Latar Belakang Kebijakan Politik Perburuhan Nasional

Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. BAB III VAKUMNYA GERAKAN SERIKAT BURUH TAHUN 1970-AN

3.1. Latar Belakang Kebijakan Politik Perburuhan Nasional

Sebelum tragedi 30 September 1965 terjadi, kondisi politik Indonesia memang sedang mengalami krisis. Makin meruncingnya konflik PKI yang didukung oleh Soekarno dan Angkatan darat yang didukung oleh CIA sekaligus memecah kondisi masyarakat Indonesia. Desas-desus adanya Dewan Jenderal yang memiliki rencana menggulingkan pemerintahan pun santer beredar. Kritik PKI terhadap Angkatan Darat semakin menajam dengan memberikan cap kepada mereka sebagai Kapitalis Birokrat. Sementara kepemimpinan bangsa Indonesia semakin rapuh akibat presiden Soekarno tiba-tiba jatuh sakit pada tanggal 4 Agustus 1965, diprediksi akan terjadi kelumpuhan permanen bahkan kematian mengancam apabila penyakit ginjal yang dideritanya meneyerang tiba-tiba. 21 Di tengah krisis itu, tragedi 30 September terjadi. Kondisi politik menyudutkan PKI dan dianggap sebagai dalang dalam peistiwa tersebut. Hanya dalam waktu singkat pada waktu dini hari tanggal 1 Oktober 1965 sebuah kelompok perwira mnengah dari divisi Diponegoro yang berbasis di Jawa Tengah mulai menjalankan opersi mereka dengan melakukan penangkapan terhadap enam orang jenderal. 22 21 Victor M.fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang konspirasi, Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2005, Hl. 74-75. 22 Sementara seorang perwira tinggi lainnya tidak masuk dalam orang yang harus dihabisi yakni Soeharto. Hal ini menjadi pertanyaan hinga sekarang apakah dia dianggap tidak berpengaruh Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Polemik ini juga menyeret organisasi yang berafiliasi dengan PKI ke dalam jurang kehancuran. Penangkapan, pembunuhan dan pengasingan diberikan kepada seluruh anggota PKI dan organisasi massa yang seideologi SOBSI, BTI, Gerwani, Pemuda Rakyat dan lain-lain. Bahkan orang-orang yang dianggap berbahaya karena memiliki pemahaman Marxisme sebagai sebuah ganjaran yang setimpal akibat sistem politik yang pernah mereka terapkan. Korban jiwa terjadi di pelosok Indonesia akibat pembunuhan massal yang dilakukan oleh lawan-lawan politik PKI. Mereka yang matipun hingga kini belum jelas berapa jumlahnya. Angka resmi yang pertama diumumkan pada akhir 1965 pasca pembantaian adalah 78.832. Perinciannya korban PKI di Bali sebesar 12.500 jiwa, Jawa Timur 54.000 jiwa, Jawa Tengah 10.000 jiwa, Sumatera Utara 2.000 jiwa. Sementara oran yan dituduh sebagai PKI kemusian dibunuh berjumlah 328 jiwa. Ini adalah hasi penelitian dari komisi pencarai fakata yang tersiri dari 9 orang bentukan Soekarno. Dari wawancara dengan John Hughes tahun 1968 seorang anggota komisi mengaku angka yang benar adalah 780.000 jiwa. Sementara menurut Oei Tjoe Tat seorang menteri negara presidium yang juga anggota komisi itu adalah sejumlah 500.000 atau 600.000 korban jiwa. Di Medan, SOBSI yang dipandang sebagai antek-anteknya PKI juga tidak luput dari upaya pemusnahan. Pada saat anggota SOBSI melakukan rapat di dikalangan angkatan darat atau dialah dalang dari peristiwa tersebut. Sejumlah asumsi pun terontar menganai siapa yang harus bertanggungjawab atas peristiwa ini. Lalu apa peran Syam Kamaruzaman dalam peristiwa tersebut. Namun satu hal yang pasti tragedy ini terjadi akibat tindakan refresif yang dilakukan oleh kekuatan militer yang dirancang sedemikian rapi sehingga dalam waktu sekejap terjadi perubahan arus politik yang sanat dasyat. Lihat Perter Edman, Op. Cit. hal. 200-201 Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. kantornya di Medan, tiba-tiba disiram bensin dan kemudian dibakar. Aktivis serikat buruh tersebut lari berhamburan untuk menyelamatkan diri. Tetapi setelah sampai di sepan pintu mereka segera disambut oleh peluru dan keroyokan massa yang banyak diantaranya adalah aktivis PP Pemuda Pancasila. Ada juga korban yang diseret dari api, kemudian kepalanya dipenggal dan ditendang-tendang bagai bola mainan. 23 Pesisir Timur Sumatera juga tidak luput dari pembunuhan massal. Di daerah ini jumlahnya adalah yang terbanyak. Mereka adalah anggota SARBUPRI terdiri dari buruh perkebunan berjumlah 56.000 jiwa sampai akhir tahun 1965. Dalam peristiwa ini, ketua SARBUPRI Sumatera Utara yaitu Mustafa Margolang lolos dari dari pembunuhan. Namun nasib naas justru dialami oleh Saibun Sinaga, ketua SOBSI Sumatera Utara. Beliau ditangkap untuk diasingkan namun sebelum dibawa ke tempat pengasingan deieksekusi mati karena dianggap berbahaya oleh pihak militer. 24 Pertimbangan sosial politik dan sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan jika berbicara tentang gerakan serikat buruh. Banyak penulis atau pengamat gerakan buruh dalam politik Indonesia selalu mengaitkan gerakan serikat buruh dengan kondisi sosial politik dan sosial ekonomi yang sedang berkembang. Kondisi sosial Mulai masa inilah seikat burh profressif yang diwakilkan SOBSI di Sumatera Utara diberangus. Sementara korban yang selamat menjadi korban stigma buruk masyarakat dan mengalami ketakutan untuk bangkit lagi.

3.1.1. Kebijakan Politik Perburuhan Tahun 1970-1990

23 Suara independent, Edisi September 1997. 24 Hasil wawancara dengan Jiman Karo-Karo, 11 Mei 2009. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. politik dan sosial ekonomi yang dimaksud adalah pertimbangan lingkungan buruh dalam berbangsa dan bernegara. Pada umumnya, munculnya kegiatan-kegiatan protes buruh merupakan cerminan bahkan reaksi atas kepincanganketidakadilan yang mereka alami. Rezim orde baru yang dijalankan dengan mengutamakan terciptanya stabilitas nasional yang kondusif untuk melaksanakan pembangunan mendorong munculnya tindakan-tinakan represif dari negara. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada orde baru untuk melakukan penjarahan politik besar-besaran terhadap hak-hak politik rakyat Indonesia Pemerintah orde baru yang menjadikan pembangunan sebagai panglima menjadi alat yang digunakan untuk melegitimasi segala tindakan-tindakannya. Untuk keberhasilan pembangunan dan kelancaran proses pembangunan, stabilitas politik dipulihkan dan birokrasi diperketat. Meskipun itu harus mengabaikan hak-hak politikndan ekonomi rakyat serta hak-asasi manusia. Kebijakan pembangunan ekonomi ini yang diterapkan orde baru mengacu pada pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak disertai dengan pemerataan ekonomi. Kebijakan ini banyak melahirkan ketidakpuasan bagi masyarakat khususnya kelas buruh. Masyarakat kelas bawah sering menjadi korban dari kebijakan pembangunan rezim orde baru, seperti penggusuran-penggusuran, sistem kerja yang mengikat dan memaksa dengan upah rendah sering dialami mereka. Tidak adanya pemerataan pembangunan yang dilakukan pemerintah orde baru menyebabkan keberhasilan pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir orang terlebih yang dekat dengan sumber kekuasaan. Kondisi seperti ini mempertajam Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. tingkat kesenjangan sosial dalam masyarakat. Pembangunan telah menjadi instrumen strategis negara untuk menguasai masyarakat yang secara terus-menerus dipropagandakan di sepanjang fase kekuasaannya. Pembangunan yang dicitrakan sebagai sukses kuantifikasi ekonomi, simbol-simbol fisik yang didasari paradigma pertumbuhan dengan trickle down effect-nya telah gagal menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya justru melahirkan pemusatan modal pada sekelompok elit. Sistem ini berkembang secara terus-menberus karena didukung oleh bekerjanya mekanisme Kolusi, Korupsi dan Nepotisme KKN dengan semangat anti demokrasi. Tidak mengherankan jikalau pembangunan juga berhasil menghadirkan ketidakadilan sistem ekonomi dan politik. Isyarat ini tampak dengan munculnya ketimpangan sosial dan politik. Angka kemiskinan yang terus meningkat secara tajam dari tahun ke tahun. Orde baru di masa Soeharto mengkombinasikan dua strategi yaitu menciptakan stabilitas keamanan dan memacu pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dilakukan untuk mencapai ini dengan menempatkan militer sebagai aktor utama. Atas nama pembangunan orde baru aktif mengkampanyekan stabilitas nasional sebagai upaya pencegahan prefentif untuk mengamankan hasil-hasil pembangunan dan kekuasaaan politiknya. Konsentrasi kekuasaaan semua lembaga penyelenggara pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto. Sistem seperti ini mengakibatkan terpusatnya keuasaan pada presiden Soeharto dengan sistem pemerintahan yang menoreh kepada otoritarisme. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Kekuasaaan yang sentralistik dan terlalu besar di tangan eksekutif telah mendorong terjadinya pengerasan ossification kekuasaaan dan penyumbatan bagi penyaluran aspirasi yang wajar. Osifikasi kekuasaan pada ujungnya membuat elit politik sama sekali tidak sensitif terhadap perubahan dan dinamika politik dalam masyarakat, tetapi sebaliknya memunculkan tendensi dan pempribadian personalization kekuasaan. Karena itu elit menjadi tidak refleksif terhadap kondisi yang ada. Sehingga daya imajinasi dan kreatifitas dalam pengelolaan politik termasuk menejemen konflik, intimidasi, serta ekslusif dalam menyelesaikan konflik lebih disukai ketimbang dialog, persuasi ataupun tindakan-tindakan antisipatif dan preventif. Upaya-upaya sistematis dan konstitusional yang dipergunakan untuk merampas peran serta rakyat dalam mengelola pemerintahan dengan sengaja diciptakan. Pemasungan hak-hak berpolitik rakyat dapat dilihat dengan diberlakukuannya paket 5 undang-undang politik pada tahun 1985 yang merampas kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan semakin tidak berfungsi dengan diterapkannya paket 5 undang-undang politik tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat DPR yang semestinya berfungsi sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah eksekutif tidak dapat menjalankan fungsinya dan hanya menjadi alat yang digunakan pemerintah Soeharto untuk melegitimasi seluruh keinginannya. Otoritarianisme negara, ketiadaan iklim demokrasi serta meningkatnya kesenjangan sosial menjadi karakteristik politik Indonesia pada pemerintahan orde baru. Setiap suara-suara yang dianggap berseberangan den Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. gan kebijakan pemerintah berusaha untuk diredam, bahkan kalau tidak dihilangkan sama sekali tidak ada tempat untuk oposisi. Kebebasan pers juga tidak akan dijumpai pada masa rezim ini. Pers yang mencoba melakukan kritikan atau pemberitaan yang dianggap menyudutkan pemerintah harus berhadapan dengan sikap represif pemerintah dan tidak jarang terjadi pembredelan terhadap media massa. Dalam pemerintahan orde baru, negara mengambil kebijakan pengkamplingan politik political segregation terhadap kelompok-kelompok masyarakat baik pada tataran simbolik maupun sebagai alat kontrol korporatisasi dan kooptasi pada tataran kelembagaan. Pengkaplingan inilah yang kemudian menghasilkan wacana-wacana, kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek politik diskriminatif terhadap warga negara sehingga hak-hak asasi politik mereka terabaikan. Contoh-contoh pengkaplingan yang paling kasat mata adalah pelarangan, pembatasan-pembatasan dan eksekusi terhadap mereka yang telah dicap radikal atau membahayakan kepentingan nasional. Hal ini dilakukan terhadap individu maupun kelompok seperti bekas tokoh partai terlarang PKI, Masyumi, PSI dan lain-lain. 25 Kombinasi dari pemusatan kekuasaan yang berlebihan dan kegagalan lembaga-lembaga politik untuk menunaikan fungsinya sebagai pelindung dan pemenuhan kepentingan masyarakat luas mendorong buruh untuk bangkit melakukan perlawanan. Kegagalan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengartikulasi Ketidakberdayaan rakyat sebagai akibat operasi politik, hukum dan sistem ekonomi telah mendorong semakin akutnya persoalan sosial. 25 Muhammdd A.S Hikam, demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, hal., 6 Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. ketidakpuasan sosial masyarakat merupakan penyebab munculnya gerakan buruh pada era 1990an. Dalam dunia buruh, sistem politik yang cenderung represif menyebabkan buruh mencari format baru untuk mewadahi kegiatan mereka. Era ini mencatat pembentukan kelompok buruh alternatif, lembaga swadaya masyarakat dan komite- komite aksi. Berbeda dengan kemunculan organisasi buruh tunggal SPSI, kelompok- kelompok ini muncul karena organisasi formal tidak dapat menarik minat buruh untuk terlibat secara aktif, sedangkan wadah-wadah alternatif tersebut memberikan kesempatan kepada buruh yang sadar politik untuk berpartisipasi. Sementara itu penghancuran gerakan komunis oleh militer pada tahun 1965- 1966 mendapatkan respon yang sangat positif dari negara-negara Barat. Tahun 1967 dalam pertemuan Paris Meeting beranggotakan yang beranggotan Jepang, Jerman Barat, Australia, Amerika Serikat, Perancis, Italia, Belanda, Inggris, Swiss dan Selandia Baru melakukan penjadwalan ulang hutang Indonesia sebesar US 2,4 Milyar dimana separuhnya adalah hutang ke negara-negara Barat sementara separuh adalah hutang ke negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Hutang tersebut sedianya harus dibayarkan pada tahun 1968, namun keputusan pertemuan tersebut menunda pembayaran hingga tahun 1979. Pada 10 Januari 1967 pemerintah menetapkan berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Hal ini dilanjutkan dengan pembentukan badan pertimbangan penanaman modal asing pada 19 Januari 1967. sedangkan sebagai kelanjutan pertemuan Tokyo pada bulan September 1966 maka dilakukan lagi pertemuan di Amsterdam pada tanggal 23-24 Februari 1967 untuk Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. membentuk sebuah badan pemberian pinjaman yang dikenal dengan sebutan Inter governmental Group for Indonesia IGGI. Dalam pertemuan ini juga disepakati pemberian bantuan sebesar US 325 juta kepada Indnesia. 26 1. Gerakan buruh harus sama sekali lepas dari kekuatan politik apapun Sejak masuknya pinjaman dan investasi swasta asing ke Indonesia, maka dibukalah kawasan-kawasan industri di darah-daerah. Tentu saja berbagai penghargaan positif kepentingan kapitalis ini menuntut realisasi stabilitas kehidupan politik sehingga pemerintah melakukan hal-hal sebagai berikut:

3.1.2. Pembungkaman Politik Serikat Buruh Medan

Pada tanggal 21-28 Oktober 1971 melalui seminar yang dilaksanakan atas kerjasama antara Yayasan Tenaga Kerja Indonesia YTKI berhasil mendorong pembentukan organisasi buruh tingkat nasional yang tunggal. Seminar tersebut memberikan masukan yang cukup mendasar bagi terjadinya perrubahan arah dan orientasi perjuangan gerakan buruh yaitu: 2. Di bidang keuangan tidak boleh bergantung kepada sumber dana dari luar organisasi. Masih berkaitan dengan soal keuangan, intensifikasi pemungutan iuran harus delakukan bedasarkan sistem pemeriksaan keuangan. 3. Kegiatan serikat buruh dititik beratkan pada bidang sosial dan ekonomi. 4. Serikat-serikat buruh yang ada harus ditata ulang kembali dan dipersatukan melalui pendekatan satu sama lain. 26 Berita Yudha, AmstKalimantanerdam meeting sepakat beri bantuan 325 juta dolar AS kepada Indonesia, 24 november 1967. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. 5. Struktur gerakan buruh harus dirombak. Setiap lapangan pekerjaan hanya ada satu organisasi buruh yaitu Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan SBLP. 27 Agus Sudono, mantan presiden Gasbiindo merupakan ujung tombak perubahan ini karena berperan sebagai penggiat pembangunan serikat buruh tunggal. Pada 20 Februari 1973 berdirilah Federasi Buruh Seluruh Indonesia FBSI dimana Agus Sudono menjadi ketua sementara sekretaris umum ditetapkan Soewarto seorang mantas Opsus. Selanjutnya pada 11 maret FBSI dikukuhkan sebagai serikat buruh tunggal oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja. Dalam tahap ini, penunggalan serikat buruh memang masih dalam proses. Hal ini disebabkan karena di sisi lain masih ada peraturan menteri perburuhan nomor 90 tahun 1955 tentang pendaftaran serikat-serikat buruh. Pemerintah pada akhirnya mencabut peraturan tersebut dengan menerbitkan peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi dan koperasi nomor 1 tahun 1975 tentang pendaftaran serikat buruh. Peraturan baru ini menegaskan bahwa organisasi buruh yang dapat mendaftar di departemen tenaga kerja transmigrasi dan koperasi ialah organisasi buruh yang berbentuk gabungan serikat buruh yang mempunyai pengurus sekurang-kurangnya 15 serikat buruh. Peraturan baru ini membut buruh tidak dapat lagi secara mudah mendaftarkan organisasi buruhnya seperti yang terjadi pada masa sebelumya. Pada masa rezim ini hanya mengijinkan satu wadah serikat buruh. Serikat- serikat buruh independen yang sebelumnya lahir pada masa Orde Lama di bawah pimpinan presiden Sukarno, dipaksa unifikasi ke SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia oleh Menteri Tenaga Kerja eks-militer Sudomo. Unifikasi ini dilakukan 27 Agus Sudono, FBSI Dahulu, Sekarang dan yang akan Datang, Jakarta, 1981, hal. 15. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. pada tahun 1985. Sebelumnya dimulai dengan unifikasi dalam wadah berbentuk federasi tahun 1972 dalam SPSI, namun dirubah lagi menjadi unitaris tahun 1985 dalam wadah SPSI.Sejak fusi yang dipaksakan itu, SPSI berubah total menjadi mesin politik Orde Baru, banyak pensiunan tentara menjadi pengurus SPSI di daerah. Serikat pekerja dijadikan organ pemerintah dalam bentuk “state corportism” yang harus tunduk dan bekerja sama dengan pemerintah dari mulai SPSI tingkat pusat sampai ke SPSI daerah. Pembungkaman gerakan buruh juga dilakukan melalui diperkenalkanya ideologi Hubungan Perburuhan Pancasila HPP. Istilah ini pertama sekali muncul pada tahun 1966 oleh menteri perburuhan. HPP merupakan reaksi terhadap hubungan perburuhan sebelum tahun1966 yang dianggap terlalu radikal. Langkah pengendalian gerakan buruh selanjutnya adalah membentuk Majelis Perburuhan Pancasia MPP yang diarahkan untuk membicarakan berbagai hal untuk mengkonsolidasi kehidupan serikat buruh. Pemanfaatan anggota ABRI yang memasuki MPP terus ditingkatkan. Bagi mereka yang memerlukan latihan diberikan kesempatan untuk mengikuti pelajaran di pusat-pusat latihan kerja industri dan pertanian yang ada. Tahun 1974, pemerintah bersama komponen masyarakat lainnya merumuskan apa yang disebut dengan HIP Hubungan Industrial Pancasila. Melalui konsep ini, diharapkan agar sistem hubungan industrial di Indonesia berjalan sesuai budaya bangsa yang tercermin dalam UUD 45 dan Pancasila. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Dalam perkembangannya, konsep ini memang telah melahirkan praktek- praktek hubungan industrial yang mantap dan serasi. Akan tetapi, dari sisi pekerja, hubungan ini belum menghasilkan manfaat optimal yang bisa dirasakan oleh mereka. Partnership sebagaimana yang diharapkan antara pengusaha dengan pekerja ternyata belum berjalan dengan baik. Belum pernah ada UU yang mengatur tentang hubungan industrial secara khusus di Indonesia, tidak seperti Inggris dan bekas jajahannya yang relatif memiliki UU seperti itu. Dalam tahun di Medan misalnya 1975-1976 telah dilatih sebanyak 241 orang anggota ABRIPOLRI yang akan memasuki MPP. Selain dari itu pengikutsertaan anggota-anggota ABRI yang menjalani MPP dalam bidang transmigrasi juga terus ditingkatkan. Dalam tahun 1974-1975 telah ditransmigrasikan sebanyak 1.131 KK dan dalam tahun 1975-1976 sebanyak 350 KK anggota ABRI. Jumlah-jumlah yang diikut sertakan dalam bidang transmigrasi itu disesuaikan dengan kebutuhan ABRI. Di masa ini militer secara legal melakukan intervensi dan terlibat dalam kasus perselisihan perburuhan serta penempatan militer pensiun maupun aktif dalam jajaran manajemen maupun pengurus serikat merupakan hal yang jamak. Semua ini menandai rezim perburuhan yang sangat represif. Keluarnya peraturan pemerintah pada tahun 1982 yang mengharuskan semua organisasi menerima pancasila sebagai asas tunggal semakin mempersempit ruang gerak organisasi buruh yang tergabung dalam SPSI. Setelah berlakunya asas tunggal tersebut, organisasi ini tidak lagi berdaya powerless, karena peluang untuk Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. melakukan kegiatan politik sudah tertutup. Kondisi ini sangat berbeda mengingat perjalanan politik organisasi buruh sebelum orde baru sangatlah berperan penting. Kontrol yang sangat ketat yang dilakukan pemerintah terhadap organisasi buruh tunggal tersebut menyebabkan semakin sulitnya ruang geraknya untuk melakukan fungsinya. Pergantian struktur dalam SPSI pun tidak lepas dari campur tangan pemerintah. Pada tahun 1985 Soeharto merasakan bahwa bahwa Agus Sudono sudah mulai membahayakan dan segera disingkirkan. Selanjutnya dipilihlah Imam Sudarwo sebagai ketua. Pada masa ini juga kata buruh diperhalus menjadi pekerja atau karyawan sementara kementrian perburuhann diubah menjadi menteri tenaga kerja Menaker 28 a. Permen Peraturan Menteri No. 3421986 tentang intervensi militer sebagai perantara dalam perselisihan perburuhan. Peraturan yang ada juga lebih mengacu pada stabilitas, sehingga nasib buruh tetap berada pada posisi inverior. Peraturan-peraturan Menteri Tenaga Kerja yang dirasa tidak sesuai dengan Perundang-undangan Perburuhan adalah: b. Permen No. 11081986 tentang keharusan kalau terjadi perselisihan perburuhan supaya diselesaikan terlebih dulu dengan atasan langsung, sebelum lewat perantara atau P4. c. Permen No. 11091986 tentang pembentukan UK Unit Kerja di perusahaan harus melibatkan pengusaha. 28 Hasil wawancara dengan Muchtar Pakpahan pada tanggal 27 Juli 2009. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. d. Permen No. 041986 tentang pemberian ijin kepada majikan untuk merumahkan buruh sewaktu-waktu tanpa menunggu P4. 29 Permen-permen itulah yang memicu gejolak masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah perburuhan, karena dirasakan sangat merugikan dan membatasi gerak buruh. Walaupun beberapa permen tersebut dicabut tahun 1993, tetapi dampaknya masih nampak dari tindakan-tindakan pengusaha, sehingga posisi, nasib dan kesejahteraan pekerja masih sangat memperihatinkan. 30 Dalam perjalanannya, federasi ini dinilai tidak demokratis. Tuduhan tidak demokratis pertama-tama dilontarkan oleh gerakan serikat buruh Internasioanal, diantaranya WCL World Convenderation of Labour dan ICFTU International Convenderation of Free Trade Unites . Tuntutan mereka adalah agar pemerintah Indonesia membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi kaum buruh untuk Pada dasarnya lembaga hasil bentukan orde baru tidak pernah berfungsi dengan baik sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam organisasi perburuhan terlihat jelas upaya untuk memperkuat kedudukan dan kekuasaan dimana militer dengan tangan besinya diberikan kekuasaan luas untuk mengkonsolidasikan stabilitas politik. Menteri tenaga kerja pun berasal dari militer, misalnya Laksamana Sudomo. Berbagai gejala aksi buruh yang sebetulnya non kekerasan justru dihadapi dengan kerasnya laeas senjata bukan pendekatan kekeluargaan atau melalui serikat buruh. 29 Agnes Widanti, Buruh di Sektor Industri Dalam Perdagangan Global, Makalah Sarasehan nasional dan Kongres Forum Mahasiswa Syariah seluruh Indonesia FORMASI, Semarang, 27 Maret 1997. 30 Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringatnya Kering, Jakarta: PPMI, 2000, 23-25 Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. berorganisasi dan menentukan tempat kerja yang nyaman, terhindar dari unsur eksploitasi, tersusunnya syarat-syarat kerja yang sesuai dengan keinginan buruh dan manajemen serta lingkungan kerja yang bebas dari polusi industri.

3.1.3. Kebijakan Upah Minimum Dari sudut kebutuhan pekerja, terdapat dua komponen yang menentukan

tingkat upah minimum, yaitu kebutuhan fisik minimum KFM dan kebutuhan hidup minimum KHM. Berbagai bahan yang ada dalam komponen KFM dan KHM kemudian dinilai dengan harga yang berlaku sehingga menghasilkan tingkat upah. Karena harga sangat bervariasi antardaerah, serta adanya situasi-situasi lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering dikenal dengan upah minimum regional UMR. Dalam menentukan tingkat upah minimum terdapat empat pihak yang saling terkait, yaitu Departemen Tenaga Kerja, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan independen terdiri dari pakar, praktisi dan lain sebagainya yang bertugas untuk memberikan masukan kepada pemerintah, dan Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia SPSI Medan sebagai penyalur aspirasi pekerja dan wakil pengusaha melalui APINDO Asosiasi Pengusaha Indonesia daerah Sumatera Utara. Mereka bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah sudah saatnya untuk dinaikkan atau belum. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Dari laporan Warner International management Consultants menyebutkan bahwa dalam tahun 1988 upah tenaga kerja Indonesia per jam adalah sebesar 0,22 dolar Amerika Serikat sementara tahun sebelumnya, 1987 sebesar 0,20 per jam. Itu artinya bahwa upah di Indonesia terendah dari antara 50 negara yang dievaluasi. Urutan tertinggi adalah Swiss sebesar 17,15 dolar AS per jam kemudian Belanda sebesar 15,62 dolar AS per jam, jepang sebesar 14,93 dolar AS per jam, Jerman Barat sebesar 14,71 dolar AS per jam dan Amerika Serikat sebesar 9,42 dolar AS per jam. Memang, upah minimum regional UMR, yang kemudian berubah menjadi UMP Upah Minimum Propinsi dan UMK Upah Minimum Kabupaten, terus mengalami kenaikan sesuai dengan perkembangan daya beli masyarakat. Namun, persentase kenaikan UMR tersebut tidak memiliki korelasi kuat dengan peningkatan kebutuhan buruh dan masyarakat. Itu berarti tingkat kesejahteraan buruh masih dibawah standar. Hal ini yang membuat eskalasi tuntutan dan demontrasi semakin meningkat khususnya yang dilancarkan oleh pekerja. 31 Upah yang rendah sebenarnya tidak akan menjadi masalah bila harga kebutuhan hidup juga sesuai dengan uang yang diterima. Kenyataan tidaklah Pemerintah melalui menteri tenaga kerja melakukan pendefenisian tingkat upah yang disebut Upah Minimum Regional UMR. Tingkat upah yang rendah memang menjadi kebijakan pemerintah nasional. Bila buruh menginginkan upah lebih besar mereka harus bersiap-siap untuk kerja lembur. Namun banyak perusahan tidak menyiapkan kerja lembur terutama perusahaaan yang telah menjalankan pabrik dalam 3 shift termin kerja. 31 Muhaimin Iskandar, Membajak di Ladang Mesin, Semarang: Yawas, 2004, hal 84 Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. demikian. Harga-harga kebutuhan hidup terus merayap naik bahkan dalam kondisi perekonomian tidak menentu yang disebabkan fluktuasi rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat maupun Yen Jepang kenaikan harga cenderung cukup tajam. Untuk mengatasi kondisi ini, maka pemerintah membuat beberapa ketentuan. Maka sesuai dengan istilahnya, penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan fisik minimum KFM kurang memperhatikan kebutuhan non fisik. Sedangkan penentuan tingkat upah dengan berpedoman kepada kebutuhan hidup minimum KHM memberikan perhatian yang besar kepada pemenuhan kebutuhan non fisik di samping kebutuhan fisik. Karena itu, sangat wajar apabila penentuan upah didasarkan pada kebutuhan hidup minimum KHM. Dengan kata lain, kebijakan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Masih diabaikannya pemenuhan kebutuhan non fisik yang justru sangat berkaitan erat dengan kebutuhan fisik. Apabila berdasarkan KFM, maka komponen transportasi, rekreasi, obat-batan, pendidikanbacaan dan lainnya hanya mendapatkan porsi 15 dari seluruh kebutuhan tersebut; 2. Jika urusan rekreasi diabaikan, akan berdampak pada peningkatan produktivitas pekerja. Secara teoritis seorang pekerja akan membutuhkan waktu istirahat guna penyegaran kembali. Demikian pula proporsi upah yang dialokasikan untuk pendidikan dipandang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan kebijakan pengembangan sumber daya manusia. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Tabel 3 Upah minimum regional buruh Medan di berbagai sektor, 1987-1990 dalam rupiah Sektor 1987 1988 1989 1990 Pertanian 46.362 50.266 67.538 100.500 Pertambangan 145.973 146.081 185.187 218.241 Industri 98.627 115.701 130.263 171.957 Listrik 80.608 80.608 94.998 105.751 Bangunan 96.356 96.236 119.892 221.240 Perdagangan 159.142 209.313 212.896 227.611 Perhubungan 115.509 115.509 117.678 133.671 Jasa 71.597 102.146 112.000 157.585 Sumber: RAPBD Medan 199697 Harga buruh murah menjadi satu-satunya jaminan utuk menarik investasi asing. Buruh dijadikan logika keunggulan komparatif oleh pemerintah. Sementara tidak ada upaya menyiapkan keunggulan komparatif lainnya. Sepanjang berkuasanya orde baru apa yang disebut sbagai pungutan liar sangat luas menggejala dan membebani industri. Diperkirakan pungutan liar ini membebani industri sebesar 25 persen dari biaya produksi. Hal ini sudah pasti berdampak langsung kepada pengurangan upah buruh. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. BAB IV DARI GERAKAN SERKAT BURUH KE GERAKAN ALTERNATIF

4.1. Latar Belakang Munculnya Gerakan Alternatif