Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
- Posisi I : posisi sarang yang terletak dekat batang utama
- Posisi II : sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa
menggunakan pohon atau percabangan dari pohon lainnya. -
Posisi III : posisi sarang terdapat di puncak pohon -
Posisi IV : posisi sarang yang terletak diantara dua pohon yang berbeda
Menurut IUCN 2007 sarang-sarang tersebut dibagi menjadi 5 kelas berdasarkan kondisi dan umur sarang tersebut dibuat, berikut klasifikasinya :
a. Sarang Kelas Satu merupakan sarang paling baru dengan daunnya masih hijau
semua dan umurnya baru seminggu b.
Sarang Kelas Dua, daunnya sebagian hijau dan sebagian sudah kecoklatan c.
Sarang Kelas Tiga semua daunnya sudah coklat d.
Sarang Kelas Empat alas sarangnya sudah berlubang dan bentuknya kurang utuh e.
Sarang Kelas Lima biasanya sudah tinggal kerangka, namun masih kelihatan bentuk sarangnya.
Selanjutnya pohon yang ditemukan sarang orangutan, dicatat jenisnya jika memungkinkan. Pohon yang tidak dapat diidentifikasi langsung, diambil bagian daun serta alat
generatifnya seperti bunga dan buah untuk diidentifikasi di laboratorium.
3.6 Analisis Data
Untuk menghitung kepadatan orangutan di Bukit Lawang, digunakan rumus yang diberikan oleh Van Schaik et al., 1994, yang khusus dimodifikasi untuk menghitung kepadatan orangutan
dalam suatu areal berdasarkan perhitungan sarang. Rumus tersebut adalah : N
D = L x 2w x p.r.t
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
di mana: D = kepadatan populasi orang utan individukm²
L = panjang jalurtransect km W = rata-rata jarak antara sarang dengan transect m
P = proporsi jumlah sarang yang dibangun dalam populasi r = tingkat produksi sarang
t = ketahanan sarang N = jumlah sarang yang tercatat ditemukan di sepanjang jalur transect
Nilai yang digunakan pada penelitian ini, bagi semua perhitungan dengan menggunakan rumus di atas adalah : panjang transect L = 2 km, proporsi jumlah sarang yang dibangun dalam
populasi p = 0,9, tingkat produksi sarang r = 1,7 dan nilai ketahanan sarang t = 90 hari adalah mengikuti nilai standart baku yang ditetapkan oleh Van Schaik et al., 1994. Sedangkan
rata-rata jarak antara sarang dengan transek w yang masih dapat dilihat pada kanopi yang jarang adalah 32 m Dengan perbedaan kerapatan pohon dalam transek 80-330 pohon
berdiameter 10 cm pada areal 0,4 ha dalam transek, lebar jalur efektif yang digunakan adalah 22,6 m seperti yang digunakan oleh Van Schaik et al. 1995.
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Latar Belakang
Indonesia termasuk negara yang kaya akan keanekaragaman hayati satwa liar primata, dari sekitar 195 jenis primata yang ada di dunia, 37 jenis diantaranya terdapat hidup di
Indonesia, dan 20 jenis diantaranya, merupakan primata endemik Indonesia. Primata tersebut banyak yang termasuk jenis terancam punah diantaranya adalah orangutan kera
besar. Keadaan ini disebabkan karena semakin berkurangnya habitat dan masih berlangsungnya penangkapan liar untuk diperdagangkan. Jenis primata besar ini di dunia
hanya ditemukan di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Orangutan yang terdapat di pulau Sumatera disebut Pongo abelii dan Kalimantan disebut Pongo pygmaeus Groves, 2001.
Menurut International Union Concervation of Nature IUCN sekitar 80 habitat orangutan telah hilang atau musnah, bila keadaan ini dibiarkan, maka dalam 10–20 tahun
ke depan orangután akan punah. Sehingga IUCN mengkategorikan orangután sebagai critically endangered species atau sebagai satwa yang terancam punah IUNC, 2007.
Selanjutnya Alikodra 2002, menjelaskan bahwa hasil adaptasi menyebabkan hewan menetap di suatu daerah dengan kondisi lingkungan yang sesuai dengan
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
kehidupannya, yang meliputi tempat mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Semua kera besar membuat sarang, salah satu fungsi sarang adalah
sebagai tempat beristirahat setelah seharian melakukan aktivitas hariannya. Selain itu sarang juga berfungsi sebagai tempat berlindung dari cuaca yang ekstrim. Perilaku sarang
ini ditemukan pada kera besar karena kera besar memiliki perkembangan otak yang lebih baik. Sehingga kera besar dapat berfikir bahwa ada cara yang paling nyaman untuk
beristirahat. Untuk Orangutan sendiri, sarang adalah sarat mutlak yang dilakukan setiap harinya di akhir aktivitas jelajahnya Meijaard et al, 2001.
Rodman 1979 menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan dipenuhi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara pepohonan dan membuat sarang
merupakan kegiatan yang dilakukan dalam persentase waktu yang relatif sedikit. Menurut Fakhrurradhi 1998, di Suaq Balimbing rata-rata dalam satu hari orangutan menggunakan waktu 65 untuk
melakukan aktivitas makan, 16 untuk bergerak pindah, 17 untuk beristirahat, 1 untuk membuat sarang dan 0,5 untuk aktivitas sosial.
Keberadaan dan kepadatan orangutan pada suatu daerah dari tahun ke tahun diketahui terus mengalami penurunan yang disebabkan karena terganggu, rusak dan berkurangnya kawasan hutan
sebagai habitatnya, disamping adanya perburuan terhadap satwa ini. Untuk menghitung kepadatan, banyak peneliti yang telah mencoba mengestimasikan kepadatan orangutan melalui perhitungan sarang
sepanjang transek tertentu. Hal ini dimungkinkan karena semua jenis kera besar termasuk orangutan, umumnya membangun sarang ketika akan beristirahat pada siang dan terutama malam hari Rijksen,
1978.
Sarang lebih mudah dihitung dibanding hewannya sendiri dan dapat terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama, serta kurang berfluktuasi pada suatu lokasi tertentu. Setelah melalui proses yang
cukup panjang, metode ini semakin memungkinkan untuk diterapkan dengan hasil yang cukup akurat Van Schaik et al.,1994. Berkaitan hal tersebut maka dilakukanlah penelitian dengan judul ”Estimasi
Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara”.
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
1.5 Permasalahan