G. Pemanfaatan Kayu oleh pemegang Hak Penguasahaan Hutan HPH
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970, pengusahaan hutan diatur melalui pemberian Hak Pengusahaan Hutan HPH. HPH adalah hak mengusahakan hutan
yaitu rangkaian kegiatan usaha kehutanan: penebangan, penanaman dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan, menurut aturan yang
berlaku. Kegiatan pengelolaan hutan menekankan proses pengeluaran kayu dari hutan. HPH diberikan oleh Menteri Kehutanan pada Perusahaan Negara,
Perusahaan Daerah atau Perusahaan Swasta.
76
Dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menjelaskan: “Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan”, pasal 33 ayat 2 “Pemanenan dan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari”, dan pasal 33 ayat 3 “Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur oleh Menteri”.
Pada prinsipnya pengusaha HPH dapat dibagi dua kategori yaitu: 1.
Pengusaha hutan yang menghadapi lahan rusak dan bertegakan hutan muda. Tentu saja pengusaha harus memulai pengusahaan hutan dari
76
. http:www.walhi.or.idkampanyehutanshk070723_hph_cu tanggal 02 juni 2008 jam20.31
penanaman, pemeliharaan dan perlindungan tegakan hutan sebelum memanen hasilnya.
2. Pengusaha hutan yang mendapatkan lahan hutan mengandung tegakan
siap tebang. Namun seperti pengusaha hutan jenis pertama, pengusaha hutan ini juga setelah melakukan penebangan harus mengembalikan hutan
seperti kondisi semula. Pengusaha hutan ini juga harus melaksanakan pemudaan, pemeliharaan, dan perlindungan hutan.
77
Kegiatan HPH yang berkaitan dengan aspek produksi meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Penataan Areal Kerja PAK;
2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan ITSP, kegaiatan pencatatan
pengukuran dan penandaan pohon dalam areal blok kerja tahunan. 3.
Pembukaan Wilayah Hutan PWH, penyediaan prasarana bagi kegiatan produksi kayu, memetakannya dengan skala 1:10.000, dan
4. Penebangan, Penebangan ini meliputi arah rebahnya pohon harus ke
tempat yang sedikit mungkin merusak pohon inti, penyaradan dengan traktor setelah penebangan melalui jalan penyaradan yang telah ditentukan
77
.
Ibid
dan pemotongan tajuk batang pohon setelah di tebang, pengupasan dan pengangkutan.
78
Setiap pohon yang harus ditebang diberi tanda silang bercat merah pada tinggi pohon 1,30 meter dari tanah sedangkan pohon inti yang dilindungi
diberi tanda cat warna kuning melingkari pohon pada ketinggian sekitar 1,30 meter, semua dicatat dalam buku laporan. Sedikitnya ada 25 pohon
perhektar yang berdiameter 20 cm ke atas dengan penyebaran yang merata.
79
Adapun tata cara pemanfaatan kayu hutan oleh pengusaha hutan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan cruising, merupakan tugas utama dalam pengawasan mutu
kayu dari hutan, Laporan Hasil Cruising LHC salah satu dasar rekomendasi untuk pengesahan Usulan Rencana Karya Tahunan URKT
dirangkap tiga yang ditembuskan kepada Kepala Kanwil Kehutanan di Provinsi, Dinas Kehutanan Tingkat I dan untuk arsip perusahaan. Baru
setelah dikeluarkan Surat Keputusan rencana karya tahunan perusahaan di izinkan untuk mengeksploitasi penebangan pohon,
2. Membuat Laporan Hasil Produksi LHP setiap kayu bulat yang
dihasilkan dari penebangan hutan diberi nomor dan diukur berdasarkan pengukuran kayu bulat yang berlaku, setelah diukur maka petugas
78
. Nugraha, dkk, Tantangan Menuju Pengelolaan Hutan Alam Produksi di Indonesia, h. 22- 25
79
. Zain, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan Stratifikasi Hutan Rakyat, h. 126
pengukuran kayu Scaler dan perusahaan mengisi blanko model LHP rangkap tiga dan ditanda-tangani secara bersama. Untuk mendukung
kebenaran LHP, diadakan recheck Kepala Bagian Daerah Hutan bersama Pengawas Juru Ukur. LHP ini dibuat rangkap tiga kemudian disampaikan
kepada Kepala CDK atau kepala KPH, Pengawas scaler dan untuk arsip Perusahaan,
3. Pengangkutan kayu oleh Perusahaan HPH menuju lokasi pengelolaan
kayu hutan atau untuk keperluan lain, harus mengisi blanko dokumen Surat Angkutan Kayu Bulat SAKB dan Daftar Kayu Bulat DKB yang
diterbitkan oleh perusahaan HPH, dibuat rangkap empat, yang pertama dipegang dan dibawa bersama dalam pengangkutan kayu untuk
kepantingan pemeriksaan di perjalanan, lembar lainnya untuk Kepala CDKKepala KPH, Dinas Kehutanan Tingkat I dan satu lembar untuk
arsip, Daftar Kayu Bulat DKB adalah suatu dokumen yang memuat keterangan
mengenai nomor dan tanggal laporan hasil produksi kayu, nomor batang, jenis kayu, diameter dan panjang kayu, serta volume kayu bulat yang
diangkut. 4.
Membuat Rekapitulasi Pemeriksaan Kayu Bulat RPKB yang memuat jenis, jumlah batang dan volume kayu bulat atau bahan baku serpih yang
ada di tempat penumpukan kayu industri pengolahan kayu, dokumen ini berfungsi untuk pembuktian legitimasi penebangan pohon.
5. Membuat Laporan Mutasi kayu LMK bulanan yaitu dokumen yang
memuat perolehan, penggunaan, dan persediaan kayu bulat. 6.
Setiap kayu olahan yang diangkut dari industri pengolahan kayu hulu IPKH dan selain dari industri pengolahan kayu hulu wajib disertai
dokumen surat angkutan kayu olahan SAKO yang dibuat oleh petugas perusahaan yang ditunjuk oleh pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
80
Adapun hak dan kewajiban pemegang izin hak pengusahaan hutan dijelaskan dalam pasal 3 sampai pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970, yaitu:
1. Wajib membayar iuran hak pengusahaan hutan;
2. wajib membuat Rencana karya pengusahaan hutan, yang meliputi:
Rencana Karya Tahunan RKT, Rencama karya Lima Tahunan RKLT, Rencana karya Pengusahaan Hutan RKPH,
3. wajib meneglolan areal pengusahaan hutan berdasarkan rencana karya
pengusahaan hutan dan menaati segala ketentuan di bidang kehutanan. 4.
wajib menaati peraturan di bidang perburuhan dan wajib memperkerjakan secukupnya tenaga ahli kehutanan yang memenuhi syarat di bidang
perencanaan dan penataan hutan, pengukuran, dan pengujian kayu. 5.
Wajib mendirikan industri pengelolaan kayu, 6.
Wajib menaati hak-hak masyarakat hukum adapt,
80
. Ibid, h. 137-141
7. wajib memberikan semua data dan bantuan kepada petugas-petugas yang
melaksanakan pemeriksaan, baik yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu maupun pejabat-pejabat kehutanan.
Meskipun semua HPH menyatakan menggunakan silvikultur berdiameter di atas 50 cm saja, sedangkan bagian TPI tebang pilih Indonesia yaitu tindakan
penanaman, permudaaan dan pemeliharaan hutan sama sekali tidak dilaksanakan, mereka lebih menekankan kepada kegaiatan pembalakan.
81
Hal yang paling sering dilanggar pengusaha hutan dalam masa penebangan adalah kualifikasi pohon yang siap tebang. Biasanya, pengusaha HPH
beranggapan seluruh pohon yang berada di HPH boleh seenaknya ditebang habis, sampai tidak bersisa. Padahal yang benar, pohon dikatakan siap tebang apabila
riap pada tahun masak tebang dan sesudahnya rendah. Untuk lebih jelas mengenal riap, dapat penulis contohkan sebagai berikut. “Jika ada tiga buah pohon yang
saling berdekatan, di mana dua pohon ukurannya pendek dan masih berumur muda, sedangkan pohon yang satu tinggi dan cenderung menghalangi dua pohon
mendapatkan sinar matahari, maka pohon yang pertama disebut riap. Bagi pengusaha HPH maka pohon tersebut yang boleh ditebang”.
82
81
. Syafi’i Manan, Hutan , Rimbawan dan Masyarakat, Bogor, IPB Press, 1997, cet. Ke I, h.20
82
. http:els.bappenas.go.iduploadotherSalah20Kaprah20Hak20Pengusahaan-SK.htm Tanggal 2 Juni 2008, Jam 20.43 WIB
Dalam pengusahaan hutan tropik di luar jawa, pesatnya kegiatan pembalakan sebagai usaha peningkatan produksi kayu telah menimbulkan semakin
bertambahnya areal bekas penebangan dalam hutan produksi. Keadaan ini apabila tidak diimbangi dengan usaha-usaha pembinaan hutan yang terencana akan
menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas dari areal hutan yang diusahakan.
83
H. Sanksi Pelanggaran HPH