebih datar, lebih tebal dan sedikit transparan. Penurunan indeks refraktif dan membrane descemet menjadi lebih
tebal, meningkat dari 0,3µ m pada waktu lahir sampat 10µm pada orang dewasa sebagai akibat dari meningkatnya ketebalan zona posterior. Kadang-kadang guttata perifer
dikenal sebagai Hassal-Henle bodies, dapat terbentuk sesuai dengan usia. Pengikisan sel endotel kornea menyebabkan kehilangan ± 4000 selmm pada saat lahir sampai
kepadatan 2500-3000 s3lmm² pada orang dewasa. Angka rata-rata kepadatan sel endotel menurun selama kehidupan orang dewasa sampai hampir 0,6 pertahun. Degenerasi
kornea terjadi pada epitel dan subepitel,stroma dan endotel.
14
Karena tidak ada klasifikasi alamiah mengenai degenerasi kornea, klasifikasi artifisial harus dibuat. Degenerasi ini sering dikelompokkan berdasarkan lokasi yang
terkena yaitu sentral atau perifer dan berdasarkan penuaan primer atau akibat proses lain.
2
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
7. Toksik dan Trauma Kornea
Tidak seperti pada konjungtiva, penyembuhan kornea umumnya avaskuler kecuali jika dijumpai peradangan atau penyakit-penyakit permukaanepitel. Mekanisme
reepitelisasi kornea sama dengan yang terlihat pada membran mukosa yang lain serta mengandung migrasi dan proliferasi epitel. Sel epitel kornea tidak mempunyai turn over
yang tinggi jika tidak terluka.
14
Seperti epitel tatah lainnya, epitel kornea bertukar sendiri dengan turn over normal 5-7 hari. Setelah luka, diyakini bahwa stem sel limbal bermigrasi secara sentral
dan berdiferensiasi ke dalam sel yang mampu berganti dengan sangat cepat; sel-sel ini dapat tumbuh kembali dan mengisi defek pertama secara sentripetal, dan akhirnya
mengisi area defek dengan bergerak dari lapisan basal ke lapisan yang lebih superfisial dari epitel .
23
Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus diingat dengan kultur
untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama jika memungkinkan.
23
Trauma kornea lain disebabkan oleh bahan kimiawi. Kebanyakan kasus luka kimia pada mata relatif sedikit dan mudah diobati. Kadang-kadang bahan basa dan asam
bisa mengakibatkan kerusakan okular yang parah dan kehilangan penglihatan yang permanen, tapi biasanya terjadi hanya pada kerusakan jaringan yang minor dan jarang
mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen.
23
Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema, robeknya membran descemet dan laserasi korneoskleral biasanya di limbus.
14
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
8. Tumor Kornea
Tumor primer kornea sangat jarang, kebanyakan jinak atau massa kornea potensial ganas terjadi sebagai akibat tumor konjungtiva atau tumor limbal yang secara
sekunder mempengaruhi epitel atau stroma kornea. Massa yang paling sering didapat di limbus adalah Pterygium, pseudopterygium, Papilloma, Karsinoma sel skuamosa
konjungtiva, Melanoma konjungtiva dan Karsinoma sebasea.
23
Mengingat bahwa angka kebutaan nasional yang tinggi, 1,5 sudah menjadi masalah sosial WHO , pemerintah Indonesia telah menyambut baik program Vision
2020 Right to Sight dan telah dicanangkan oleh Preseden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 15 Februari 2000. Inti dari program tersebut mewujudkan hak setiap warga
Negara untuk memperoleh penglihatan pada tahun 2020, sebagai bagian dari penegakan hak azasi manusia. Untuk bisa mewujudkan Vision 2020, ada 3 hal yang perlu disimak
dari situasi dan kondisi pelayanan kesehatan mata saat ini, yaitu : tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dan masyarakat pasien . Upaya untuk mewujudkan program Vision
2020, harus ditangani secara serius dan melibatkan semua unsur pemerintah dan segenap lapisan masyarakat.
Dalam hal pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan mata, ada 2 aspek yang harus diperhatikan yaitu :
1. Aspek Komunitas kesadaran masyarakat, perilaku dan adat istiadat
setempat, kondisi sosial ekonomi dan pendidikan, kondisi geografis dan transportasi, upaya promotif dan preventif .
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
2. Aspek Klinik sarana dan prasarana tindakan medik spesialistik mata
serta kemampuan dan keterbatasan SDM .
Untuk itu peneliti merasa perlu dilakukan pemetaan penyebab kebutaan disetiap daerah. Oleh karena keterbatasan, peneliti hanya meneliti kebutaan oleh karena kelainan
kornea.
2.2 STRUKTURGEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN LANGKAT.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3° 14’– 4° 13’ Lintang Utara, 97°52’ –
98° 45’ Bujur Timur dan 4 – 105 m dari permukaan laut. Kabupaten Langkat menempati area seluas ± 6.263,29Km² 626.329 Ha yang terdiri dari 20 Kecamatan dan 226 Desa
serta 34 Kelurahan Definitif. Area Kabupaten Langkat di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Karo,di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara Tanah Alas, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.
Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah kecamatan Bahorok dengan luas 955,10 km2 atau 12,25persen diikuti kecamatan
Batang Serangan dengan luas 934,90 km2 atau 14,93 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan luas 49,55 km
2
atau 0,79 persen dari total luas wilayah Kabupaten Langkat.
26
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
Seperti umumnya daerah – daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis. Sehingga daerah ini
memiliki 2 musim yaitu : musim kemarau dan musim hujan.
26
Berdasarkan Kabupaten Langkat Dalam Angka 2008, Kabupaten Langkat memiliki jumlah penduduk sekitar 1.027.414 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar
164,04 jiwa km
2
. Perkembangan jumlah penduduk tahun 2004, 2005, 2006, 2007 berkisar 955.348, 970.433, 1.013.849 dan 1.027.414 dengan laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Langkat pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2004 adalah sebesar 7,014 .
26
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Langkat meliputi 3 Rumah Sakit Umum Pemerintahan, 1 Rumah Sakit Umum Swasta. Sementara pada daerah Kecamatan dan
Pedesaan Kabupaten Langkat pada tahun 2007 ini memiliki sarana kesehatan yang cukup memadai yaitu : 28 buah Puskesmas, 146 Puskesmas pembantu dan 1.256 buah Pos
Yandu yang semuanya tersebar di tiap Kecamatan.
26
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
Banyaknya sarana pelayanan kesehatan menurut Kecamatan pada tahun 2007.
Kecamatan Puskesmas
Puskesmas pembantu
Balai Pengobatan
Rumah Bersalin
Pos Yandu Bahorok
2 7
9 22
Salapian 2
11 10
1 25
Sei Bingei 2
10 8
2 16
Kuala 1
7 7
18 Selesai
1 10
2 1
13 Binjai
1 4
3 2
7 Stabat
2 9
12 2
10 Wampu
1 8
4 1
13 Batang
Serangan 1
7 4
2 8
Sawit Seberang
1 5
2 5
Padang Tualang
1 7
3 10
Hinai 1
9 9
1 50
Secanggang 3
10 5
15 Tanjung Pura
1 7
2 19
Gebang 1
9 2
10 Babalan
2 5
7 1
8 Sei Lepan
1 4
1 14
Brandan Barat 1
6 7
1 7
Besitang 1
10 11
11 Pangkalan
Susu 2
8 4
17 Serapit
Kutambaru Pematang Jaya
Jumlah Total 28
153 110
14 260
Tabel 2. Sarana Pelayanan Kesehatan Kabupaten Langkat Sumber BPS. Prop. Sumut 2008
Tenaga Medis yang tersedia di Kabupaten Langkat, baik negeri maupun swasta, ada 100 orang Dokter Umum, 31 orang Dokter Gigi dan 12 orang Dokter Spesialis. Dari
12 orang Dokter Spesialis yang ada di Kabupaten Langkat terdapat 1 orang Dokter Spesialis Mata.
Christina Y. Y. Bangun : Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL DAN HIPOTESA
3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen – elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan
masalah yang telah dipaparkan dalam latar belekang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :
KELAINAN PERMUKAAN OKULAR
INFEKSI
IMMUNOLOGI
KONGENITAL
DISTROFI
KELAINAN METABOLIK
DEGENERASI
TRAUMA
TUMOR SUMBER DAYA
MANUSIA TENAGA KESEHATAN
SARANA PRASARANA
KEBUTAAN KORNEA
GEOGRAFI BUDAYA
SOSIO EKONOMI