Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk negara yang kaya akan keanekaragaman hayati satwa liar primata, dari sekitar 195 jenis primata yang ada di dunia, 37 jenis diantaranya terdapat hidup di Indonesia, dan
20 jenis diantaranya, merupakan primata endemik Indonesia. Primata tersebut banyak yang termasuk jenis terancam punah diantaranya adalah orangutan kera besar. Keadaan ini
disebabkan karena semakin berkurangnya habitat dan masih berlangsungnya penangkapan liar untuk diperdagangkan. Jenis primata besar ini di dunia hanya ditemukan di Pulau Kalimantan
dan Sumatera. Orangutan yang terdapat di pulau Sumatera disebut Pongo abelii dan Kalimantan disebut Pongo pygmaeus Groves, 2001.
Menurut International Union Concervation of Nature IUCN sekitar 80 habitat orangutan telah hilang atau musnah, bila keadaan ini dibiarkan, maka dalam 10–20 tahun ke
depan orangután akan punah. Sehingga IUCN mengkategorikan orangután sebagai critically endangered species atau sebagai satwa yang terancam punah IUNC, 2007.
Selanjutnya Alikodra 2002, menjelaskan bahwa hasil adaptasi menyebabkan hewan menetap di suatu daerah dengan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, yang
meliputi tempat mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Semua kera
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
besar membuat sarang, salah satu fungsi sarang adalah sebagai tempat beristirahat setelah seharian melakukan aktivitas hariannya. Selain itu sarang juga berfungsi sebagai tempat
berlindung dari cuaca yang ekstrim. Perilaku sarang ini ditemukan pada kera besar karena kera besar memiliki perkembangan otak yang lebih baik. Sehingga kera besar dapat berfikir bahwa
ada cara yang paling nyaman untuk beristirahat. Untuk Orangutan sendiri, sarang adalah sarat mutlak yang dilakukan setiap harinya di akhir aktivitas jelajahnya Meijaard et al, 2001.
Rodman 1979 menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan dipenuhi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara pepohonan dan membuat
sarang merupakan kegiatan yang dilakukan dalam persentase waktu yang relatif sedikit. Menurut Fakhrurradhi 1998, di Suaq Balimbing rata-rata dalam satu hari orangutan menggunakan waktu
65 untuk melakukan aktivitas makan, 16 untuk bergerak pindah, 17 untuk beristirahat, 1 untuk membuat sarang dan 0,5 untuk aktivitas sosial.
Keberadaan dan kepadatan orangutan pada suatu daerah dari tahun ke tahun diketahui terus mengalami penurunan yang disebabkan karena terganggu, rusak dan berkurangnya
kawasan hutan sebagai habitatnya, disamping adanya perburuan terhadap satwa ini. Untuk menghitung kepadatan, banyak peneliti yang telah mencoba mengestimasikan kepadatan
orangutan melalui perhitungan sarang sepanjang transek tertentu. Hal ini dimungkinkan karena semua jenis kera besar termasuk orangutan, umumnya membangun sarang ketika akan
beristirahat pada siang dan terutama malam hari Rijksen, 1978.
Sarang lebih mudah dihitung dibanding hewannya sendiri dan dapat terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama, serta kurang berfluktuasi pada suatu lokasi tertentu. Setelah melalui
proses yang cukup panjang, metode ini semakin memungkinkan untuk diterapkan dengan hasil yang cukup akurat Van Schaik et al.,1994. Berkaitan hal tersebut maka dilakukanlah penelitian
dengan judul ”Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara”.
Nurzaidah Putri Dalimunthe : Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera Pongo abelii Berdasarkan Jumlah Sarang Di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, 2009.
1.2 Permasalahan