Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
Selanjutnya pohon yang ditemukan sarang orangutan, dicatat jenisnya jika memungkinkan. Pohon yang tidak dapat diidentifikasi langsung, diambil bagian daun serta alat
generatifnya seperti bunga dan buah untuk diidentifikasi di laboratorium.
3.7 Analisis Data
Untuk menghitung kepadatan orangutan di Bukit Lawang, digunakan rumus yang diberikan oleh Van Schaik et al., 1994, yang khusus dimodifikasi untuk menghitung kepadatan orangutan
dalam suatu areal berdasarkan perhitungan sarang. Rumus tersebut adalah : N
D = L x 2w x p.r.t
di mana: D = kepadatan populasi orang utan individukm²
L = panjang jalurtransect km W = rata-rata jarak antara sarang dengan transect m
P = proporsi jumlah sarang yang dibangun dalam populasi r = tingkat produksi sarang
t = ketahanan sarang N = jumlah sarang yang tercatat ditemukan di sepanjang jalur transect
Nilai yang digunakan pada penelitian ini, bagi semua perhitungan dengan menggunakan rumus di atas adalah : panjang transect L = 2 km, proporsi jumlah sarang yang dibangun dalam
populasi p = 0,9, tingkat produksi sarang r = 1,7 dan nilai ketahanan sarang t = 90 hari adalah mengikuti nilai standart baku yang ditetapkan oleh Van Schaik et al., 1994. Sedangkan
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
rata-rata jarak antara sarang dengan transek w yang masih dapat dilihat pada kanopi yang jarang adalah 32 m Dengan perbedaan kerapatan pohon dalam transek 80-330 pohon
berdiameter 10 cm pada areal 0,4 ha dalam transek, lebar jalur efektif yang digunakan adalah 22,6 m seperti yang digunakan oleh Van Schaik et al. 1995.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jumlah Sarang Orangutan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh jumlah sarang orangutan di Kawasan Bukit Lawang yang cukup bervariasi, baik antara transek maupun pada masing-masing jarak di dalam
transek, seperti terlihat pada Tabel berikut:
Tabel 4.1. Jumlah Sarang yang Terdapat pada Masing-Masing Jarak Transek Penelitian Kawasan Bukit Lawang.
NO Jarak
Transek Transek
Total Rata-Rata
I II
III IV
V
1 0-100
1 1
12 -
2 16
3,2 2
100-200 1
5 11
3 6
26 5,2
3 200-300
6 4
8 15
5 38
7,6 4
300-400 4
2 10
17 5
38 7,6
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
D ari Tabel
4.1 terlihat
jumlah keseluru
han sarang
yang ditemuk
an sebanya
k 225 sarang, dimana jumlah sarang terbanyak ditemukan pada Transek IV 57 sarang dan Transek III 54 sarang dengan jarak Transek berkisar antara 0-1100 m. Banyaknya jumlah
sarang ditemukan pada Transek IV dan III ini disebabkan karena kondisi vegetasi pohonnya lebih baik, dan terdapat pohon pakan yang lebih banyak dan bervariasi, serta dekat dengan
sumber air. Sedangkan jumlah sarang yang paling sedikit ditemukan adalah pada Transek I 27 sarang, keadaan ini disebabkan karena pada areal ini jenis pohon pakan lebih sedikit variasinya
dan agak jauh dari sumber air. Menurut Meijaard 2001, orangutan dalam melakukan aktifitas hidupnya, termasuk membuat sarang lebih menyukai daerah yang memiliki kondisi vegetasi
pohon yang lebih baik, dan terdapat pohon pakan yang lebih banyak dan bervariasi, serta aman dari berbagai gangguan.
Berdasarkan jarak dalam transek, jumlah sarang yang banyak ditemukan adalah pada jarak 200-300 m, 300-400 m, masing-masing sebanyak 38 sarang, jarak transek 400-500 m
sebanyak 30 sarang, jarak transek 100-200 m sebanyak 26 sarang dan jarak transek 800-900 m sebanyak 21 sarang, hal ini disebabkan karena pada daerah ini cendrung lebih aman dari
gangguanaktivitas manusia dan tersedianya pohon pakan yang cukup bervariasi, serta cukup dekat dengan feeding platform. Sedangkan jumlah sarang yang paling sedikit, bahkan tidak
ditemukan sama sekali didapatkan pada jarak dari transek 700-800 m, dan 1000-1900 m, 5
400-500 1
7 4
13 5
30 6,0
6 500-600
5 3
2 2
3 15
3,0 7
600-700 -
13 1
1 4
19 3,8
8 700-800
3 -
- -
- 3
0,6 9
800-900 3
6 3
- 9
21 4,2
10 900-1000
2 1
2 4
3 12
2,4 11
1000-1100 1
- 1
2 -
4 0,8
12 1100-1200
- -
- -
2 2
0,4 13
1200-1300 -
- -
- -
14 1300-1400
- -
- -
- 15
1400-1500 -
- -
- -
16 1500-1600
- -
- -
1 1
0,2 17
1600-1700 -
- -
- -
18 1700-1800
- -
- -
- 19
1800-1900 -
- -
- -
Jumlah 27
42 54
57 45
225
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
keadaan ini disebabkan karena sebagian daerah ini terjal, dan terbuka, serta sebagian besar kurang bervariasinya pohon pakan di daerah ini, disamping itu orangutan pada daerah ini
merupakan orangutan semi liar. Van Schaik et al 1994 menyatakan bahwa orangutan dalam membuat sarang, terutama orangutan semi liar kurang menyukai daerah yang terjal dan terbuka
dan kurangnya didapatkan pohon pakan yang tinggi dan kuat, seperti dari jenis Dipterocarpaceae, karena menimbulkan ketidaknyamanan orangutan untuk istirahat.
4.2 Kepadatan Populasi Orangutan Dari hasil analisis data jumlah sarang orangutan yang ditemukan, didapatkan nilai kepadatan
populasi orangutan yang cukup bervariasi diantara transek penelitian, seperti tercantum pada Tabel berikut :
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Populasi Orangutan indkm
2
atau indha pada Masing-Masing Transek Penelitian
Transek Jumlah
Sarangtransek Kepadatan Populasi Indkm
2
atau indha Individukm
2
Individuha
I 27
0.0139 1.39
II 42
0.0261 2,61
III 54
0.0599 5.99
IV 57
0.0474 4.70
V 45
0.0273 2.73
Jumlah 225
0,1746 17,42
Rata- rata
45 0,0349
3,484
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kepadatan populasi orangutan di Kawasan Bukit Lawang adalah 0,0349 individukm
2
atau 3,484 individuha dengan rata-rata jumlah sarang adalah 45 sarangtransek. Dimana untuk kepadatan populasi tertinggi didapatkan pada transek III
yaitu 0,0599 individukm
2
atau 5,99 individuha dengan jumlah sarang sebanyak 54 sarang. Hal ini disebabkan karena kawasan ini sangat mendukung bagi orangutan dalam memperoleh
makanan karena jaraknya tidak jauh dari feeding platform tempat pemberian makan dan vegetasi hutan yang beragam oleh jenis pohon-pohon pakan, serta adanya sumber air karena
dekat dengan sungai. Sedangkan kepadatan populasi terendah didapatkan pada transek I yaitu 0,0139 individukm
2
atau 1,39 individuha dengan jumlah sarang 27 sarangtransek, keadaan ini menunjukkan tidak terlalu baik bagi kelangsungan hidup orangutan, karena lokasinya cukup jauh
untuk memperoleh makanan dari feeding platform tempat pemberian makanan dan vegetasi hutan yang tidak beragam sehingga hanya sedikit terdapat pohon-pohon pakan.
Kemungkinan lainnya adalah penghitungan sarang dilakukan pada saat tidak musim berbuah pada pohon pakan di kawasan penelitian, sehingga orangutan lebih banyak melakukan
aktivitas makan di sekitar kawasan Feeding platform dan jalur pengunjung. Hal ini menyebabkan orangutan juga membuat sarang di sekitar kawasan tersebut. Keadaan ini akan berbeda pada saat
musim berbuah sedang berlangsung, dimana aktivitas orangutan akan menyebar ke daerah yang banyak terdapat pohon pakan yang berbuah. Hal ini menyebabkan sarang orangutan juga tidak
lagi hanya terdapat di sekitar Feeding platform dan jalur pengunjung.
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
Berdasarkan perbandingan dengan kawasan konservasi orangutan lainnya dapat dilihat bahwa kepadatan populasi orangutan di kawasan Bukit Lawang lebih rendah dari yang
didapatkan di Suaq Balimbing, yaitu 33,5 sarangkm
2
, serta di Ketambe, yaitu 5,2-6,6 individukm
2
Van Schaik, 1995. Tetapi kepadatannya sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang terdapat di Kawasan Agusan yaitu 0,0083 individukm
2
Asfi, 2001. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat gangguan berupa adannya aktivitas
pengunjung kawasan yang cukup tinggi serta kondisi orangutan yang sebagian masih bersifat semi liar. Orangutan semi liar ini masih menggantungkan kebutuhan makanan di sekitar TPM
Tempat Pemberian Makanan sehingga kehadirannya di sekitar daerah tersebut tergolong tinggi. Menurut Faust et al. 1994 dalam Syukur 2000 bahwa kepadatan populasi orangutan
dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dasar, yaitu air, tempat beristirahat, pakan cukup tersedia, tipe hutan serta tingkat gangguanaktivitas manusia.
Meijaard 2001 menjelaskan bahwa estimasi populasi orangutan berdasarkan metode penghitungan sarang turut ditentukan oleh umur sarang, potensi pohon pakan, perilaku
pergerakan, termasuk migrasi serta kondisi habitat. Bagi orangutan, daya dukung habitat ini ditentukan oleh produktivitas tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu yang tepat dan
sebagai tempat beristirahat yang aman.
4.3 Aktivitas Bersarang Orangutan di Bukit Lawang