Tujuan Pemanfaatan Kayu Hutan Dalam Hukum Positif Persfektif Hukum

ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN KAYU HUTAN OLEH PEMEGANG HPH DALAM HUKUM POSITIF

D. Tujuan Pemanfaatan Kayu Hutan Dalam Hukum Positif Persfektif Hukum

Islam Pada awalnya pengusahaan hutan untuk kemanfaatan ekonomi terutama di kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan azas kelestarian, agar terwujud sumber daya hutan yang lestari, yang dapat memproduksi hasil hutan kayu secara terus menerus. 93 Hutan adalah sumber kekayaan alam yang tiada ternilai, di masa pembangunan, hutan sudah selayaknya dimanfaatkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hutan produksi hutan jati, damar, dan bambu dan hutan tanaman menghasilkan berbagai macam kayu. Hasil hutan melimpah itu sangat diharapkan untuk menunjang pembangunan. Dalam pembangunan fisik, pembangunan gedung, jembatan, rel-rel kereta api, banyak dibutuhkan kayu yang berkualitas tinggi. Begitu pula pada pembangunan industri, hasil hutan diolah secara mekanis untuk diperoleh berbagai barang yang bernilai ekonomi. 94 93 . Abdul Fattah, Rimbawan Amanah Revitalisasi Landasan Idiil Pengelolaan Sumber Daya Hutan Secara Lestari dan Berkeadilan , Debut Press, h. 74 94 . Purwita, Tatkala Hutan Tak Lagi Hijau, , h. 21 Perusahaan pemegang HPH hanya melihat kayu dalam hutan sebagai hasil dan barang dagangan, mereka melihat hutan sebagai suatu ekstraksi atau bahan tambang yang bisa diambil kayunya tanpa batas dan seolah-olah akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Usaha demikian hanya menjurus kepada suatu usaha yang sifatnya pengurasan. 95 Hutan sebagai penghasil kayu pandangan ini tidak konsisten dengan prinsip hutan sebagai kesatuan ekosistem. Selama ini falsafah yang dikembangkan sangat bernuansa ekonomik-materialistik. Para pengelola hutan cenderung memperhatikan nilai ekonomi hutan secara dominan pada jangka relatif pendek, yaitu pada unsur-unsur kayu yang dapat menghasilkan uang dalam waktu singkat. 96 Membangun suatu Sistem Pengusahaan Hutan dengan sasaran utama pembangunan telah menghasilkan hasil cukup besar meski bersifat relatif terhadap pemasukan keuangan negara. Akan tetapi ada hal lebih penting yang perlu kita pikirkan, yakni dampak yang ditimbulkan oleh sistem eksploitasi hutan yang dicatat selama ini lebih banyak merugikan secara ekologis dalam jangka 95 . Fuad dan Maskanah, Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan, h. 74 96 . Ibid, h. 76 panjang. Persoalan demikian perlu dipikirkan mengingat dampak buruk tersebut nantinya akan dirasakan oleh generasi setelah kita. 97 Sejak diberlakukan sistem pengelolaan hutan di Indonesia dengan sistem HPH, konflik selalu muncul antara pengusahaan hutan dengan masyarakat lokal. Hal ini terutama terjadi karena pemerintah secara sepihak telah menertibkan hak- hak masyarakat adat untuk memungut hasil hutan. Penyebab utama yang membuat kondisi masyarakat di lingkungan hutan menjadi lebih buruk karena pemerintah memberikan jutaan hektar hak pengusahaan hutan pada beberapa orang, dan pada saat yang sama menghilangkan hak-turun-temurun puluhan juta orang yang hidup di hutan. Hal ini menunjukkan kebijakan kehutanan kita adalah people-phobia atau anti rakyat. 98 Hutan sebagai sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak, ternyata tidak pernah dengan sebenarnya dikelola bagi kemakmuran rakyat. Ribuan komunitas yang selama ini menggantungkankan hidupnya dan terpaksa menyingkir. Masyarakat lokal acapkali hanya memperoleh sedikit saja hasil dari adanya kegiatan pengusahaan hutan oleh para pengusaha. Bahkan yang terjadi 97 . Fattah, Rimbawan Amanah Revitalisasi Landasan Idiil Pengelolaan Sumber Daya Hutan Secara Lestari dan Berkeadilan , h. 99 98 . Walhi, Tanah Air Majalah Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta: No. 5 tahun XVIII1998, h.34 adalah disisakannya lingkungan yang telah rusak bagi mereka, setelah proses pengusahaan berakhir. 99 Apabila orang barat menyimpulkan problematika dasar ekonomi pada menurunnya sumber daya alam sebagai akibat membludaknya populasi manusia, maka Al-Qur’an melihat bahwa nikmat Allah tidak mungkin dapat dihitung, dan bahwa sumber-sumber alam sangatlah subur, tetapi karena ini pulalah kemudian banyak manusia terperosok dalam kekufuran dan kezhaliman. Kezhaliman dan kufur nikmat itulah barangkali yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam alam dan berakibat pada sumber-sumber pendapatan manusia. 100 Allah berfirman: YP1L + P e5 7H 8 NE5 s 72 7H Š z41‹JC NE5 Œ c7W;G 9K1L M1•  Žz4 z 5 i•E Artinya: “ Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, Maka Sesungguhnya azab- Ku sangat pedih. Q.S. Ibrahim14:7 Pemanfaatan sumber daya alam dikelola secara bijaksana sepanjang keperluan umat manusia dan tidak menggunakan dengan cara berlebih-lebihan yang akhirnya menyebabkan kerusakan dan bencana, tapi manusia terkadang berbuat 99 . Fuad dan Maskanah, Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan, h. 34 100 . Ramly, Islam Ramah Lingkungan Konsep dan Strategi Islam Dalam Pengelolaan, dan Penyelamatan Lingkungan Hidup , h.41 kesalahan dalam mengelolanya, mereka mengeksploitasi berdasarkan hawa nafsunya untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan bencana apa yang ditimbulkan, manusia tersebut tidak mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan memandang baik perbuatannya yang salah. 101 Firman Allah SWT: E. ‚ `  •m n , c?5, H 1}7 1 Ss? u D 5 z7† z AD 9.‘ ‡ 0’ g D Nm1}-iŠ i“E Artinya: “Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; Maka siapakah yang akan menunjuki orang yang Telah disesatkan Allah? dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun ”. Q.S.Ar- Ruum30: 29 Dalam kaitan ini maka prinsip-prinsip pembangunan mencakup Tauhid, persaudaraan global, kerja dan produktivitas, kerjasama, kepemilikan dan keadilan distributif adalah urgen dan relevan untuk mengamalkan sabda Nabi Saw. J B : J B : Artinya: “Tidak boleh terjadi kerusakan terhadap manusia dan tidak boleh manusia melakukan kerusakan terhadap orang lain ”. 101 . Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, h. 17 Dan teori ekonomi konvensional tidak relevan untuk pembahasan pembangunan kehutanan berkelanjutan. 102 Pemanfaatan kayu hutan dilihat dari sisi apakah akibat pengambilan itu, eksistensi dan fungsi pohon tersebut akan hilang ataui tidak, kalau tidak menghilangkan eksistensi dan fungsi maka ada kelonggaran untuk memanfaatkannya. Hal yang sama juga mesti diperhatikan demi kelestarian lingkungannya ialah menghindari eksploitasi yang berlebihan, walau telah mendapat izin HPH para pengusaha tidak dibenarkan melakukan usahanya sehingga merusak ekosistem hutan. 103 Alam diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan alam itu pulalah yang menjadi pertanda adanya Sang Maha Pencipta. Dalam kaitan ini, alam telah ditentukan kepentingannya sebagai obyek yang terbuka bagi manusia untuk dimanfaatkan, sehingga alam diciptakan Allah dalam tingkatan yang lebih rendah dibanding manusia, sekalipun alam itu sendiri statusnya sama dengan makhluk Allah. 104 Firman Allah: 102 . Murasa Sarkani Putra, Hutanku Hutanmu Hutan kita semua, Bogor: Yayasan Bina Lingkungan Gunung Salak, 2003, h. 24 103 . Fiqh Realitas, Respon Ma’had Aly Terhadap Warna Hukum Islam Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Cet. Ke I, h. 289-290 104 . Departemen Kehutanan dan Conservation Te Papa Atawhai, Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam , Proyek Taman Nasional ujung kulon kerja sama pemerintah Indonesia dan Selandia Baru, 1993-1995 s5 5 9K V= X H 5 9 M1N HI M1N ij78BC `X 7H Yc? u v w 1Z5, Q  pD 9 9 D  zQZ { {1N | 1}7 1 Ss? u ;~ •z ;~ S? : o } € i“hE Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang keesaan Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan ”. Q.S.Luqman31: 20 H 3 ﺱ + ﻡ 2 h i Z CO 1 J : j H 3 ﺱ + ﻡ , C+ G h i “Menghilangkan kerusakan lebih utama dari pada menarik kemashlahatan dalam redaksi lainnya; Menghilangkan kerusakan lebih didahulukan atas menarik kemashlahatan” 105 Yang dimaksud dengan Dar’ul mafasid adalah menghilangkan atau melenyapkan sesuatu yang merusak, jika terjadi tarik menarik antara sesuatu yang merusak dan sesuatu yang maslahah, maka meolak sesuatu yang merusak harus lebih diutamakan. Walaupun untuk itu harus kehilangan peluang mendapatkan sesuatu yang maslahah sebab kepedulian Islam terhadap hilangnya kerusakan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan menciptakan sesuatu yang 105 . Abbas, Qawa’id Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, h. 148 maslahah, kesungguhan Syari’at Islam dalam menghimbau untuk meninggalkan larangan, lebih diprioritaskan dari pada himbuan untuk melaksanakan perintah. 106 Sudah pasti yang menjadi tolak ukur untuk memberikan sanksi adalah seberapa besar kerusakan alam yang terjadi. Pengusaha hutan yang telah memangsa banyak kayu hutan untuk menggendutkan perutnya sendiri tentu harus dihukum lebih berat dari orang yang hanya mencuri sebatang kayu hutan untuk mengganjal perutnya karena lapar, serta memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, Mereka tidak disamakan. Sebab al Qur’an menagjarakan agar kadar hukuman yang diberikan kepada seseorang harus sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. 107 Firman Allah Swt: AD ;.  Q ”• X ;5 YZ { f~1L Zc? • AD ;.  51?– D .;G5P l{5— ˜  5 `šŠ5 e ˜e5 + ? pAz 4 5Q9[QZY› K ‹74 Q†} 1}7 1 S ihE Artinya: “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab ”. Q.S. Al-Mu’minun23: 40 Apalah artinya lisan kita mengucap jutaan kalimat syukur, jika perbuatan kita bertentangan dengannya. Al-Ghazali mengatakan bahwa syukur adalah 106 . Ibid, h. 149 107 . Fiqh Realitas, Respon Ma’had Aly Terhadap Warna Hukum Islam Kontemporer, h. 293- 294 memperlakukan barang pemberian sesuai dengan keinginan pemberi. Negeri ini diberi Allah kekayaan alam yang berlimpah, terutama hutan yang lebat, maka pemimpin dan rakyat negeri ini harus bergandeng tangan menjaganya bukan malah merusaknya karena sang Pemberi melarang perusakan alam. 108 Analisa penulis terhadap tujuan pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH adalah bahwa pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang HPH untuk tujuan pembangunan ekonomi yang diatur oleh Negara berdasarkan kelestarian hutan, banyak peraturan yang berkenaan dengan kelestarian dan keberlanjutan agar dapat dimanfaatkan secara terus menerus, hal ini sejalan dengan hukum Islam, dan diperuntukkan untuk kemashlahatan ummat secara menyeluruh, tapi dalam prakteknya banyak pemegang HPH yang mementingkan keperluan pribadinya saja. Di sinilah peran pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pemegang HPH yang melalaikan kewajibannya terhadapa kelestarian hutan.

E. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pelanggaran HPH Dalam Hukum