Kartodihardjo et al., 2005 menyatakan bahwa manusia dan masyarakat sebagai sumber dinamika perubahan perlu menjadi inti dalam proses pengelolaan
sumberdaya alam. Manusia dan masyarakat perlu membangun pranata dan kelembagaan serta organisasi yang mampu mengatur atau mengendalikan saling
hubungan antar manusia dan masyarakat pada sumberdaya alam. Selanjutnya Kartodiharjo et al., 2005 menyatakan bahwa pengaturan dan pengendalian tersebut
harus mampu mewujudkan perilaku para pihak yang terkait dengan sumberdaya alam dengan tuntutan keberadaan dan kelestarian sumberdaya alam bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998
Pasal 3 jelas bahwa Taman Nasional merupakan bagian dari Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan.
4. Partisipasi Masyarakat
Berdasarkan Kamus Besar bahasa Indonesia 1998, pengertian partisipasi yaitu; hal turut berperan serta di suatu kegiatan, keikutsertaan, peranserta. Dengan
demikian dapat dikatakan partsipasi tersebut sama dengan peran serta. Menurut Primack 1993 partisipasi menyeluruh merupakan hal yang penting
bagi penentuan prioritas konservasi. Terutama untuk alasan-alasan ilmiah, sosial dan politik. Selanjutanya Primack 1993 menyatakan bahwa hal ini juga merupakan
Gunmas : Partisipasi Masyarakat Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pemanfaatan Kawasan Penyangga Buffer Zone Taman Nasional Gunung Leuser, 2009.
proporsi besar untuk aksi konservasi yang hanya dapat dicapai melalui persetujuan dan partisipasi aktif dari masyarakat di kawasan tersebut.
Menurut Soetrisno 1995 beredar dua jenis defenisi partisipasi masyarakat masyakat. Defenisi pertama adalah dari perencana pembangunan formal yang
mengartikan bahwa partisipasi masyarakat sebagai dukungan terhadap proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Sedangkan
defenisi kedua dan berlaku secara universal adalah partisipasi masyarakat yang merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam
meencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Menurut Efendi 1991 bahwa pemahaman tentang partisipasi masyarakat amat diperlukan bagi terlaksananya pembangunan berkelanjutan karena sebagian
besar birokrat, terutama di tingkat lokal. Partisipasi masyarakat sebagai dukungan yang diberikan masyarakat terhadap program-program pembangunan yang dirancang
pemerintah. Lelenoh 1994 mengemukakan bahwa kecenderungan seseorang untuk
berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat tergantung pada beberapa faktor antara lain: umur, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, lama bertempat tinggal dan sebagainya.
Slamet 1992 menyatakan bahwa untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang terencana terdapat dua strategi
pendekatan yang akan saling melengkapi, yaitu strategi responsif dan strategi holistik.
Gunmas : Partisipasi Masyarakat Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pemanfaatan Kawasan Penyangga Buffer Zone Taman Nasional Gunung Leuser, 2009.
Strategi responsif memberikan penekanan pada kemandirian yang maksudnya adalah masyarakat yang mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber lokal baik yang
bersifat material, pikiran maupun tenaga. Sehingga lebih memungkinkan timbulnya partisipasi mulai dari proses perumusan kebutuhan, perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan. Strategi holistik memberikan penekanan pada penguatan masyakat sebagai satu kesatuan yang mengacu pada penyiapan-penyiapan struktural dan tidak
mencerminkan gagasan yang bersifat komprehensif tentang kemiskinan sebagai produk dari berbagai faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipilih secara
terpisah-pisah melalui teknologi yang terspesialisasi dan tidak dapat diukur dengan indikator-indikator statistik Slamet, 1992.
Menurut Arimbi 1993 bahwa peran serta sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu
proses, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggungjawab. Selanjutnya Arimbi 1993 menyatakan tujuan peran
serta masyarakat untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan lingkungan. Dengan demikian perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat diukur dan ditarik kesimpulan.
Razi 1998 mengemukakan partisipasi pada derjat kesukarelaan terdiri atas dua bentuk, yakni partisipasi bebas dan partisipasi terpaksa. Partisipasi bebas terjadi
apabila seorang individu atau kelompok melibatkan dirinya secara sukarela dalam
Gunmas : Partisipasi Masyarakat Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pemanfaatan Kawasan Penyangga Buffer Zone Taman Nasional Gunung Leuser, 2009.
suatu kegiatan partisipatip tertentu. Dimana terdapat dua sub kategori yang termasuk dalam partisipasi bebas ini, yaitu partisipasi spontan individu atau kelompok mulai
berpartisipasi berdasarkan pada keyakinan tanpa dipengaruhi melalui penyuluhan atau ajakan oleh pihak lainnya dan partisipasi terbujuk individu atau kelompok
mulai berpartisipasi setelah diyakinikan melalui program penyuluhan oleh pihak lainnya. Selanjutnya Razi 1998 menyatakan bahwa partisipasi terpaksa dapat
terjadi atas 2 dua cara, yaitu terpaksa oleh hukum melalui peraturan atau hukum tetapi bertentangan dengan keyakinan masyarakat dan tanpa melalui persetujuan
masyarakat lebih dulu dan terpaksa karena keadaan sosial ekonomi. 5. Sosial Ekonomi Masyarakat Hutan
Menurut Reksohadiprodjo 1988 salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang relatif belum
baik menjadi salah satu penyebab eksploitasi sumberdaya hutan dan kerusakan hutan. Sahifuddin 1997 menyatakan bahwa perambahan hutan dan pencurian kayu
banyak dilakukan masyarakat guna memenuhi kebutuhan dan tidak memahami akibat ekologisnya berupa kerusakan hutan yang menyebabkan erosi, banjir dan kekeringan
karena tidak ada mata pencaharian lain untuk menghidupi keluarga. Selanjutnya Sahifuddin 1997 mengemukakan masyarakat melakukan perladangan berpindah-
pindah sehingga hutan menjadi padang ilalang, dimana perladangan yang berpindah- pindah dirangsang oleh adanya prasarana jalan yng menuju ke arah hutan. Sedangkan
Gunmas : Partisipasi Masyarakat Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pemanfaatan Kawasan Penyangga Buffer Zone Taman Nasional Gunung Leuser, 2009.
tingkat rehabilitasi dan penanaman kembali tidak dilakukan disebabkan oleh tidak ada upaya masyarakat dan instansi terkait.
Kriteria dan indikator sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan dan dalam hutan Sangat diperlukan untuk mengkaji sosial ekonomi secara lengkap, utuh
dan menyeluruh. Melalui kriteria dan indikator tersebut di nilai kondisi dan aspirasi masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Kriteria faktor ekonomi hasil survey maupun
evaluasi yang paling relevan dengan kondisi sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat ekosistem Leuser antara lain :
a. Nilai ekonomi hutan dan hasil hutan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
b. Manfaat langsung dan tidak langsung dari masyarakat dan sekitar hutan.
c. Pendapatan penduduk sekitar dan dalam hutan.
d. Pengaruh 9 bahan pokok dalam masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan.
e. Jumlah kepemilikan lahan untuk bertani dan berladang.
f. Sarana dan prasarana ekonomi pasar, warung, toko dan jalan di sekitar dan
dalam kawasan hutan Departemen Kehutanan, 1996. Menurut Soetrisno 1995 dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi
masyarakat di wilayah sekitar hutan dan dalam kawasan hutan, maka masyarakat merambah kawasan hutan. Selanjutnya Soetrisno 1995 menyatakan bahwa
Perambahan hutan adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha tani atau mengambil hasil hutan dalam kawasan hutan secara tidak sah yang menyebabkan
kerusakan hutan, mereka pada umumnya di dalam hutan maupun di luar kawasan hutan.
Gunmas : Partisipasi Masyarakat Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pemanfaatan Kawasan Penyangga Buffer Zone Taman Nasional Gunung Leuser, 2009.
Zain 1998 menjelaskan bahwa peladang berpindah-pindah umumnya masih hidup secara tradisional, mereka merambah hutan secara turun temurun, hanya
mengandalkan mata pencaharian di dalam hutan. Hal lain yang timbul sebagian kecil dari fungsi-fungsi hutan diperuntukkan untuk permukiman enclave.
Menurut Suparmoko 1997 akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah, maka kebutuhan hidup dengan mengumpulkan hasil hutan terus
meningkat, sehingga terjadi peralihan pola hidup dengan membuka hutan menjadi lahan pertanian, ladang berpindah-pindah. Selanjutnya Suparmoko 1997
menegaskan bahwa hal ini terus berlangsung sehingga mempercepat berkurangnya areal hutan lindung, hutan suaka dan hutan Taman Nasional.
Menurut Toehadi 1986 pemanfaatan hutan memuat tiga sasaran konservasi yaitu :
a. Perlindungan sistem penyangga
b. Melindungi berbagai plasma nutfah
c. Pemanfaatan secara lestari
6. Kabupaten Gayo Lues