Sejarah Hukum Waris Islam

BAB IV HASIL PENELITIAN

PERBANDINGAN SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARISAN ADAT MINANGKABAU DENGAN SISTEM HUKUM WARIS ISLAM Pada bab ini diuraikan tentang deskripsi data dan pembahasan hasil penelitian. Deskripsi data dilakukan terhadap sejarah hukum waris Islam dan hukum waris adat Minangkabau serta bagaimana perkembangan Islam di Minangkabau. Sedangkan analisis data yakni berupa perbandingan tentang sistem hukum waris Islam dengan hukum waris adat Minangkabau yang dirinci dengan perbandingan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hak waris, perbandingan contoh kasus pewarisan baik dalam Islam maupun adat Minangkabau hingga diakhiri dengan pandangan Islam terhadap pewarisan adat Minangkabau.

A. Deksripsi Data

1. Sejarah Hukum Waris Islam

Pada zaman Arab jahiliyah periode sebelum Islam, cara pembagian harta waris didasarkan pada nasab laki-laki, yaitu apabila seseorang meninggal dunia, maka harta waris akan diwarisi oleh anak sulung si mayit, atau saudaranya, atau pamannya. Tetapi harta waris tidak diberikan kepada wanita dan anak-anak, dengan alasan wanita dan anak-anak tidak bisa memelihara keamanan dan tidak bisa berperang. Jadi, bangsa Arab yang menganut sistem patrilineal, harta waris hanya diberikan kepada laki-laki saja, yaitu laki-laki yang sudah dewasa dan mampu memanggul senjata mampu berperang dalam mempertahankan kehormatan keluarga, kabilah dan negara serta mampu mendapatkan harta rampasan perang. Hal ini terbukti dari sebuah hadis yang mengungkapkan kasus yang menimpa kedua putrid Sa’ad bin Rabi’, pada saat ayahnya meninggal dunia, paman mereka mengambil seluruh harta peninggalan ayah mereka Sa’ad bin Rabi’. Ketika permasalahan tersebut sampai kepada Rasulullah saw. maka beliau memerintahkan pamannya tersebut untuk memberikan keponakannya dua pertiga, ibu mereka seperdepalan, dan sisanya untuk paman tersebut. Sebagaimana hadits dari Jabir bin Abdullah yang mengatakan : 39 ﻰ إ ﺪْ ﺳ ْﻦ ﺎﻬْﻴﺘﻨْﺎ ﻴ ﺮ ا ﻦْ ﺪْ ﺳ ةأﺮْ ا ْتءﺎﺟ لﺎ ﻪ ا ﺪْ ﻦْ ﺮ ﺎﺟ ْﻦ ﻪْﻴ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻪ ا لﻮﺳر ﻴﻬﺷ ﺪ أ مْﻮی ﻚ ﺎ هﻮ أ ﺘ ﻴ ﺮ ا ﻦْ ﺪْ ﺳ ﺎﺘﻨْا نﺎﺕﺎه ﻪ ا لﻮﺳر ﺎی ْﺖ ﺎ ﺳو ﺬﺧأ ﺎ ﻬ نإو اﺪ إ نﺎ ﻜْﻨﺕ ﺎ و ﺎ ﺎ ﺎ ﻬ ْعﺪی ْ ﺎ ﻬ ﺎ ﺚ ثاﺮﻴ ْا ﺔیﺁ ْﺖ ﺰﻨ ﻚ ذ ﻲ ﻪ ا ﻲﻀْی لﺎ لﺎ ﺎ ﻬ و ﺎ أ ﻂْ أو ﻦْﻴﺜ ﺜ ا ﺪْ ﺳ ْﻲﺘﻨْا ﻂْ أ لﺎ ﺎ ﻬ ﻰ إ ﺳو ﻪْﻴ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻪ ا لﻮﺳر ﻲ ﺎ و ﻦ ﺜ ا ﺎ ﻬ ﻮﻬ ﻚ 40 “Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : Istri Sa’ad bin Rabi’ pernah datang kepada Rasulullah saw. bersama kedua putrinya Sa’ad bin Robi’ kemudian berkata: ‘Ya Rasulullah, inilah kedua putri Sa’ad bin Robi’, ayahnya gugur sebagai syahid bersamamu dalam perag Uhud. Sesungguhnya pamannya telah mengambil hartanya tanpa meninggalkan sedikitpun harta untuk mereka berdua. Dan mereka tidak dapat dinikahkan kecuali mereka punya harta.’ Rasulullah saw bersabda: ‘Allah akan memutuskan permasalahan ini.’ Lalu turunlah ayat waris, maka Rasulullah saw mengirim seseorang menemui paman mereka kedua putri Sa’ad bin Robi’ dan bersabda: ‘Berilah kedua putrid Sa’ad dua pertiga, berilah ibu mereka istri sa’ad seperdelapan dan sisanya untukmu saudara laki-laki Sa’ad.” H.R Tirmidzi, Ibnu Majah Dan pada masa itu, harta waris juga diberikan atas dasar perjanjian persaudaraan bersumpah setia, yaitu apabila salah seorang dari pihak yang mengikatkan diri tersebut meninggal dunia, maka pihak lain yang masih hidup mendapat bagian warisan meskipun tidak seluruhnya. Namun, yang berhak 39 Subchan Bashori, Al-Faraidh Cara Mudah Memahami Hukum Waris Islam, Jakarta: Nusantara Publissher, 2009, h. 17 40 Al-Albani, Sunan Tirmidzi, Juz. 7, h. 437 mendapat waris atas dasar perjanjian kesetiaan tersebut tetap harus laki-laki. Pengangkatan anak juga menjadi sebab saling mewarisi. Akan tetapi syarat yang harus dipenuhi tetap harus laki-laki dan telah dewasa. Jadi orang-orang Arab jahiliyah menjadikan seluruh pembagian harta waris hanya kepada laki-laki, tidak kepada perempuan. Oleh karenanya Allah memerintahkan untuk berbagi sama dalam pembagian, dan telah menetapkan ahli waris dari pihak laki-laki maupun perempuan.

2. Sejarah Hukum Waris Adat Minangkabau