5. Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negeri sipil atau
anggota TNIPolri.
41
D. Prosedur Perceraian
Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi kerena talak suami
kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan.
Awal surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke panitraan Pengadilan Agama surat gugatan diajukan pada sub
kepanitraan gugatan sedangkan permohonan pada sub kepanitraan permohonan. Undang-undang membedakan antara perceraian atas kehendak suami dan perceraian
atas kehendak istri. Hal ini kerena karakteristik Hukum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian.
42
Sebelum perkara terdaftar dikepanitraan, panitra melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara penelitian terhadap bentuk dari
isi gugatan permohonan sudah dilakukan sebelum perkara di daftarkan. Misalnya dalam membuat surat gugatan, kepanitraan dibolehkan memberikan arahan pada
41
A. Sutarmadi dan Mesraini, Administarsi Pernikahan dan Menajemen Keluarga, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, hal.66
42
Latif, Anaka Hukum Perceraian Di Indonesia, h.72
penggugat apabila dalam gugatan yang dibuat tidak sesuai. Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan maka tidak boleh didaftarkan sebelum petita dan
positanya jelas, seperti ada petita namun tidak didukung oleh posita berarti gugatan atau permohonan tidak jelas.
Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut terlebih dahulu harus diperbaiki, panitra sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam
meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaliknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara, lalu berkas
perkara beserta resume tersebut diserahkan kepada Ketua Pengadilan dengan buku ekspedisi lokal sebenarnya. Dengan disertai saran tidak misalnya berbunyi “syarat-
syarat cukup siap untuk disidangkan”.
43
Kemudian penggugat atau pemohon kemeja I untuk menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM. Besarnya
biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan pasal 193 Rbg pasal 128 ayat 1 HIR pasal 90
ayat 1 Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang meliputi:
a. Biaya kepanitraan dan biaya materai
b. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah
c. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain
43
Raihan A Rasyid,Hukum Acara Peradialan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001,ed.ke-2,cet.ke-8,h.129
d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan
yang berkenaan dengan perkara tersebut.
44
Ketentuan diatas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo Cuma-cuma. Ketidak mampuannya
dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu, penggugat atau pemohon
menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat gugatanpermohonan dan Suarat Kuasa Untuk Membayar SKUM yang telah dibayar. Setelah selesai, kemudian surat
gugatanpermohonan tersebut dimasukan dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil Panitra untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan
melalui Panitra.
45
Setelah terdaftar, gugatan diberi nomer perkara kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan, setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan maka ia menunjuk
hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada perinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua menunjuk seorang
hakim sebagai ketua majlis dan dibantu dua orang hakim anggota.
46
44
Pasal 90 ayat 1, Undang-undang No.3 tahun 2006 perubahan Undang-uandang No.7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama,
h.74
45
M. Fauzan, Pokok-pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika,2004, Cet.ke-2, h.14
46
R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Grafika,2004, Cet.ke-6, h.39
Setelah itu hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua majlis
memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam persidangan. Pasal 121 HIR,
47
untuk Membantu Majlis Hakim dalam menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitra sidang dalam hal ini panitra, wakil panitra, panitra
muda dan panitra pengganti.
48
Tatacara pemanggilan dimana harus secara resmi dan patut, yaitu: a.
Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi yang dipanggil ditempat tinggalnya;
b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada Kepala
Desa dimana ia tinggal; c.
Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli warisnya;
d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah tanda
bukti bahwa para pihak telah dipanggil kepada hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan;
e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai.
49
Sedangkan proses pemeriksaan perkara didepan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah tertera dalam
47
M. FAuzan, Pokok-pokok Acara Peradilan Agama, h.13
48
A. Basiq Djalil, Peradialan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, cet.ke-1,h.214
49
R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.40
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 perubahan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 54
50
: “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
undang ini”. Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum,
dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa
mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian, inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim. Penggugat ataupun tergugat. Hakim harus
sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum dilanjutkan
ketahap pemeriksaan.diawali membaca surat gugatan.
51
Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat
melalui Hakim. Pada tahap replik penggugat kembali menegaskan isi gugatannya yang dilakukan oleh tergugat dan juga mempertahankan diri atas sanggahan-
50
A. Basiq Djalil,Peradilan Agama Di Indonesia,h.202-203
51
R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.41-42
sanggahan yang disangkal tergugat. Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.
52
Tahap Replik Duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap pembuktian, penggugat
dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang dimiliki untuk mendukung jawabannya sanggahan , masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak
lawannya. Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan pendapat
akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulakan
dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa.
53
52
R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata.,h.43
53
R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.45
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL