BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara merupakan salah satu objek kajian dari ilmu
politik.Pembahasan tentang negara adalah hal yang sangat lazim dan sering diangkat dalam pembahasan-pembahasan yang
berkaitan dengan politik.Bahkan juga orang-orang awam yang tidak begitu bergelut dalam bidang politik juga sering terlibat
dalam pembicaran-pembicaraan tentang negara. Hal di atas tentunya adalah suatu kewajaran karena memang
sebenarnya negara merupakan satu hal yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Negara bila diberikan defenisi tentangnya
adalah suatu organisasi atau ikatan yang mengikat manusia di mana individu-individu manusia tersebut saling sepakat untuk
menyatukan dan mengikat dirinya dalam suatu organisasi.Negara haruslah mempunyai tujuan yang jelas dan terdapat aturan-
aturan yang mengatur jalannya kehidupan manusia-manusia tersebut.
Berikut ini ada beberapa pendapat ahli dalam pendefenisian tentang negara
1
Dari pendefinisian di atas dapat diartikan bahwa negara adalah suatu organisasi dalam masyarakat yang mempunyai unsur
kekuasaan. Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik,negara adalah pokok dari kekuasaan politik.
: 1.Roger H.Soltau: Negara adalah agen atau kewenangan yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas masyarakat
2.Max Weber: Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam
suatu wilayah
2
1
Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi ,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2009 hlm.48-49
2
Ibid,hlm 47
Negara bisa juga dibilang adalah suatu alat yang dibentuk oleh masyarakat
dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan menertibkan keadaan masyarakat tersebut.Sehingga jika berbicara tentang
negara,konsep kekuasaan juga pasti akan dibahas dikarenakan kekuasaan tersebut adalah menyatu dengan negara.
Ada empat unsur yang terdapat dalam negara yaitu wilayah,penduduk,pemerintahan dan juga kedaulatan
3
. Keempat unsur ini harus ada dan terpenuhi untuk bisa dikatakan negara
itu berdiri atau eksis,dan konsep kekuasaan itu terletak pada unsur kedaulatannya di mana negara mampu menciptakan
aturan-aturan yang harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tersedia
4
Konsep tentang kekuasaan negara ini bukanlah merupakan diskusi atau pembicaraan yang hanya muncul dalam konteks
kontemporer saat ini.Akan tetapi hal ini sudah ramai dibicarakan . Unsur pemerintah adalah yang menjadi aktor dari
penjelmaan negara dalam menjalankan kekuasaan tersebut. Kekuasaan ini memiliki arti penting yang juga menentukan
dalam kehidupan bernegara tersebut,yang sudah pasti tujuannya adalah untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Ini berkaitan
dengan salah satu sifat negara yang memaksa agar setiap warga masyarakatnya tunduk dan mengikuti peraturan-peraturan yang
ada.Sehingga hal inilah yang membuat kekuasaan negara menjadi faktor penting yang harus ada.
3
Leo Agustino,Perihal Ilmu Politik Suatu Pengantar,Yogyakarta:Graha Ilmu. 2007 hlm 30-31
4
Ibid, hlm 31
jauh hari pada zaman dahulu oleh pemikir-pemikir klasik yang dulu hidup pada zaman Yunani-Romawi Kuno
5
. Seperti contohnya Plato dan Aristoteles,menurut mereka kekuasaan yang
besar pada negara merupakan hal yang sepatutnya ada bahkan mutlak karena pada dasarnya manusia itu keras dan liar
6
Thomas Hobbes,salah satu pemikir besar modern yang berasal dari Abad Pertengahan Pencerahan. Thomas Hobbes merupakan
seorang filsuf dari Inggris yang lahir pada tanggal 5 April 1588 di Malmesbury Inggris dan tutup usia pula di negara Ratu Elizabeth
itu pada usia 91 tahun tepatnya tanggal 4 Desember 1679 di Derbyshire.Hobbes terkenal karena pandangannya tentang
. Tentunya pemikiran-pemikiran tentang konsep kekuasaan negara
terus berkembang hingga pada masa Abad Pencerahan di mana konsep tentang negara kembali muncul setelah sempat hilang
pada masa Abad Kegelapan Dark Ages,yang pada masa itu kekuasaan gereja sangatlah besar pengaruhnya dalam
masyarakat dan mengungkung kebebasan perkembangan ilmu pengetahuan.
5
Ibid, hlm 33
6
Ibid, hlm 33
konsep negara serta bidang kajian moral.Salah satu karyanya yang terkenal adalah Leviathan.
Lewat bukunya yang berjudul Leviathan,Thomas Hobbes mencoba membangun pemikiran baru bahwa negara adalah
sebagai hasil daripada perjanjian bersama kontrak sosial seluruh rakyat
7
. Dia berpendapat bahwa pada masa keadaan alamiah manusia pada dasarnya memiliki sifat-sifat seperti
iri,dengki,pemarah,pendendam dan sifat-sifat negatif lainnya
8
7
P.Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik,Yogyakarta: Graha Ilmu. hlm 113
8
Leo Agustino,Op. Cit, hlm 35
. Oleh karena sifat-sifat tersebut manusia selalu mempunyai
kemungkinan untuk menjadi ancaman bagi manusia-manusia lainnya. Terlebih lagi dengan sifat dasar utama manusia yang
selalu ingin menjadi lebih dari manusia lainnya baik itu dalam hal kekuasaan,kepintaran,kekayaan dan lain sebagainya. Ini tentu
akan menciptakan keadaan persaingan yang tidak terbatas atau bebas di antara manusia. Manusia yang pada dasarnya adalah
egois, mereka hanya menggunakan nafsu sehingga tidak ada keadilan walaupun hal ini dimaksudkan untuk pemeliharaan diri
pada manusia yang mengutamakan kepentingan mereka dengan
saling menerkam yang menyebakan persaingan dalam masyarakat menjadi tidak rasional.Hobbes menyebut keadaan ini
dengan istilah homo homoni lupus manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya.
Keadaan ini akan menciptakan rasa curiga antar manusia dan akibatnya akan terjadi
kekacauan,permusuhan,pemusnahan,pembunuhan dan pembantaian di antara manusia itu. Ini yang dikatakan Thomas
Hobbes manusia dalam keadaan ilmiahnya state of nature. Untuk mengakhiri keadaan ini yang sudah pasti nanti akan
menghancurkan peradaban manusia juga,maka individu-individu yang ada tersebut haruslah membuat kesepakatan bersama
diantara mereka,menyerahkan kekuasaan yang ada pada tangan mereka dan sepakat untuk membentuk suatu organisasi yang
padanya ada kekuasaan yang bisa melingkupi semua elemen masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang
teratur dan harmonis antara individu-individu. Ini yang menjadi cikal-bakal lahirnya negara yang didasarkan pada kesepakatan
bersama contract social.Negara yang sudah terbentuk itu adalah
alat untuk membatasi kebebasan,kemerdekaan dan kekuasaan individu yang terlalu besar sehingga pada negara juga harus
melekat kekuasaan yang mampu untuk menjalankan fungsinya tersebut.
Lebih lanjut Hobbes berpendapat bahwa perlu ada kekuasaan penguasa yang mutlak demi tercipta kebijakan
bersama
9
Filosofi Leviathan ini yang dijadikan simbol suatu sistem negara
.Penguasa yang menjadi aktor negara dalam menjalankan kekuasaannya harus memiliki kekuasaan yang
besar untuk mampu menjalankan fungsi dan peran negara yang seperti diharapkan dalam kontrak sosial terebut. Hobbes
menggambarkan negara dan kekuasaannya yang dijalankan oleh penguasa seperti penjelmaan Leviathan,hewan besar dan kuat
yang berasal dari mitologi Timur Tengah.
10
9
Ibid, hlm 35
.Maka dari itu negara atau pemimpin negara harus bertindak seperti Leviathan yang memiliki kuasa yang
absolut.Negara berhak bersifat absolut selama demi kepentingan rakyatnya.Status mutlak dimiliki negara sebab negara bukanlah
10
http:id.wikipedia.orgwikiThomas_hobbes diakses pada 17 Maret 2015 pkl 18.43
rekan perjanjian, melainkan hasil dari perjanjian antar-warga negara tersebut.Terbentuknya negara berasal dari mufakat
warga negara tersebut, kesepakatan memberikan kuasa terhadap negara untuk menyelenggarakan pemerintahan demi terciptanya
kebahagiaan rakyatnya. Sejatinya Hobbes mengartikan negara adalah suatu organisasi
kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat dan penguasa adalah aktor penting dalam menjalankan peran negaranya. Dia
menekankan adanya suatu kekuasaan absolut atau mutlak untuk dimiliki sang penguasa untuk mengatur rakyatnya lewat undang-
undang atau peraturan-peraturan yang dibentuk oleh negara. Hobbes meyakini bahwa penguasa harus diberikan porsi
kekuasaan yang besar dikarenakan ia diharapkan mampu mengemban tugas untuk membasmi kekacauan yang tercipta
akibat sifat-sifat dasar alamiah manusia tersebut dan menciptakan perdamaian. Sehingga penguasa adalah berdaulat
serta berkekuasaan absolut karena langsung menerima atau mengemban mandat kekuasaan yang sudah diserahkan individu-
individu dalam kesepakatan bersama.Penguasa memegang
kekuasaan yang tak terbatas dan yang tak terpisahkan darinya sehingga jelaslah bahwa Hobbes menolak pembatasan dan
pemisahan kekuasaan
11
Konsep kekuasaan penguasa absolut yang dikemukakan oleh Hobbes mungkin didasarkan pada keadaan di zamannya,di mana
bentuk negara yang monarki dan menempatkan raja sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan yang besar dan absolut dalam
mengatur negaranya. Pada masa sekarang ini memang bentuk negara yang monarki memang sudah tidak lagi menjadi bentuk
negara mayoritas di dunia. Kebanyakan negara-negara di dunia sudah menetapkan bentuk negara republik dan menganut
demokrasi serta menerjemahkan konsep kekuasaan yang ada . Penguasa harus mampu menjadi The
Great Leviathan yang kuat dan ditakuti oleh rakyatnya. Kekuasaan yang sangat besar ini menjadi sekaligus menjadi titik
lemahnya dikarenakan kemungkinan penguasa tidak mampu mengontrol dirinya dan menyalahgunakan kekuasaan dan
wewenang yang ada padanya sehingga cita-cita kehidupan bersama yang damai dan harmonis jauh dari harapan.
11
Pudja Pramana KA,Ilmu Negara,Yogyakarta: Graha Ilmu.2009,hlm 142
padanya menyesuaikan dengan kondisi dan sistem yang dianutnya di negaranya masing-masing.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menganut demokrasi dan mengambil suatu sistem presidensial dalam
menerjemahkan konsep kekuasaannya. Sistem presidensial ini menempatkan kedudukan badan eksekutif ke dalam tataran yang
lebih istimewa dibandingkan dengan badan legislatif maupun yudikatif yang ada pada sebuah tatanan negara. Pada keadaan ini
dimaksudkan bahwa presiden berkedudukan sebagai pusat kekuasaan eksekutif sekaligus pusat kekuasaan negara,yang
memiliki arti bahwa presiden adalah Kepala pemerintahan sekaligus Kepala negara.Secara sederhananya dapat dijelaskan
bahwa seorang presiden memiliki porsi kekuasaan yang lebih besar dan istimewa,sehingga presiden sudah pasti adalah suatu
lembaga negara yang memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan negara tersebut.
Otomatis hal ini membuat pada diri seorang presiden melekat kekuasaan dan hak-hak istimewa dibandingkan lembaga negara
lainnya.
Walaupun sistem presidensial ini secara tertulis tidak dituliskan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 negara Republik
Indonesia,akan tetapi secara eksplisit itu dinyatakan lewat pasal- pasal di UUD 1945 yang mengatur tentang wewenang,posisi dan
juga kekuasaan presiden. Berikut adalah kutipan beberapa pasal yang berbicara mengenai hak dan wewenang presiden yang
diatur dalam UUD 1945 sebelum di amandemen: Pasal 4 ayat 1 :
12
12
Lihat UUD 1945 sebelum amandemen
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 5 Ayat 1 :Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-
undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat 2 :Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Pasal 10 :Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11:Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain. Pasal 12 :Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat
dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang- undang.
Pasal 13 : Ayat 1 Presiden mengangkat duta dan konsul.
Ayat 2 Presiden menerima duta negara lain. Pasal 14 :Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
rehabilitasi. Pasal 15:Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain
tanda kehormatan. Pasal 17
Ayat 1 : Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara Ayat 2 : Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Pasal 21 ayat 2 : Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat,tidak disahkan oleh Presiden, maka
rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22 ayat 1 : Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang- undang
Pasal 23 ayat 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun
dengan Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka
Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu. Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat kita lihat bagaimana
dalam konstitusi Negara Republik Indonesia memberikan hak dan kewenangan kepada Presiden yang begitu besar.presiden
tidak hanya dapat bertindak sebagai pihak eksekutif yang menyelenggarakan pemerintahan akan tetapi dia juga
mendapatkan hak yang memberikan dia keleluasaan untuk bertindak sebagai legislator pembentuk UU dan juga yudikatif
memberikan grasi,amnesti,abolisi dan sebagainya.
Sistem pemerintahan presidensial ini begitu jelas dijalankan semasa pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan
Presiden Soekarno. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga
kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan
pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan
DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.
Mulai Juni 1959,Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar itu badan
eksekutif terdiri atas seorang presiden, wakil presiden beserta menteri-menterinya. Periode berlakunya kembali UUD 1945
diawali dengan berlakunya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.Dengan berlakunya Dekrit ini, wewenang Presiden menjadi
besar kembali. Dimana Presiden bukan saja menjalankan fungsi Kepala Pemerintahan, akan tetapi juga berfungsi sebagai Kepala
Negara. Menteri-menteri membantu presiden dan diangkat serta
diberhentikan olehnya.Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” MPR dan
bertanggung jawab kepada MPR. Kekuasaan presiden yang sangat besar itu mengakibatkan
banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi yang tidak sesuai dengan UUD, antara lain,pertama, masalah kedudukan
presiden. Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada dibawah MPR, akan tetapi kenyataannya bertentangan dengan
UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden.Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS.Kedua,
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No.2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan
dengan UUD 1945 karena berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Ketiga, adanya
pembubaran DPR danmembentuk DPR – GR. Dimana semua anggotanya dipilih oleh Pesiden dan juga peraturan yang
ditetapkan oleh Presiden.Tindakan Presiden
tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 sebab menurut UUD 1945 Presiden tidak boleh membubarkan DPR.Kemudian juga dengan
tindakan Presiden Soekarno yang menetapkan bahwa Presiden sebagai Pemimpin Besar Revolusi juga harus melakukan
intervensi dalam bidang kehakiman berdasarkan undang-undang seekaligus mengangkat Ketua MA pada masa itu menjadi
menterinya. Selain itu masih banyak lagi penyimpangan lain yang menyalahi aturan yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Hal inilah
yang menjadi masalah terhadap kekuasaan Presiden Soekarno, dimana kekuasaan yang dimiliki ikut merambah pada kekuasaan
legislatif dan kekuasaan yudisial. Hal di atas pelaksanaannya dapat terjadi tidaklah jauh-jauh pasti
dikarenakan negara lewat konstitusinya ternyata memberikan keleluasaan dan kekuasaan yang begitu besar terhadap
kedudukan presiden sebagai kepala negara sekaligus juga sebagai kepala pemerintahan. Menurut Ichlasul Amal, ada kelemahan
dalam UUD 1945 yaitu, memberikan dasar pola pembentukan pola relasi antara negara dan masyarakat yang tidak seimbang
dengan kata lain terlalu memberikan posisi yang kuat kepada
Presiden, bahkan dalam perkembangan ketatanegaraan membuktikan penerapan UUD 1945 dalam kehidupan politik
telah melahirkan sistem politik otoritarian dan sentralistik dan menjauhkan kepentingan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan pemerintahan.
13
Di tangan seorang Presiden terpusat kekuasaan yang begitu besar yang bisa menempatkan dirinya sebagai kekuatan yang
mendominasi dalam kekuaaan pemerintahan.Hal ini juga tentunya adalah suatu paradoks yang terjadi dalam suatu negara
yang menganut pembagian dan pemisahan kekuasaan trias politica walaupun memang bercorakkan sistem pemerintahan
presidensial. Seperti ada kenyataan yang menggambarkan bagaimana sistem presidensial yang dianut oleh negara Republik
Indonesia ternyata memberikan porsi kekuasaan yang lebih besar dan luas kepada seorang presiden walaupun Indonesia dalam
penjelasan konstitusinya menekankan dan menjelaskan bahwa negara Republik Indonesia bukanlah sebuah negara kekuasaan
belaka maachstaat.
13
Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang PERPU, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang , 2003, hal. 45
Ini mendorong ketertarikan penulis untuk melakukan suatu penelitian yang berkaitan dengan dua variabel di atas,apakah ada
suatu persamaan antara pemikiran politik Thomas Hobbes dalam memandang suatu konsep kekuasaan mutlak negara di mana
penguasa adalah aktornya dengan konsep presidensial di Republik Indonesia dalam hal ini adalah kekuasaan Presidenyang
diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum di amandemen. Di mana yang menjadi kajian dari praktik
pemerintahan presidensial adalah praktik pemerintahan Presiden Soekarno yang dijalankannya dari tahun 1959-1966 yang terkenal
dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. 1.2 TINJAUAN PUSTAKA
Adapun yang menjadi tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemikiran Politik Barat, yang ditulis oleh Dr. Firdaus Syam; yang di dalamnya terdapat penjelasan dan penjabaran
bagaimana pemikiran politik Thomas Hobbes terkhusus konsepnya tentang negara dan kekuasaan. Dalam buku ini
dijelaskan bagaimana pemikiran Hobbes tentang keadaan
alamiah manusia yang sangat chaos atau kacau balau sehingga mendorong manusia untuk mengadakan suatu perjanjian atau
sering disebut contract social dan menyerahkan hak serta sebagian kekuasaan yang ada pada setiap individu manusia
kepada orang lain atau majelis yang disepakati secara mutlak.
14
Tujuannya adalah agar masyarakat berjalan sesuai aturan dengan demikian kekacauan,benturan,konflik sosial tidak
terjadi.Hobbes menekankan kepada keharmonisan antara hukum dan perundang-undangan,kekuasaan dengan moralitas yang
hidup di tengah masyarakat negara dapat menciptakan perdamaian dan perang dapat dihindari.
15
14
Seperti yang dikutip dalam buku Pemikiran Politik Barat karya Dr.Firdaus Syam dari buku Von Schmid yang berjudul Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum,yang diterbitkan pada
tahun 1965
15
Dr. Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Bumi Aksara,2007 , hlm 123
Hobbes juga menggambarkan negara yang terbentuk sebagai hasil dari kontak
sosial tersebut adalah negara kekuasaan machstaat,dia mengilustrasikannya dengan sosok raksasa laut yang besar dan
kuat yang dikenal dengan sebutan Leviathan. Kekuasaan yang mutlak harus dimiliki oleh negara dan penguasa sebagai aktor
yang menjalankan negara tersebut.Hobbes lebih senang dengan
konsep kekuasaan yang terletak pada satu orang saja.Hal ini dianggapnya lebih baik dari kekuasaan yang dipegang oleh
majelis,dikarenakan dapat menciptakan suatu kestabilan kebijakan dilaksanakan dalam satu pedoman dan tidak berubah
dan kekuasaan yang ada pada negara tidak tersebar-sebar. Untuk menunjang kekuasaan penguasa yang monarki,diperlukan hak-
hak istimewa seperti hak seorang pengganti,termasuk menentukan dari mana pengganti itu dilakukan.
16
Hobbes sendiri tidak menafikkan kemungkinan terjadinya nepotisme dalam
proses penggantian kekuasaan.
17
2. Teori-Teori Politik,karya P.Anthonius Sitepu, menjabarkan bahwa negara dalam pandangan Thomas Hobbes adalah suatu
organisasi kekuasaan yang lahir akibat perjanjian bersama antar individu-individu. Negara dimunculkan adalah sebagai usaha dari
manusia untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat dikarenakan pada awalnya manusia sebelum
bernegara hidup dalam kondisi kebebasan,tanpa tekanan,tetapi
16
Ibid, hlm 124
17
Ibid, hlm 124
juga asocial dan hidup menurut kemauannya sendiri.
18
Keadaan tersebut mendorong manusia untuk terus menerus berkonflik
bahkan berperang di antara mereka.Untuk mengatasi hal ini manusia-manusia tersebut akhirnya mengadakan suatu kontrak
sosial diantara mereka dan sepakat untuk menyerahkan hak,wewenang dan juga kekuasaan mereka untuk dikelola oleh
suatu lembaga masyarakat yang kepadanya mereka mau tunduk.
19
Lembaga ini yang lazim disebut dengan sebutan negara,dan mempunyai kekuasaan yang sangat besar bahkan
kekuasaannya adalah tanpa batas. Negara yang mahakuasa itulah yang oleh Thomas Hobbes disebutnya dengan istilah Leviathan
binatang purba yang amat dahsyat dan perkasa
20
3. Antara Leviathan dan Hukum Ikan,sebuah jurnal yang dituliskan oleh AAGN Ari Dwipayana.Jurnal ini berisikan
penjelasan tentang teori kontrak sosial yang dikemukakan oleh Hobbes dan juga pemikiran Kautilya, seorang politikus dan
Perdana Menteri dari Kerajaan Megadha yang hidup pada
18
P.Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu.2012. hlm 27
19
Ibid, hlm 28
20
Ibid, hlm 28
zaman Brahmana yang menggantikan zaman Weda Samitha. Kedua tokoh ini memiliki konsep yang hampir sama tentang
kemunculan negara yang dihasilkan oleh suatu kontrak sosial dalam masyarakat. Keduanya sama-sama menggambarkan
bahwa dalam keadaan alamiah setiap individu berpotensi menjadi pemangsa individu lainya Kautilya menyebutnya
dengan Hukum Ikan,ikan yang kecil akan menjadi mangsa ikan yang besar.
21
21
Ari Dwipayana, Jurnal-Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGMVol.3.Yogyakarta. 1999
Oleh karena itu keduanya menawarkan konsep tentang absolutisme kekuasaan negara dan penguasa untuk
mampu mengubah keadaan tersebut dan menciptakan suatu kedamaian serta ketertiban sosial dalam masyarakat.Negara
diberikan kekuasaan yang sangat besar untuk mampu membatasi kekuasaan-kekuasaan individu dan diharapkan dengan keadaan
tersebut negara mampu berdiri di atas kepentingan semua untuk mencapai kesejahteraan yang diimpikan bersama. Akan tetapi
kekuasaan absolutisme dari negara tersebut juga bisa berpotensi kearah negatif yaitu suatu penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang yang tentunya sudah pasti ke depannnya akan berpengaruh negatif juga bagi kepentingan masyarakat.
4. Kekuasaan Presiden Suatu Tinjauan Teoritis Kekuasaan Presiden Soekarno dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin
1959-1965,sebuah skripsi karya Dessy M.Lumbanraja yang hasil penelitian dari skripsi ini menjelaskan bahwa kekuasaan presiden
Soekarno menunjukkan adanya pemusatan kekuasaan ditangan lembaga eksekutif pada masa demokrasi terpimpin. Besarnya
kekuasaan yang dimiliki Soekarno, menimbulkan adanya penyelewengan terhadap lembaga-lembaga lainnya seperti
pembubaran yang dilakukan pada lembaga legislatif.Dalam hal ini bertentangan dengan konstitusi negara kita sehingga banyak
terjadi pemberontakan pada masa Demokrasi Terpimpin.Oleh sebab itu, untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan
ditangan satu lembaga saja diperlukan adanya pembagian kekuasaan dengan istilah Trias Politica yang membagi antara
kekuasaan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.Pembagian kekuasaan mempunyai tujuan untuk membatasi kekuasaan
sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu lembaga
saja yang memungkinkan terjadinya tindakan kesewenang- wenangan.
5. Kekuasaan Presiden Dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin 1959-1965,sebuah skripsi karya Nahyatun Nisa
Harahap yang menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin yang diawali dengan dikeluarkannnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 menujukkan kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas dan pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Soekarno.
Era Demokrasi Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia PKI sebagai partai politik yang paling
dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik.Demokrasi Terpimpin merupakan penyeimbangan
kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan Presiden Soekarno sebagai
balancer diantara keduanya.Pertentangan antara Presiden Soekarno, tentara AD dan partai-partai politik dalam konteks
Demokrasi Terpimpin menjadi kajian penting dalam melihat kekuasaan presiden dalam kurun waktu berlakunya UUD 1945 di
Indonesia.
1.3 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan pemaparandi atas,perumusan masalah dalam