Gerakan Serikat Buruh di Medan

Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. 7 Partai Kristen Indonesia PARKINDO Serikat Buruh Kristen Indonesia SBKI - 8 Partai Katolik Indonesia Organisasi Buruh Pancasila OB. Pancasila - 9 Partai Rakyat Nasional PRN Organisasi Buruh Pancasila OB. Pancasila Badan Perjuangan Rakyat Penunggu BPRP Sumber: Peter Edman dalam Komunisme Ala Aidit: Kisah Partai Komunis Indonesia di bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 1950-1965, 2005

2.2. Gerakan Serikat Buruh di Medan

Munculnya keresahan di kalangan buruh tidak dapat dipisahkan dari kenyataan bahwa buruh hanya dianggap sebagai pelengkap dan bukan bagian terpentinng dalam proses produksi. Anggapan bahwa buruh tidak ada harganya dan dapat diperlakukan semena-mena justru melahirkan serikat buruh yang radikal. Berbagai aksi menolak kebijakan perusahaan terutama perkebunan bermunculan. Bentuk aksi yang paling sering dilakukan untuk menekan perusahaan lebih banyak dalam bentuk pemogokan kerja. Hal ini karena buruh menganggap bahwa perundingan justru akan mengaburkan keadaran buruh kerena perjuangan diplomasi tidak pernah menguntungkan massa buruh. Penguasaan atas perkebunan yang sangat luas dan menyimpan persediaan kekayaan materi serta tenaga kerja yang cukup banyak merupakan akibat yang paling nyata persekongkolan antara kaum elit tradisional dengan pengusaha asing. Maka Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. dalam proses perebutannya akan terjadi sebuah gebrakan politik terhadap bentuk konsesi-konsesi politik yang ada sebelumnya. Di antara sekian banyak kekutan yang melakukan perlawanan radikal, salah satunya adalah PKI. Dengan pimpinan Xarim MS di Sumaeta Utara mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menyarakan revolusi nasional dan sosialis. Walaupun kebanyakan anggota-anggotanya berdomisii di pusat-pusat perkotaan, namun landasan mereka adalah mendesak untuk melaksanakan dengan segera nasionalisasi serta pembagian kembali tanah perkebunan. Hal ini tentu saja untuk meraih dukungan dari kalangan buruh perkebunan. Dalam Front Perburuhan berbagaai upaya juga dilakukan dalam rangka menyusun strategi untuk menyerang kaum elit asing dan lokal yang berkuasa. Faktanya, sosio-kultural perburuhan di Medan dengan daerah lainnya jelas berbeda. Di Medan, masalah penguasaan buruh terhadap perkebunan belum pernah dipersoalkan. Karena kekuatan sayap kiri telah mengambil alih jalannya revolusi di Sumatera Timur, maka dalam proses pengorganisasian kepentingan ekonomi perkebunan di jalankan sesuai dengan sistem yang diyakini. Perlindungan dan penjualan hasil perkebunan merupakan bagian penting yang harus diselenggarakan dalam proses produksi. Didirikannya ERRI Ekonomi Republik Rakyat Indonesia merupakan salah satu cara memegang komando tunggal keseluruhan perekonoian republik. Di bawah komando yang sangat radikal dan agresif serta panji kerakyatan “sama rata sama rasa lantas sikuasai” hasil-hasil perkebunan dan komoditi pokok dijadikan sebagai logistik untuk tujuan menuju masyarakat sosialis. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Mereka meminta kepada Gubernur Hasan agar ERRI diberi kuasa sebagai badan pemerintah yang bertindak di bidang ekonomi, bertanggungjawab atas semua perkebuanan dan perusahaan di Sumatera. Permintaan ini ditolak gubernur tetapi mendapat dukungan dari kekuatan kiri. 19 Kesepakatan untuk membentuk negara federal melahirkan negara Sumatera Timur NST pada tahun 1947 memperlihatkan sosok sebagai hamba setia pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat Melayu menjadi elit di belakang layar dan pengusaha Belanda dan Eropa sebagai penguasa perkebunan. Sedangkan buruh perkebunan tetap menjadi buruh lepas yang dibayar dengan upah yang tidak memadai. Sistem Dalam perjalanannya, ERRI membentuk koperasi bagi pedagang-pedagang kecil. Semua hasi-hasil perkebunan harus diserahkan kepada ERRI dan semua perdagangan luar negeri ditangani oleh organisasi ini. Di samping itu juga ada jaminan kesehatan bagi seluruh buruh di Sumatera Utara dengan cara mengerahkan para dokter dan memenuhi persediaan obat-obatan. Revolusi sosial di Sumatera Timur, Aceh dan Jawa ternyata mendapat reaksi dari pengusaha republik sebagai bentuk radikalisme rakyat. Ini juga dipandang sebagai ancaman dalam usaha mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh dunia internasional. Namun dalam suasana yang demikian, kabinet Syahrir malah menandatangani perjanjian Linggarjati sebgai salah satu upaya membangun kesepakatan politik yang baru yakni pengakuan terhadap Negara Republik Indonesisa yang meliputi Jawa dan Madura dan negara federal. 19 Imam Sudjono, Yang Berlawan: Membongkar tabir pemalsuan sejarah PKI, Yokyakarta: Resist Book, 2006, hal. 169-170. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. yang terjadi ini memaksa buruh dan petani miskin untuk membangun kesadaran politiknya sendiri. Mereka kehilangan rumah karena tempat tersebut dijadikan sebagai lahan perkebunan tembakau serta penanaman karet. Belanda merupakan wujud nyata musuh mereka dan pertempuran sejatinya adalah merebut kembali tanah dan rumah mereka. Munculnya gerakan serikat buruh perkebunan yang terorganisir dari Medan menjadi konsekuensi dari parahnya kondisi ini. Salah satu serikat buruh yaitu SARBUPRI Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia yang berhaluan kiri telah mengklaim bahwa sebagian besar buruh di Perkebunan adalah anggota mereka, namun kekuatan tersebut belum sepenuhnya diperhitungkan secara politik. Sehingga seluruh aksi dan insiden yang terjadi jarang dikaitkan dengan motivasi politik, tetapi hanya dianggap sebagai sebagai sebuah motif balas dendam pribadi aatau tindakan pencurian semata. Hal ini mungkin saja terjadi karena banyaknya satuan tentara yang diuntungkan dari hasil penjualan hasil perkebunan. Baru pada tahun 1950-an bisa digolongkan sebagai kemenangan nyata kaum buruh. Serangkaian aksi massa terhadap perusahaan kapitalis yang dilancarkan SOBSI sekitar bulan agustus-september 1950 menghasilkan kenaikan upah buruh sebesar 30. Di sekitar pantai timur Sumatera SARBUPRI menuntut agar pekerja diberikan tempat tinggal yang layak serta bekerja sesusi dengan waktu yang ditentukan. Dalam internal menajemen perusahan, SARBUPRI juga mendesak agar mengganti mandor-mandor yang kejam dan tidak disukai. Keberhasilan SARBUPRI menghimpun anggota hingga 100.000 buruh perkebunan merupakan hasil perhatian mereka terhadap penindasan dan eksploitasi Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. buruh yang sudah sangat keterlaluan. SOBSI sebagai organisasi induknya telah berhasil menghimpun orang Indonesia dan mau menampung segala keluhan yang dihadapi setiap anggotanya. Dari segi tuntutan yan dilancarkan oleh serikat buruh, isunya beraneka ragam. Mulai dari kasus pemecatan, pemindahan hingga pengangkatan kembali pekerja. Banyak juga pemogokan yang bersifat lokal dan berlangsung singkat beberapa jam atau hanya terjadi sehari saja. Sementara aksi-aksi yang dipersiapkan secara matang dan rapi berlangsung hingga berminggu-minggu. Dalam aksinya, SOBSI juga tidak henti-hentinya menuntut pembayaran upah secara penuh atau setidaknya subsidi pangan tidak dihentikan ketika aksi mogok berlangsung. Aksi yang dilakukan terkadang hanya dalam bentuk diam tanpa aktivitas saja dengan mudah memaksa perusahaan memotong setiap uapah yang diberikan. Namun taktik ini jarang dilakukan karena tidak efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain aksi massa, buruh juga melakuan metode aksi lain berupa aksi bekerja lambat. 20 20 Aan Laura Stoler, op cit,. Hal. 225. Dalam pola ini buruh tetap bekerja sesuai waktu yang telah ditentukan, namun memperlambat pekerjaan mereka sehingga hanya menghasilkan sepertiga atau setengah hasil kerja normal mereka. Tetapi dengan kondisi ini buruh tetap menuntut upah penuh. Dalam metode bekerja lambat, para buruh yang di posisi srategis ikut terlibat. Misalnya, seorang operator mesin akan menolak menjalankan mesinnya sehingga otomatis seluruh produksi perkebunan terpaksa berhenti. Dalam hal ini perusahaan tidak memiliki alasan untuk memotong upah buruh yang bekerja pasif. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. Dari segi keterorganisasian dan militansi buruhnya, buruh perkebunan di Deli dianggap lebih baik. Peranan pemimpin-pemimpin buruh dalam berbagai pemogokan menciptakan watak dan karakternya sendiri dalam setiap aksi protes yang dilancarkan. SOBSI dan SARBUPRI benar-benar meunjukkan eksistensinya dalam setiap aksi buruh. Efektifitas kerja mereka dalam setiap pemogokan kerja untuk mendukung kepentingan kaum buruh membuktikan bahwa organisasi ini sangat solid. Walau bagaaimanapun taktik serikat buruh ini juga terbatas dalam menyesuaikan diri dengan karakter masing-masing perkebunan. Kerugian yang muncul memang tidak sedikit. Misalnya di perkebunan tembakau, apabila buruh melaksanakan mogok hingga berminggu-minggu maka hama yang menyerang daun tidak dapat dihindarkan. Kelapa sawit yang harus dipanen tepat waktu sesuai kematangannya apabila tidak dilakukan akan terjadi kemerosotan kualitas bahkan akan jatuh harga di bawah standar ekspor. Begitu juga pada pohon karet yang sering disadap secara ilegal oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Bila aksi pemogokan sering terjadi tentunya hasil perkebunan tidak terjaga sehingga lambat laun baik tembakau, kelapa sawit dan karet akan mengalami kerusakan jangka panjang. Jutaan dolar tentunya hilang begitu saja, belum lagi kerusakan dan kerugian finansial yang seluruhnya harus ditanggung sendiri oleh perusahaan perkebunan perkebunan. Pada dasarnya prinsip gerakan serikat buruh yang diperankan oleh SOBSI ialah memobilisasi seluruh masyarakat pekerja guna mengapai tujuan ideologi sosialis. Namun karena kondisi masyarakat yang masih belum memungkinkan dan Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. revolusi telah diangap gagal, maka membangun masyarakat demokratis adalah dipandang sebagai awal menuju masyarakat sosialis. Pada tahapan ini, tugas buruh bukanlah menetang imperialisme dan kapitalisme tetapi tergabung dalam kaum tani dan borjuasi untuk membangun demokarasi nasional. Pada tahun 1957, kebijakan pengambilalihan serta nasionalisasi semua perusahaan Belanda berlangsun di perkebunan Sumatera Utara. Lebih dari 2300 orang kebangsaan Belanda meninggalkan pantai Timur Sumatera dan sekitar 101 dari 217 perkebunan di Sumatera Utara dimasukkan ke dalam kepemilikan pemerintah. Pada peristiwa ini serikat buruh SOBSI sangat berperan penting dngan mengambil sikap tegas atas hasil persetujuan Konfrensi Meja Bundar KMB tahun 1956. Dalam hal ini mereka menekankan harus adanya hak istimewa Indonesia untuk memperoleh dan kelindungi hak milik Belanda secara penuh. Dalam peran politik, serikat buruh ini juga mengambil peran yang kuat dan strategis. Setidaknya ini dapat terihat dari peran SARBUPRI yang merupakan sayap SOBSI. Di Medan SARBUPRI secara aktif melakukan penggalangan kekuatan buruh perkebunan untuk mendukung memenangkan posisi PKI. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa PKI layak didukung karena sesuai dengan garis perjuangan buruh. Sebagai organisasi cabang daerah yang berkantor di Medan, organisasi ini mempunyai anggota buruh yang terbesar dan tersebar di perkebunan Sumatera Utara, posisi tawar SARBUPRI kepada pengusaha perkebunan begitu tinggi sehingga organisasi buruh perkebunan ini sangat solid. Pemilu 1955 dianggap sebagai Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. momentum untuk menguji sejauh mana kesiapan rakyat Indonesia dalam mengusung cita-cita revolusi. Serikat buruh SOBSI juga memainkan peran yang sangat penting dalam memobilisasi suara untuk PKI. Upaya yang dilakukan adalah mengorganisir untuk menggalang massa hingga ke tingkatan organisasi dasar. Komite aksi pemilu serta kader khusus bertugas untuk membantu dalam kampanye pemilu. Bahkan pada tanggal 15 Juli 1955 sekretariat SOBSI telah mengeluarkan kebijakan kepada seluruh anggota, semua komite wilayah dan cabang untuk mempersiapkan para buruh mempersiapkan para buruh melakukan voting dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana melubangi kertas suara dengan simbol yang tepat dan pilihan diarahkan kepada symbol PKI sebagai partai pemilu pilihan mereka. Hal inilah yang menghantarkan PKI sebagai 5 besar partai pemenang pemilu 1955. Protes buruh yang diorganisir oleh SARBUPRI Medan tidak hanya sebatas lingkungan tempat kerjanya. Pada tahun 1956 dengan keluarnya keputusan pemerintah tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat P4 yang dianggap merugikan buruh, maka melalui sidang pleno III yang dilaksanakan di Medan pada tanggal 1 sampai 2 Juli 1956 menolak keputusan tersebut. Adapun alasan penolakan tersebut adalah karena ketentuan tersebut menurunkan besar tunjangan hari raya sebesar Rp.16,50 dari tahun sebelumnya 1955. keputusan itu juga dinilai lebih membela pengusaha kerena mendukung pencabutan beras, teh dan ikan bagi buruh. Semua protes tersebut disampaikan kepada menteri perburuhan, menteri perekonomian, menteri perhubungan, menteri Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. kehakiman, menteri keuangan, panitia penyelesaian P4, presiden RI, Perdana Menteri dan ketua parlemen yang semuanya ada di Jakarta. Sidang ini juga menghasilkan resolusi kepada pusat untuk segera menganti Undang-undang darurat nomor 14 tahun 1951 yang merugikan buruh dengan memberikan keleluasaan kepada pengusaha diganti dengan undang-undang yang sesuai dengan keinginan buruh. Resokusi lainnya yaitu pemerintah supaya mencabut dan membaalkan undang-undang onslagrecht nomor 396 tahun 1941 yang mengatur penutupan 8 perkebunan tembakau wilayah cabang Medan-Belawan yang berakibat banyak buruh menganggur. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009. BAB III VAKUMNYA GERAKAN SERIKAT BURUH TAHUN 1970-AN

3.1. Latar Belakang Kebijakan Politik Perburuhan Nasional