BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diwajibkan Allah menjaga kelestarian alam. Kewajiban ini merupakan tuntutan serius yang tidak dapat di
tawar-tawar lagi. Sebab, kalau kita berbicara masalah kelestarian alam, itu berarti membincangkan tentang kelangsungan hidup sekian banyak makhluk yang ada di
alam ini. Malaikat sebenarnya sudah merasa khawatir akan eksistensi manusia yang
akan menempati bumi sekaligus menjadi penguasa. Hal ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 30, yang berbunyi:
+, -+. 01 2. 3 ﻡ+ 1ی 6 +1 ی 2ﻡ 6 ﻡ 7
8
9:,0 ;
= ?
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. mereka
berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?
’ Tuhan berfirman:
‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” Q.S. Al-Baqarah2: 30
Kekhawatiran Malaikat berkisar pada kelakuan manusia yang hanya akan melakukan kerusakan dan pertumpahan darah di bumi, hal ini mengindikasikan
bahwa manusia mempunyai potensi destruktif di muka bumi yang sudah diprediksikan oleh malaikat.
1
Allah sebagai Zat yang Maha Tahu dan Maha Kuasa berfiman dalam surat Al- Baqarah ayat 31;
, A 76B: C7D 6CE 3 ﺱ GH 3 7C
I0 JKL 3 ﺱ
2 H M 7NOE 8 3
9:,0 ;
= P
Artinya: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda-benda
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar. Q.S. Al-Baqarah2: 31
Ayat di atas menjelaskan proses allama yaitu pengajaran kepada Adam
tentang segala hal agar ia mampu tampil lebih, bahkan dibanding malaikat sekalipun, sehingga manusia mampu menguasai ilmu pengetahuan yang berguna
bagi kelangsungan hidup dan kehidupan. Proses allama yang membuat manusia berilmu dan berperadaban tinggi justru
cenderung disalahgunakan, bukan untuk kesejahteraan bumi dan seisinya tetapi sebaliknya untuk tujuan-tujuan sesaat demi kepentingan pribadi. Dengan ilmu dan
teknologi yang semakin maju manusia justru menggunakannya sebagai alat untuk mengeksploitasi sumber daya alam.
2
1
. Safaat Setiawan, Islam dan Lingkungan, Jakarta: Jurnal Pusat Studi kependudukan dan lingkungan Hidup, 2002, No.1,Vol.3, h.9
2
. Ibid, h.9
Manusia saat ini terlalu terbuai atas perannya sebagai makhluk yang dimanjakan oleh Allah. Dapat kita lihat dalam surat Al-Baqarah Ayat 29;
3 C1 A Q Nﺱ C7D ﻡ 7 R STC L
7 U3 V L UW ﺱ X0ﺱ C2L C 1
9:,0 ;
= Y
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu
”. Q.S. Al-Baqarah2: 31 Allah menjadikan semua yang ada di bumi untuk manusia, karena itu manusia
menjadi lupa bahwa sebenarnya semua yang diciptakan di atas bumi ini telah berdasarkan pada aturan-aturan tertentu yang seimbang. Seolah sebagai suatu
sistem, semua makhluk di bumi akan dapat lestari apabila berjalan dengan keseimbangan dan kestabilan..
3
Sebagai Negara tropis, Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia. Hutan Indonesia merupakan asset nasional yang memiliki nilai strategis
terhadap pembangunan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hutan Indonesia yang luas merupakan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, karena didalamnya
terkandung beberapa potensi.
4
Sektor kehutanan menjadi salah satu aset devisa Negara selain minyak bumi dan pertambangan yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan
3
. Ibid, h. 10
4
. Firdaus Efendi, Pesan Tuhan Lestarikan Hutan Sikap Menghadapi Bencana Alam, Jakarta: Nuansa Madani, 2005, Cet.III, h. xiii
Indonesia. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejak tahun 1960-an ketika untuk pertama kali kayu diekspor, dan sejak itu sektor ini menjadi andalan untuk
mendapatkan devisa dan menjadi salah satu jalan pintas yang paling potensial untuk menggerakkan roda perekonomian.
5
Hal ini dapat dimaklumi mengingat kebutuhan biaya yang sangat besar untuk pembangunan dan didukung dengan
besarnya keuntungan yang dapat diraih dan daya serap tenaga kerja semakin menguatkan legitimasi beroperasinya modal besar di sector tersebut.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Meskipun Islam tidak melarang memanfaatkan alam, Islam menetapkan
aturan mainnya. Agama Islam memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan alam dengan cara yang baik dan menjadi manusia bertanggung-jawab dalam
melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.
6
Penebangan hutan industri Industrial Logging yang tidak terkontrol selama puluhan tahun telah menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan tropis dalam
skala masif. Tutupan hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan produksi dalam keadaan rusak
parah dan hutan-hutan tropis asli hanya tersisa di kawasan-kawasan konservasi seperti Taman Nasional, Hutan Lindung dan Cagar Alam.
7
5
. Mofit Saptono Soeparman, Islam dan Lingkungan, Jakarta: Jurnal Pusat Studi kependudukan dan lingkungan Hidup, 2002, No.1,Vol.3, h.13
6
. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, Jakarta, Dar Asy-Syuruq, 2001, Cet. Ke I, h. 27
7
. Walhi, Moratorium Kampanye Walhi untuk Penyelamatan Hutan Tropis, Th.1999, h.
Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, maka dari itu harus
dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, professional serta bertanggung
jawab. Quraisy Sihab dalam analisanya mengenai lingkungan hidup menyatakan
bahwa hubungan manusia, alam dan Allah haruslah dipahami sebagai suatu yang integral. Manusia dijadikan sebagai khalifah Allah adalah untuk mengelola alam
ini, oleh karena itu ia melihat bahwa hubungan manusia dan alam bukanlah hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, tetapi hubungan itu haruslah
diartikan sebagai ketundukan dan ketaatan secara bersama kepada Allah, karena pada hakekatnya yang menaklukan alam ini bukan manusia sendiri tetapi Allah
yang menaklukan alam ini untuk manusia.
8
Melihat realitas saat ini menunjukan bahwa manusia tidak lagi berpikir sebagaimana disebutkan di atas. Fenomena kerusakan hutan sebagai penjaga
keseimbangan alam yang terjadi saat ini telah membuktikan hal itu. Berbagai pembakaran hutan, penebangan kayu secara liar, pencurian kayu-kayu hutan, juga
penjarahan dengan paksa, pembukaan lahan-lahan baru secara liar dan banyaknya
8
. Setiawan, Islam dan Lingkungan, h. 10-11
konglomerat nakal yang hanya meraup keuntungan material belaka telah membuat keseimbangan alam ini menjadi hancur.
9
Eksploitasi yang berlebihan, ditambah dengan lemahnya pengawasan dan pengelolaan hutan, telah mengakibatkan degradasi sumber daya hutan meningkat
secara signifikan.
10
Kenyataannya sampai saat ini dapat dilihat bahwa eksploitasi nilai-nilai komersil yang bisa didapatkan dari sektor kehutanan tidak diikuti
dengan tindak pengelolahan hutan sebagai fungsi ekologi, hal ini sering terlupakan bahwa hutan masih mempunyai fungsi lain yang harus dipertahankan
keberadaannya. Para pemasok kayu berlomba untuk mengejar permintaan dunia yang tidak
habis-habisnya terhadap bahan-bahan sekali pakai yang harganya rendah, seperti: kertas, popok bayi, rak buku dari bilah-bilah papan, dan tangkai es krim. Negara-
Negara industri telah terbiasa membayar bahan-bahan mentah dengan harga murah. Perusahaan-perusahaan penebangan kayu bersaing untuk memasok pabrik
semurah mungkin. Kadangkala mereka dibantu pemerintah yang memungkinkan mereka untuk membanjiri pasar dengan kayu murah.
11
Di beberapa tempat para pembalak menebang pohon secara selektif dengan memilih pohon yang paling berharga dan membiarkan yang lainnya. Walau cara
penebangan seperti ini dapat dilakukan dengan cara sedikit menimbulkan bahaya
9
. Ibid, h. 21
10
. Efendi, Pesan Tuhan Lestarikan Hutan Sikap Menghadapi Bencana Alam., h.xiv
11
Sarah Russell, Hutan terlalu berharga untuk dirusak, penerbit WWF, London,1993, h. 10
bagi hutan, tetapi proses penumbangan pohon-pohon itu sering merusak atau memusnahkan pohon dan tanaman-tanaman lain. Selanjutnya, ketika para
penebang membangun jalan untuk mengangkut kayu, mereka membuka kawasan hutan yang luas. Seringkali selama pembangunan jalan melintasi sebuah hutan
tropik yang memakan waktu berminggu-minggu, hutan di kedua sisi jalan akan di tebang dan digantikan dengan lahan pertanian dan perkebunan.
12
Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan itu ternyata membawa dampak yang sangat merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Kerusakan hutan itu
akhirnya menimbulkan banjir, tanah longsor, polusi udara, bahkan terancamnya kehidupan satwa-satwa yang amat penting bagi penjaga kestabilan rantai
makanan. Perusakan hutan berdampak pada kerugian baik dalam aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya
13
Hutan bermanfaat sebagai pelindung tanah dari erosi, penyedap karbondioksida dan memproduksi oksigen dan sumber kekayaan keanekaragaman
hayati, plasmanutfah dan kekayaan genetik
14
. Jika pemanfaatan hutan dilakukan secara berlebihan maka manfaat itu akan hilang, dan kita akan akan membayar
mahal untuk pemulihannya kembali. Penutupan vegetasi alam memainkan peranan penting dalam megatur perilaku drainase air, terutana efek spons yang
12
Ibid, h. 10
13
Sukardi, Ilegal logging dalam perpektif Politik hukum pidana kasus Papua, Yogyakarta: Universitas Yogyakarta Press, 2005, h.73
14
Pengenalan Ekosistem Pegunungan Untuk Peningkatan Kepedulian Masyarakat, Jakarta; Gunung Menara Air Kita, 2002 h. 16
menyekap air hujan, dan air itu ditahan oleh hutan dan padang rumput alam sehingga mengalir keluar dengan lambat dan merata ke dalam sistem sungai,
mengurangi kecenderungan banjir pada periode hujan lebat dan melepaskan air terus-menerus selama periode musim kemarau. Fungsi ini hilang apabila vegetasi
kawasan tangkapan di dataran tinggi menjadi rusak.
15
Tahun 1999 setelah otonomi daerah dimulai, pemerintah daerah membagi- bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak
pengusahaan hutan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktifitas penebangan hutan tanpa izin oleh kelompok masyarakat yang dibiayai
cukong dan dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.
16
Dengan diambilnya bahan baku kayu untuk industri pulp dari hutan alam maka tekanan terhadap hutan alam semakin besar, sebelumnya, sejak adanya
larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1980, di Indonesia telah booming pembangunan industri kayu lapis, industri kayu gergajian dan kemudian industri
pengelohan kayu hilir. Perkembangan industri perkayuan yang sangat pesat menyebabkan kapasitas total industri perkayuan Indonesia melampaui
kemampuan hutan produksi untuk menyediakan bahan baku secara lestari.
17
15
Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi Di Daerah Tropika, Yogayakarta; Gajah Mada University Pers, 1990, h. 9
16
. Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta: Yayasan Amanah dan Ufuk, 2006, Cet. Ke I, h. 133-134
17
. Togu Manurung dan Hendrikus H. Sukaria, Lembar informasi Forest Watch Indonesia “Ancaman Terhadap Hutan Alam Indonesia”
, Bogor, Forest Watch Indonesia, h.2
Kebutuhan industri dan konsumsi lainnya saat ini diperkirakan sebesar 60 juta m³ pertahun, sementara kemampuan suplai lestari hanya sekitar 22 juta m³,
sehingga terdapat kesenjangan sebesar 30-40 juta m³ pertahun. Kesenjangan tersebut sebagian telah dipenuhi dengan kegiatan penebangan liar.
18
Pelaksanaan sistem konsesi HPH ini merupakan tindakan perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat atas hutan yang berada di wilayah adatnya.
Interaksi masyarakat dengan hutan yang harmonis kemudian berubah setelah masuknya gergaji mesin Chain Shaw milik para cukong tauke kayu. Jumlah
gergaji yang beroperasi di dalam hutan semakin lama semakin meningkat dengan pesat seiring dengan meningkatnya industri penggergajian kayu.
19
Kepentingan modal mengeksploitasi habis sumber daya hutan. Pihak pertama dan terutama yang menjadi korban atas kesewenang-wenangan ini adalah
masyarakat adat yang mendiami dan menggantungkan hidupnya dari hutan-hutan alam. Mereka tercabut dari akarnya, kehilangan sumber hidup, kepastian hidup
dan dipaksa menjadi pengungsi di tanahnya sendiri.
20
Hubungan masyarakat dengan bumi, tanah serta seluruh kekayaan yang ada di dalam dan di atasnya terjalin begitu mesra. Mereka membatinkan hingga tataran
iman bahwa tanah tempat leluhurnya bersemayam adalah Ibu-Ibu Bumi.
18
. Walhi, Tanah Air Majalah Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta: Edisi 01 tahun 2007, h.
19
. Menuju Kepunahan Masyarakat Adat, PekanBaru: Berita Jikalahari, Vol. 3 No.8 April 2005, h. 12
20
. Walhi dan Friends of the Earth Indonesia, Tanah Air majalah Advokasi Lingkungan Hidup, Th. 2002, h.8
Misalnya saja dalam konsep ruang hidup masyarakat Amungme tanah leluhurnya dimaknai sejalan anatomi tubuh seorang Ninggok ibu. Dimana bagian elevasi
tertinggi disamakan dengan kepala ibu, ini termasuk puncak-puncak gunung tertinggi di kawasan teritori mereka, karena merupakan wilayah sakral, yang tidak
boleh diganggu gugat. Zona dibawahnya adalah tubuh ibu dari leher hingga pusar, adalah kawasan perbukitan dibawah elevasi gunung-gunung tertinggi atau disebut
juga kawasan menamorin. Dari rahim ibu inilah berawal kehidupan dan air susu ibu. Zona ini merupakan zona ekonomi yakni sebagai pusat kehidupan tempat
masyarakat Amungme tinggal dan bekerja. Zona selanjutnya yakni kaki bukit dan hamparan dataran rendah adalah tubuh ibu dibawah pusar.
21
Selama masyarakat di sekitar dan di dalam hutan tidak mempunyai lapangan kerja yang pasti dan selama alternatif lain tidak tersedia, maka ancaman dan
gangguan hutan berupa penebangan liar akan terus berlangsung. Hal ini tidak lain karena dalam keadaan krisis multi dimensi yang tidak kunjung selesai ini,
ternyata hutan kayu merupakan komoditi yang paling likuid untuk cepat memperoleh hasil dan atau keuntungan besar.
22
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan “Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untuk
21
. Walhi, Tanah Air, No.5, ThXVIII1998, h.30
22
. Boen M. Purnama dan Heru Basuki, masalah Penebangan Liar Dari Perspektif Pemerintah
, Makalah pada Seri Lokakarya: Lokakarya Penebangan Secara Liar Pencurian Kayu, 28-31 Agustus 2000 Jakarta, h. 4
memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa sangat perlu untuk mencoba meneliti dan mencoba memecahkan permasalahan tersebut. Untuk itu
penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul: “TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PEMANFAATAN
KAYU HUTAN
OLEH PEMEGANG HPH HAK PENGUASAAN HUTAN DALAM HUKUM
POSITIF” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini dibatasi hanya pada pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam hukum positif ditinjau dari
hukum Islam. Dari pembatasan tersebut di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut: Pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH harus berjalan dengan
ketentuan yang ada jika memang ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha maka harus ditindak tegas oleh pemerintah berdasarkan peraturan
yang ada. Pengusaha hutan haruslah memikirkan kelestarian hutan dengan melakukan penanaman kembali pada lahan yang telah ditebang pohonnya. Agama
Islam pun memerintahkan demikian, karena hutan untuk kepentingan orang banyak.
Dari rumusan di atas, dapat diajukan pertanyaan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana tujuan pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam
hukum positif. 2.
Bagaimana tata cara pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam hukum positif?
3. Apa Sanksi pelanggaran pemanfaatan kayu hutan dalam hukum positif?
4. Apakah pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH dalam hukum
positif sejalan dengan hukum Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian