Dasar “bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak ibu. hanya dari keturunan

Kurniawan Sembiring : Hubungan Tingkat Pendapatan Orangtua Terhadap Pendidikan Anak Di Kecamatan Berastagi, 2009. USU Repository © 2009 memperhatikan hasil keputusan “runggun atau permusyawaratan” kaum kerabat berdasarkan kepada 2 dua dasar atau pokok yakni:

a. Dasar adat “sintua-singuda” yang dicalonkan. yang pertama-tama berhak

menjadi perbapaan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalangan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak yang termuda. Dari semua calon perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak anak beru dan senina, besar kemungkinan jabatan perbapaan atau raja urung atau pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan perbapaan, yang disebutkan di atas harus jatuh kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian perbapaan seperti itu, antara lain ke daerah perbapaan lima senina. lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah di daerah itu berkuasa kaum penjajah belanda di permulaan abad XX 1907. Belanda melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang diangap pantas sebagai perbapaan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat.

b. Dasar “bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak ibu. hanya dari keturunan

ibu atau kemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi perbapaan. Namun setelah kedatangan perjajahan belanda sistem atau dasar “bere-bere” ini dihapuskan. Mengangkat dan mengganti perbapaan dilakukan oleh “kerunggun” anak beru-senina dan kalimbubu. Namun setelah Zaman belanda cara seperti itu diper- modern, dengan cara kekuasaannya dikurangi, malah akhirnya diambil alih oleh kerapatan balai raja berempat. demikian pula, dasar pengangkatan “pengulu” dan Kurniawan Sembiring : Hubungan Tingkat Pendapatan Orangtua Terhadap Pendidikan Anak Di Kecamatan Berastagi, 2009. USU Repository © 2009 perbapaan. kekuasaan raja urung yang tadinya cukup luas, dipersempit dengan keluarnya besluit zelfbestuur no. 421926, dimana antara lain dapat dibaca…………jabatan raja-raja urung dan pengulu akan diwarisi oleh turunan langsung yang sekarang ada memegang jabatan itu………. Yang pertama-tama berhak untuk mewarisi jabatan perbapaan urung atau pengulu ialah anak tertua, kalau dia berhalangan, maka yang paling berhak adalah anak yang termuda atau bungsu. Sesudah kedua golongan yang berhak tadi itu, yang berhak adalah anak nomor dua yang tertua, kemudian anak nomor dua yang termuda. Orang yang berhak dan dianggap sanggup menjadi perbapaan urung tetapi karena sesuatu sebab menolaknya, maka dengan sendirinya hilang haknya dan berhak keturunannya yang menjadi perbapaan atau raja urung. Hal ini juga menurut P. Tambun dalam bukunya merupakan adat baru. maksudnya adalah untuk menjaga supaya pemangkuan perbapaan yang dilaksanakan oleh orang lain hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa. Sementara itu orang yang berhak menurut adat menjadi perbapaan atau raja, tetapi masih dalam keadaan di bawah umur ataupun belum kawin, maka jabatan itu boleh dipangku atau diwakili kepada orang lain menunggu orang yang berhak itu sudah mencukupi. peraturan tetap tentang memilih siapa sebagai pemangku itu tidak ada. yang sering dilakukan ialah orang yang paling cakap diantara kaum sanakeluarga terdekat, termasuk juga anak beru dan marga yang seharusnya memerintah sebagai perbapaan raja. Kurniawan Sembiring : Hubungan Tingkat Pendapatan Orangtua Terhadap Pendidikan Anak Di Kecamatan Berastagi, 2009. USU Repository © 2009 Adapun jabatan pemangku itu dipilih dari kalangan anak beru dari lain marga dari perbapaan atau raja. Jadi mustahillah sipemangku itu tadi berhak atas kerajaan yang dipangkunya untuk selama-lamanya, pasti disatu waktu akan dikembalikan kepada yang berhak. sedangkan kalau jabatan sebagai perbapaan atau raja dipegang oleh kaum keluarga dari sipemangku yang berhak, misalnya saudara satu ayah lain ibu, ada kemungkinan akan mendakwa dan mempertahankan jabatan itu di kemudian hari, terlebih kalau dia sudah bertahun-tahun sudah memangku jabatan itu, sehingga merasa segan malah menolak menyerahkannya kembali kepada yang berhak. keadaan seperti ini juga pernah terjadi, malah menimbulkan perselisihan berkepanjangan antar kerabat yang seketurunan. Dalam pemangkuan sementara itu, diadatkan sehingga merupakan kewajiban bagi si pemangku yaitu menyerahkan 13 dari semua pendapatan kerajaan kepada orang yang seharusnya memangku jabatan tersebut. Seperti diuraikan di depan, baik perbapaan urung atau raja urung ataupun pengulu yang dibantu oleh “anak beru- senina”, yang merupakan “telu sidalanen”, maka jabatan dari “anak beru-senina” itupun juga bersifat turun temurun.

3.2 Masa Penjajahan Belanda