Sejarah Islam di Minangkabau

Oleh karena itulah, pusaka tersebut lebih baik diturunkan kepada kemenakan berupa sawah, ladang, emas dan perak karena kemenakanlah yang telah bersusah payah mau menolong. Itulah sebabnya pusaka mula-mula turun kepada kemenakan pada masa itu sampai sekarang tidak berubah-rubah.

3. Sejarah Islam di Minangkabau

Menurut sejarah, Agama Hindu berpengaruh di Sumatera Barat dimasa Adityawarman. Raja Minangkabau pertama yang memeluk agama Islam adalah Sultan Alif pada abad ke 16. Agama Islam dibawa oleh pedagang-pedagang melalui pusat pantai dan kemudian menjalar ke darat. Masjid menjadi syarat untuk sahnya sebuah nagari. Pusat pendidikan dan perkembangan agama Islam di Ulakan Pariaman dibina oleh Syech Burhanuddin. Ajaran menafsirkan sesuatu dalam alam sebagai wujud dari Allah swt. Dengan cepat ajaran ini bersatu dengan unsur agama Hindu yang masih dianut oleh penduduk. Maka lahirlah peyembahan dan peran orang-orang atau benda keramat, sihir, tenung dan sebagainya. Antara agama Islam dan adat tidak dinyatakan ada pertentangan. Warisan yang menurut adat Minangkabau diturunkan menurut garis ibu tidak dinyatakan berlawanan dengan agama walaupun dalam hukum faraidh dinyatakan berlawanan dengan agama. Pemerintahan berada di tangan penghulu sedangkan urusan pengajian dipegang oleh alim ulama. Keseimbangan ini berubah dengan masuknya paham Wahabi yang menghendaki pemurnian ajaran dan ibadah agama Islam sesuai dengan mazhab Hambali. Gerakan pembersihan dan pemurnian dipelajari oleh M. Sumanik, H. Piobang dan H. Miskin yang baru kembali dari Mekkah pada tahun 1803-1820 dan disebut dengan Perang Paderi. Gerakan-gerakan ini dijalankan dengan teror dan kekerasan berubah menjadi kekuatan politik yang berhadapan dengan kaum penghulu sebagai pemegang kekuasaan lama. Kaum Paderi berhasil menanamkan kekuasaannya. Terjadilah suatu asimilasi yang erat antara ajaran Islam dan adat sebagai pola bertingkah laku dan bertindak. Kalau dahulu persenyawaan adat dan agama Islam diungkapkan dengan pernyataan “adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi adat”, maka sekarang kita kenal pernyataan “adat bersendi syara’ syara’ bersendi kitabullah” . Kedudukan agama berada di atas kedudukan adat sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan, agama berperan dalam mengatakan dan adat berperan dalam memakai yang berarti bahwa adat adalah pelaksanaan ajaran- ajaran agama. Dalam hal dan situasi ini maka sangat dibedakan antara adat jahiliyah dan adat Islamiah. Adat jahiliah adalah adat yang tidak bersumber pada Al- Qur’an dan Hadis, sedangkan adat Islamiah adalah pola yang mendasari cara bertingkah laku dan bertindak sesuai dengan petunjuk-petunjuk agama yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis. Sejarah Islam dalam adat Minangkabau tentu saja tidak lepas dari adanya perang Paderi. Namun, dilihat dari rangkaian historis, perang Paderi bukanlah merupakan gerakan pembaharuan Islam pertama di Minangkabau. Setidak-tidaknya telah ada upaya ke arah itu, seperti yang telah dilakukan Tuanku Nan Tuo. Ia menganjurkan agar semua perintah Al-Qur’an diamalkan. Untuk itu, ia merasa perlu mengadakan perubahan. Perubahan pertama yang dilakukannya adalah perbaikan terhadap surau-surau yang selama itu tenggelam dalam tradisi tarekat. Surau-surau tersebut diorientasikan ke arah syari’at Fiqh Oriental. Ia menetapkan bahwa fiqh merupakan kajian utama di suraunya. Murid-murid tidak hanya dibekali ilmu agama, juga berbagai keterampilan lain sebagai bekal hidup mereka di masa depan. Selain itu, ia juga melakukan perbaikan moral masyarakat dan meluruskan ajaran yang telah diselewengkan. Usaha itu, tentunya dilakukan dengan cara-cara persuasif, lemah lembut, tanpa kekerasan, agar tidak menimbulkan konflik diantara masyarakat dengan ulama. Banyak kasus yang diselesaikan dengan baik, misalnya, soal harta pusaka dan harta warisan yang selama itu menjadi perdebatan diantara tetua adat dan masyarakat. Tuanku Nan Tuo mengembalikan semua persoalan tersebut dengan pendekatan fiqh. Untuk itu ia membagi harta pusaka menjadi dua macam; harta pusaka dan harta pencarian. Harta pusaka diwariskan berdasarkan hukum adat, sedangkan harta pencarian diwariskan kepada anak, walaupun tidak sepenuhnya menurut faraidh hukum pembagian menurut Islam. Tapi ia menganjurkan agar masyarakat berpegang pada hukum Islam dalam penyelesaian setiap masalah yang terjadi di masyarakat. Langkahnya ternyata banyak membawa perubahan dan diikuti oleh murid-muridnya. 42 Di seluruh Minangkabau, buku pedoman yang terkenal untuk kajian syariat adalah sama, yaitu Minhaj al-talibin Pedoman bagi Murid-murid yang Percaya. Oleh orang-orang Minangkabau, buku pedoman ini disebut secara sederhana sebagai “Kitab Fiqh”. Semua buku fiqh Islam yang terkenal sangat mirip. Mula-mula dibahas lima rukun Islam; pengakuan iman, doa, puasa, naik haji dan amal, yang biasa dicakup dalam ibadat atau hukum mengenai perilaku manusia terhadap Allah. Yang ingin maju lebih lanjut bisa mempelajari juga aspek-aspek hukum Islam mengenai hubungan manusia, seperti hukum warisan, hukum perkawinan dan seterusnya. 43

B. Analisis Data