- Jika yang meninggal suami, harta suarang dibagi dua antara
jurai suami dengan janda beserta anak.
- Jika yang meninggal isteri, harta suarang ½ untuk suami
dan ½ untuk anak sebagai harta pusaka sendiri dan bagian ibunya.
B. Kerangka Berfikir
Melihat begitu banyak perbedaan yang ada dalam sistem hukum waris adat Minangkabau dengan sistem hukum waris Islam Fiqh Mawaris dalam
Pendidikan Agama Islam, membuat hal ini menjadi sangat penting untuk dipelajari guna mengetahui sebab adanya perbedaan hukum waris adat
Minangkabau dengan hukum waris Islam. Perbedaan yang mencolok tentu saja terdapat pada ahli waris. Ahli
waris dalam sistem adat Minangkabau lebih banyak memberikan harta warisan kepada anak perempuan sebagai kepemilikan, sedangkan anak laki-
laki hanya mendapat harta untuk diolah tanpa adanya kepemilikan. Mereka juga hanya mendapat tanggung jawab dari mamak paman mereka, sebab
ayah tidak terlalu berperan penting dalam tanggung jawab anaknya karena ayah juga menjadi paman bagi kemenakannya, maka ayahnya juga
bertanggung jawab terhadap kemenakannya. Berbeda dengan sistem hukum waris Islam yang memberikan harta
warisan lebih besar kepada anak laki-laki daripada perempuan. Tidak ada istilah paman lebih bertanggung jawab daripada ayah seperti halnya di
Minangkabau. Ayah tetap berperan dan harus bertanggung jawab kepada anaknya. Dari sinilah tampak jelas perbedaan yang terjadi antara sistem
hukum waris adat dengan hukum waris Islam Fiqh Mawaris dalam konteks Pendidikan Agama Islam.
Tabel 2.1 Kerangka Konseptual
Sistem Hukum Waris
Pengertian Sistem Waris
Ahli Waris Harta Waris
Hak Waris Matrilineal
Bilateral
Studi Banding Sistem Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Islam
Sistem Hukum Waris Islam Sistem Hukum Waris Adat
Adat Minangkabau
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis dengan mendeskripsikan konsep hak waris anak laki-laki
dan perempuan dari sudut pandang adat Minangkabau dan agama Islam. Dalam penelitian kualitatif akan dilengkapi dengan studi lapangan untuk
mendapatkan informasi dari beberapa responden dan studi pustaka pada deskriptif analisis.
Studi pustaka dilakukan untuk menggali berbagai informasi dari buku- buku yang berkenaan dan menunjang dengan kasus yang diteliti atau untuk
mengetahui teori-teori yang telah ada sehingga berdasarkan informasi yang didapatkan tersebut suatu masalah dapat dianalisa.
35
Sedangakan studi lapangan dilakukan untuk mencari informasi mengenai objek yang diteliti, hanya saja cara ini dilakukan melalui obsevasi,
studi pustaka, wawancara dan dokumentasi. Dalam pelaksanaan studi lapangan ini perlu dipertimbangkan relevansi antara tekhnik pengumpulan
35
M. Hariwijaya dan Bisri M. Djaelani, Tekhnik Menulis Skripsi dan Thesis, Jogjakarta: Zenith Publisher, 2004, cet.1, h .37