Sebelum Penjajahan Belanda Dasar adat “sintua-singuda” yang dicalonkan. yang pertama-tama berhak

Kurniawan Sembiring : Hubungan Tingkat Pendapatan Orangtua Terhadap Pendidikan Anak Di Kecamatan Berastagi, 2009. USU Repository © 2009 SEJARAH SINGKAT KECAMATAN BERASTAGI

3.1 Sebelum Penjajahan Belanda

Pemerintahan di daerah Tanah Karo sebelum kedatangan penjajahan belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung kuta, yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” bagian dari kampung. Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang “pengulu”. Menurut P .Tambun dalam bukunya “adat istiadat karo”, balai pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seseorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang anggotanya dari kelompok “anak beru” dan “senina”. mereka ini disebut dengan istilah “telu si dalanen” atau tiga sejalanan menjadi satu badan administrasi atau pemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai “pembentuk kesain”, sedangkan kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga. Di atas kekuasaan penghulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampung asli perbapaan yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai urung. Pimpinannya disebut dengan bapa urung atau biasa juga disebut raja urung. Urung artinya satu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan. Menurut P. Tambun seperti di atas ada beberapa sistem atau cara penggantian perbapaan atau raja urung atau juga pengulu di zaman itu, yaitu dengan Kurniawan Sembiring : Hubungan Tingkat Pendapatan Orangtua Terhadap Pendidikan Anak Di Kecamatan Berastagi, 2009. USU Repository © 2009 memperhatikan hasil keputusan “runggun atau permusyawaratan” kaum kerabat berdasarkan kepada 2 dua dasar atau pokok yakni:

a. Dasar adat “sintua-singuda” yang dicalonkan. yang pertama-tama berhak

menjadi perbapaan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalangan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak yang termuda. Dari semua calon perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak anak beru dan senina, besar kemungkinan jabatan perbapaan atau raja urung atau pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan perbapaan, yang disebutkan di atas harus jatuh kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian perbapaan seperti itu, antara lain ke daerah perbapaan lima senina. lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah di daerah itu berkuasa kaum penjajah belanda di permulaan abad XX 1907. Belanda melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang diangap pantas sebagai perbapaan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat.

b. Dasar “bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak ibu. hanya dari keturunan