tentang kekuasaan dan struktur pemerintahan negara terutama tentang kekuasaan lembaga eksekutif.
3.2 KEKUASAAN PRESIDEN BERDASARKAN UUD RI 1945 SEBELUM AMANDEMEN
Republik Indonesia yang menganut sistem pemerintahan Presidensial pada masa berlakunya UUD 1945 sebelum
diamandemen tidak termasuk pada saat Indonesia berada pada masa RIS yang menganut sistem parlementer,Presiden
memegang peranan yang penting dan dominan dalam panggung perpolitikan Indonesia. Presiden merupakan pemegang
kekuasaan tunggal sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan di mana dalam menjalankan fungsinya kedua hal
tersebut tidak dapat dipisahkan. Menurut Ismail Sunny
113
113
Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif,Jakarta: Aksara Baru.1986 hlm 43
, kekuasaan Presiden berdasarkan UUD RI Tahun 1945 meliputi kekuasaan administratif, legislatif,
yudikatif, militer, dan kekuasaan diplomatik. Kekuasaan administratif ialah pelaksanaan Undang-Undang dan politik
administrasi, kekuasaan legislatif ialah memajukan rencana
Undang-Undang dan mengesahkan Undang-Undang, kekuasaan yudikatif ialah kekuasaan untuk memberikan grasi dan amnesti,
kekuasaan militer ialah kekuasaan mengenai angkatan perang dan pemerintahan, kekuasaan diplomatik ialah kekuasaan yang
mengenai hubungan luar negeri, dan kekuasaan darurat. Dalam UUD 1945 yang menempatkan kedudukan Presiden
pada posisi yang penting dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.Tampak dalam konteks ini seorang
Presiden mempunyai dua fungsi sebagai Kepala Negarahead of state dan
Kepala Pemerintahanchief of exevutive.Kekuasaan Presiden menembus pada area kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial.
Adapun kekuasaan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
•
Kekuasaan di bidang penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan UUD 1945 pasal 4 ayat 1 yaitu Presiden
pemegang kekuasaan pemerintahan.
•
Kekuasaan di bidang legislatif yang berdasarkan UUD 1945 pasal 22 ayat 1, 2, 3 yaitu Presiden mempunyai
kekuasaan lebih besar dari pada DPR, selain membentuk Undang-Undang bersama DPR, dalam kondisi kegentingan
Presiden mempunyai kekuasaan untuk membentuk peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
•
Kekuasaan di bidang yudisial yang berdasarkan UUD 1945 pasal 14 ayat 1, dan 2 yaitu Presiden mempunyai
kekuasaan memberikan grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi.
•
Kekuasaan di bidang militer yang berdasarkan UUD 1945 pasal 10 yaitu kekuasaan Presiden memegang komando
tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
•
Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri yang berdasarkan UUD 1945 pasal 11 ayat 1 dan 2 yaitu
Presiden mempunyai kekuasaan untuk membuat perjanjian dengan negara lain dan meminta persetujuan
dari DPR.
•
Kekuasaan darurat yang berdasarkan UUD 1945 pasal 12 yaitu Presiden mempunyai kekuasaan untuk membentuk
Undang-Undang tentang syarat dan akibat negara dalam keadaan bahaya.
•
Kekuasaan mengangkat dan menetapkan pejabat tinggi negara yang berdasarkan UUD 1945 pasal 13 ayat 1, 2,
dan 3 yaitu Presiden mempunyai kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri, duta
dan konsul.
Abu Daud Busroh juga mengelompokkan kekuasaan Presiden yang dilegitimasi oleh UUD 1945 sebelum amandemen ke dalam
tiga aspek kekuasaan yaitu:
114
•
Dalam Bidang Eksekutif Kekuasaan dalam bidang eksekutif ini diantaranya dapat
dilihat dari pasal-pasal UUD 1945 sebagai berikut: Pasal 4 :
1 “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 2
“Dalam melakukan kewajibannya,Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden
Pasal 5 :
114
Abu Daud Busroh. Sistem Pemerintahan.... Op.Cit hlm 199
2 “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya Pasal 17 :
1 “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”
2 “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden” 3
“Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan”
•
Dalam Bidang Legislatif Kekuasaan Presiden dalam bidang legislatif legislative
power dapat dilihat dalam UUD 1945 pasal : Pasal 5 :
1 “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-
undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” Pasal 21 :
1 “Jika rancangan itu meskipun disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat,tidak disahkan oleh Presiden,maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.”
Pasal 22 : 1
“Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang.” Pasal 23 :
1 “Anggaran Pendapatan dan belanja ditetapkan tiap
tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang
diusulkan oleh pemerintah,maka pemerintah menjalankan anggaran yang tahun lalu.”
•
Sebagai Kepala Negara Abu Daud Busroh mengambil klasifikasi dari
C.F.Strong,bahwa selain dari kekuasaan yang telah disebutkan di atas,ada tiga kekuasaan Presiden lainnya
yaitu:
- Military power,relating to the organization of the armed
force and the conduct of war
- Diplomatic power,relating the conduct of the foreign
affairs
- Judicial power,relating to granting of
pardons,reprieves,etc. To those convicted of crime. Penjelasan UUD 1945 mengatakan bahwa kekuasaan
Presiden dalam pasal 10 sampai dengan pasal 15 UUD 1945 tersebut adalah konsekuensi dari kedudukan
Presiden sebagai Kepala Negara. Adapun pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 10 :“Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara.” Pasal 11 :“Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.”
Pasal 12:“Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat- syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan
undang-undang.” Pasal 13:
1 “Presiden mengangkat duta dan konsul.” 2 “Presiden menerima duta negara lain.”
Pasal 14:“Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.”
Pasal 15:“Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain- lain tanda kehormatan.”
Tidak mengherankan UUD 1945 sebelum amandemen memiliki banyak kelemahan. Terdapat 12 pasal yang mengatur
tentang kekuasaan eksekutif melahirkan pemerintahan sentralistik.
115
Dalam UUD 1945 tidak tertulis sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menganut suatu sistem trias politica ataupun
Kekuasaan legislatif diatur dalam beberapa pasal namun tidak seimbang,khusuus untuk MPR hanya diatur dalam
pasal 1 ayat 2,pasal 2,3,6 dan pasal 37. DPR terdapat pada bab dan pasal 5 ayat 1 ,11,19,20,21,22 ayat 2 dan pasal 23 ayat 5.
Di sisi lain kekuasaan yang sangat vital yakni kekuasaan Kehakiman diatur dalam dua pasal,pasal 24 dan 25.
Ketidakseimbangan inilah yang mengakibatkan tidak tercipta pemerintah yang bertanggungjawab. Eksekutif dapat mengatur
legislatif,misalnya menggabungkan ketua DPR dan MPR
115
Margarito Khamis, Kekuasaan Presiden Indonesia “Sejarah Kekuasaan Presiden Sejak Merdeka Hingga Reformasi Politik”. Malang : Setara Press. 2014, hlm 82
pemisahan kekuasaan,akan tetapi bisa dikatakan secara eksplisit ataupun tersirat bahwa trias politica itu diterapkan dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Ini bisa dlihat bagaimana sebenarnya sudah ada pemisahan kekuasaan negara yang tercermin dalam
lembaga-lembaga negara yang menjalankan setiap fungsinya masing-masing dengan kewenangan yang melekat padanya.
Fungsi eksekutif dijalankan oleh Presiden,legislatif dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR dan kekuasaan kehakiman
dijalankan oleh Mahkamah Agung MA. Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan
lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang atau tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam
menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain, hal itu menunjukkan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan tetapi pembagian
kekuasaan. Sebagai akibat pembagian kekuasaan kenegaraan ini
timbullah lembaga-lembaga kenegaraan, yang masing-masing
diserahi dan melakukan bidang kekuasaannya. Masing-masing institusi tersebut harus mempunyai kekuasaan yang terpisah dan
mampu berjalan sendiri tanpa saling mempengaruhi dan terpengaruh serta tidak saling mencampuri. Kekuasaan itu haris
terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas maupun perlengkapan yang melakukannya. Akan tetapi,dengan
kekuasaan Presiden yang diberikan porsi lebih besar dibandingkan lembaga negara yang lainnya seperti seolah-olah
mengurangi kekuasaan dan fungsi lembaga legislatif dan yudikatif yang ada. Hal ini dikarenakan Presiden juga dapat
bertindak menjalankan fungsi dan wewenang legislatif dan yudikatif. Sehingga tampak sebenarnya bahwa kekuasaan negara
itu terpusat di tangan Presiden. Secara normatif antara lembaga-lembaga negara tersebut
harus tercipta mekanisme check and balances. Institusi-institusi tersebut harus bekerja sama, sinergi dalam menjalankan
pemerintahan. Walaupun ketiga lembaga tersebut mempunyai wilayah kekuasaan dan kewenangan masing-masing yang
berbeda, prinsip saling mengawasi dan mengontrol serta
mengimbangi kekuasaan atau menghindari dominasi baik itu dari eksekutif, legislatif maupun yudikatif itu adalah hal yang penting
untuk dilakukan. Ini yang sebenarnya menjadi semangat dari ajaran trias politica itu sendiri,di mana semangat demokrasi
konstitusionalnya sangat menonjol terlihat. Dalam hal ini adalah untuk mencegah terpusatnya kekuasaan negara di tangan satu
pihak yang dulu pernah terjadi pada zaman feodal rajaratu menjadi pusat dari kekuasaan negara. Sehingga peluang untuk
menjadi suatu pemerintahan yang absolut ataupun otoriter semakin kecil.
Mengenai mekanisme check and balances ini juga didalam UUD 1945 sebelum amandemen juga tidak ada dijelaskan secara
terperinci dan mendalam. Sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 tidak mengenal check and
balances, MPR dianggap sebagai penjelmaan rakyat Indonesia yang memegang kekuasaan tertinggi diantara lembaga-lembaga
lainnya. MPR menetapkan UUD, mengangkat Presiden dan Wakil Presiden serta menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara GBHN.Presiden ialah penyelenggara kekuasaan
tertinggi di bawah MPR yang berkewajiban menjalankan haluan negara yang ditetapkan oleh MPR serta tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR. Memang dalam UUD 1945,rakyat adalah pemegang
kedaulatan dan kekuasaan tertinggi dan MPR adalah penjelmaan dari amanat rakyat tersebut. Akan tetapi dalam hal ini
Presidenlah yang tetap menjadi penyelenggara pemerintahan yang tertinggi di bawah MPR,dan tidak ada mekanisme check and
balances yang jelas yang diatur dalam UUD 1945. Kedua lembaga negara lainnya selain lembaga eksekutif legislatif dan yudikatif
tidak mampu menjalankan fungsi saling mengawasi terhadap lembaga eksekutif tersebut,dikarenakan memang dominasi
kekuasaan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif pada masa itu sangatlah kuat. Sehingga pada prakteknya yang dijalankan oleh
rezim pemerintahan yang berkuasa selama kurun waktu 1960- 1998 banyak terjadi penyelewengan kekuasaan dan
penyimpangan dari UUD 1945 itu sendiri. Kiranya yang perlu dicermati akibat keadaan UUD 1945
yang pada hakekatnya adalah konstitusi yang executive
heavy,yang memberikan legitimasi kekuasaan yang amat besar kepada lembaga eksekutif ternyata membawa dampak terhadap
kedudukan lembaga eksekutif itu sendiri Presiden. Ditambah lagi dengan sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem
pemerintahan presidensial semakin membuat kekuasaan yang melekat pada Presiden menjadi dominasi kekuasaan terhadap
lembaga negara lainnya. Dominasi kekuasaan ini yang lambat laun menempatkan Presiden memiliki kekuasaan yang terpusat
dan menjalankan pemerintahan yang bersifat otoriter dan sentralistik. Hal ini terlihat jelas dari praktek pemerintahan yang
dijalankan rezim Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya 1959-1966.
3.3 PEMERINTAHAN SOEKARNO DEMOKRASI TERPIMPIN 1959-1966