Homoseks Menurut Ulama Fiqh

ﷲا و لﺎ : ﻈ ﺮ ﷲا ﺰ و ا ر أ ر أ و ا ﺮ أة د ﺮ ه ﺎ 66 Artinya: Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi s.a.w. telah bersabda:” Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung tak akan melihat lelaki yang melakukan hubun wanita ﺪ ﺮ ا ﺪ ﺎ ءاﺬ ا ا ﺮ ﻰ أ ﻰ ﻮ لﺎ لﺎ لﻮ ر ﷲا ﻰ ﷲا و لﺎ ا ة وا م : ذا اأ ا ﻰ ﺮ ا ﺮ ﻬ ز ﺎ ا نﺎ و اذ أ ا ا ﻰ ﺮ أة ا Nabi s.a.w. telah bersabda:” Apabila seorang lelaki berhubungan kelamin dengan berdua berzina, dan bila seorang perempuan melakukan tindakan serupa dengan perempuan lain, berarti mereka berdua juga berzina

C. Homoseks Menurut Ulama Fiqh

Semua ulama Muslim sepakat bahwa hubungan kelamin sejenis merupakan suatu pelanggaran seks, dan merupakan perbuatan yang keji. Menurut Sayyid Qutub, sebuah keanehan yang terdapat dalam pernyataan kaum Luth, yang pertama adalah suatu perbuatan keji yang mereka lakukan, padahal mereka menyaksikan sendiri gan kelamin dengan sesama lelaki, atau berhubungan dengan dubur seseorang . Lebih lanjut Nabi s.a.w. bersabda tentang hubungan yang tak wajar ini: ىورو ﺪ ﺮ أة ﻬ ز ﺎ ا نﺎ 67 Artinya: seorang lelaki pula, berarti mereka . 66 Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Maktabah Syamilah, tt juz.18 h.337 67 Imam Baihaqi, As-sunanul Qubro Lil Baiqahi, Maktabah Syamilah, tt juz.8 hal.233 kehidupan dalam segala macam dan jenisnya yang berjalan diatas fitrah, dan mereka sendirilah yang menimbulkan sebuah penyimpangan dan perbuatan aneh. Kemudian pernya hukuman Hadd yang dapat dijatuhkan kepada pelanggarnya kecua dikenakan, apabila si pelanggar telah m Hadist berikut ini: أ ه ﺮ ﺮ ة لﺎ : لﺎ ر ﻮ ل ﷲا ﷲا ﻰ و : Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:” Barang siapa dianta dikerjakan kaum Luth yaitu homoseks, maka bunuhlah dia yang diatas maupun melayaninya”. taan kedua, dia membuka sejelas-jelasnya perbuatan keji yang mereka lakukan. Dengan menyikapi seperti itu saja, sudah cukup menunjukan bahwa perbuatan tersebut sangat aneh dalam kesadaran manusia dan kesadaran fitrah semua mahluk. 68 Para ulama mazhab berbeda pendapat dalam penentuan hukumannya. Menurut Imam Abu Hanifah, tindakan homoseks tidak termasuk perzinahan dan karenanya tak ada li hukuman ta’zir. Sedangkan menurut Imam Malik, hukuman Hadd dapat enikah ataupun belum. Beliau bertumpu pada طﻮ مﻮ ﻮ ﺪ و أ ﻮ ﻷا ا و ﻰ ﻷا , و ﻮ ل ﻷا ﺮ أ ى اﻮ لﻮ او ﺎ ا 69 Artinya: ra kamu sekalian menemukan seseorang yang melakukan perbuatan yang yang di bawah”, dan dalam riwayat lain dikatakan:” Bunuhlah si pelaku dan yang Imam Syafi’i, Abu Yusuf dan Muhammad telah berkata: 68 Sayyid Qutub, Tafsir Fi Dzilal al-Quran, Terj. As’ad Yasin dkk, Beirut: Darul al-Syuruq, 1992 Jilid 2, h.321-322 Imam at-Tirmizi, Sunan Tirmizii, Maktabah Syamilah, tt juz.5 hal. 376 69 Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. telah bersabda bahwa jika si pelanggar telah menikah maka hukuman Hadd dirajam sampai mati ditimpakan atasnya: tetapi kalau dia belum kawin, maka cukupkan hukuman ta’zir baginya. 70 Ibnu Qayyim al-Jauzi mengemukakan bahwa sebagian Fuqoha berpendapat, tidak ada hukuman yang bisa dijatuhkan kepada pelaku, sebab perbuatan itu hanya sekedar lari dari tabi’at dan perbuatan yang dianggap buruk, sehingga hal ini tidak bisa dijadikan alasan bagi pembuat syari’at untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku. Menurut mereka, jika seorang melakukan homoseks secara terus-menerus, maka dia bisa di bunuh sekedar sebagai pelajaran bagi yang lain. Ibnu Qayyim juga menyat ajar, yaitu pada duburnya. Sebagian besar ulama percaya bahwa a karena kasus ini dilingkupi keraguan akan bahwa para sahabat telah sepakat bahwa orang yang melakukan homoseks harus di hukum mati, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara pelaksanaanya. 71 Merupakan suatu kejahatan pula, seseorang yang menggauli istrinya denga cara yang tidak w hukuman ta’zir dapat dikenakan atasny syubhat dan dimana pun ada unsur yang meragukan, maka tak dapat di putuskan hukuman Hadd. 72 70 Abdurrahman I. Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta 1992, Cet.1 h.42-43 71 Ibnu Qayyim al-Jauzi, Raudhah al-Muhibbah wa’al-Nuuzhah al-Mustaqin, terj.oleh Kathur Suhardi, Jakarta: Daar al-Fatah, 1417 h.419 72 Abdurrahman I. Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta 1992, Cet.1 h..43 D. n istri seperti yang tertulis dalam pasal 148 ayat 4 menyatakan:” Setelah a tanpa izin suami”. oseksual dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tentang Pelaksanaan Perkawinan Homoseks Menurut Hukum Positif Dalam masalah homoseksual, Tidak terdapat Undang-undang perdata yang secara jelas mengatur tentang homoseksual, namun dalam masalah homoseks ini, hal tersebut bisa dimasukan pada peraturan yang mengatur tentang perceraian dengan karena penyakit dengan akibat tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 116 point e. Perceraian seperti ini pun selaras dengan KHI yang menyatakan adanya kesepakatan suami da kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadh atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan ijin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan Pengadilan Agama. Terhadap penerapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi”. Di hubungkan pula pasal 132 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan ” Gugatan percerainan diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama dan daerah hukumnya mewilayahi daerah hukum penggugat kecuali istri meninggalkan kediaman bersam Oleh karena itu peraturan tentang cerai gugat sangat mendukung bahwa sinergi disini adalah bahwa cerai gugat dan khulu sama-sama datangnya atas kehendak istri, yang membedakan adalah akibat hukum dan tebusan oleh istri kepada suami. Hom Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak secara tegas disebutkan bahwa homoseks dapat dijadikan alasan perceraian untuk melakukan perceraian. Tetapi bila kita melihat pada pasal 39 point 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikatakan” Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Hal ini didasari pada pasal 34 point 3 yaitu ” Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan”. Bila kita garis bawahi pada kata-kata melalaikan kewajiban, banyak arti yang dapat tidak terpenuhi, maka akan sangat diatur dalam pasal diambil dari kata-kata tersebut. Dalam hal ini kewajiban rumah tangga bisa berarti kewajiban terhadap jasmani dan rohani, kewajiban terhadap rohani disini seperti terpenuhinya kebutuhan biologis. Bila kewajiban kebutuhan biologis dikhawatirkan berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga. Sehingga bila hal ini terjadi, dan salah satu pihak ingin berceraian maka alasan ketidak harmonisan tersebut dapat dijadikan alasan untuk bercerai. Dan dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana homoseks 292, yang berbunyi:”orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Dan dalam pasal 293 yang berbunyi,”barang siapa yang memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan sengaja menggerakan seorang yang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan abul dengan seseorang, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau elayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima hun”.

BAB IV NGADILAN AGAMA DEPOK NOMOR