Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf

48 benda tersebut menjual, memberikan, atau mewariskannya, untuk disalurkan hasilnya pada sesuatu yang mubah tidak haram yang ada”. 5 Dari definisi diatas pada dasarnya mengandung makna yang sama, yaitu eksistensi benda wakaf itu haruslah bersifat tetap, artinya biarpun faedah atau manfaat benda itu diambil, zat benda tersebut masih tetap ada selamanya, sedangkan hak kepemilikanya berakhir, tidak boleh dijual, diwariskan, dihibahkan, serta harta tersebut dipersembahkan oleh si wakif orang yang mewakafkan untuk tujuan amal saleh guna mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dengan melepaskan harta wakaf itu menjadi milik Allah SWT sehingga tidak dapat dimiliki atau dipindah tangankan kepada siapapun dan dengan cara bagaimanapun juga. Dalil yang menjadi dasar disyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari pemahanman teks ayat al-Qur’an dan juga Sunnah. Tidak ada dalam ayat al- Qur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Namun yang ada adalah pemahaman konteks terhadap ayat al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan. Ayat-ayat yang dijadikan landasan hukum adanya wakaf adalah sebagai berikut: 6 ﻮﺤﻠﹾﻔﺗ ﻢﹸﻜﹶﻠﻌﹶﻟ ﺮﻴﺨﹾﻟﺍ ﺍﻮﹸﻠﻌﹾﻓﹺﻭ ﻢﹸﻜﺑﺭ ﺍﻭﺪﺒﻋﺍﻭ ﺍﻭﺪﺠﺳﺍﻭ ﺍﻮﻌﹶﻛﺭﺍ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﻦﻳﺬﱠﻟﹾﺍ ﺎﻬﻳ ﹶﺄﻳ ﹶﻥ ﺞﳊﺍ ۲۲ : ۷۷ 5 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia,Jakarta:Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, h.163 6 Ibid., h. 23-24 49 Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, rukulah kamu, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”Qs: Al-Haj22:77 ﹶﻟﻦ ﻢﻴﻠﻋ ﻪﹺﺑ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥﹺﺈﹶﻓ ٍﺀﻰﺷ ﻦﻣ ﺍﻮﹸﻘﻔﻨﺗ ﺎﻣﻭ ﹶﻥﻮﺒﺤﺗ ﺎﻤﻣ ﺍﻮﹸﻘﻔﻨﺗ ﻰﺘﺣ ﺮﹺﺒﹾﻟﺍ ﺍﻮﹸﻟ ﺎﻨﺗ ﻝﺍ ﻥﺮﻤﻋ ۳ : ۹۲ Artinya : “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikanyang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui”.QS al-Imran3:92 ﻮﻣﹶﺍ ﹶﻥﻮﹸﻘﻔﻨﻳ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﹸﻞﹶﺜﻣ ﺍﹶﻟ ﹺﻞﻴﹺﺒﺳ ﻰﻓ ﻢﻬ ﹸﺔﹶﺋﹾﺎﻣ ﺔﹶﻠﺒﻨﺳ ﱢﻞﹸﻛ ﻰﻓ ﹶﻞﹺﺑﺎﻨﺳ ﻊﺒﺳ ﺖﺘﺒﻧﹶﺃ ﺔﺒﺣ ﹺﻞﹶﺜﻤﹶﻛ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺂﺸﻴﻨﻤﻟ ﻒﻌﻀﻳ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻭ ﺔﺒﺣ ﻢﻴﻠﻋ ﻊﺳﺍﻭ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻭ ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ ۲ : ۲٦١ Artinya: “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir menumbuhkan seratus biji. Allah melipat gandakanganjaran bagi siapa saja yang dia kehendaki. Dan Allah maha kuasakarunianya Lagi Maha Menngetahui”.QS al- Baqarah2:261 Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa Hadits Nabi yang menyinggung masalah shadaqah jariyah. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa : ﹶﺓﺮﻳﺮﻫ ﻲﹺﺑ ﹶﺍ ﻦﻋ ﻪﻨﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻲﺿﺭ ﺭ ﱠﻥﹶﺍ ﺻ ﷲﺍ ﹶﻝ ﻮﺳ ﹶﻠ ﹶﻝ ﹶﺎﻗ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰ : ﻦﺑﺍ ﺕ ﹶﺎﻣ ﺍﹶﺫﺍ ﺍ ﻪﹸﻠﻤﻋ ﻊﹶﻄﹶﻘﻧﺍ ﻡﺩﹶﺍ ﱠﻻ ﺙ ﹶﻼﹶﺛ ﻦﻣ , ﹶﺎﺟ ﺔَﹶﻗﺪﺻ ِﹺﺭ ﺔﻳ , ﻭﹶﺍ ﻪﹺﺑ ﻊﹶﻔﺘﻨﻳ ﹴﻢﹾﻠﻋ ﻭﹶﺍ ﻭ ﻪﹶﻟ ﻮﻋﺪﻳ ﹴﺢﻟﹶﺎﺻ ﺪﹶﻟ ﻢﻠﺴﻣ ﻩﺍﻭﺭ ٧ 7 Imam Abu al-Husain Muslim al-Hijaj, Shahih Muslim, Mesir: Dar al-Hadits al-Qahirah, 1994, jilid 6, cet.ke-1, h.95. 50 Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anak adammanusia meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya kecuali tiga hal yaitu shadaqah jariahwakaf, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendo’akan orang tuanya”. HR. Muslim Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikemukakan didalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf. Sebab pahala wakaf akan tetap mengalir walaupun pewakaf tersebut telah meninggal dunia selama harta wakaf tersebut masih ada dan digunakan sesuai dengan keinginan si wakif. 8 Selain ada hadits Nabi yang dipahami secara tidak langsung terkait masalah wakaf, ada beberapa hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di khabair: ﹶﻝ ﹶﺎﻗ ﹶﺎﻤﻬﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﺿ ﺭ ﺮﻤﻋ ﹺﻦﺑﺍ ﻦﻋ : ﺏ ﹶﺎﺻ ﹶﺍ ﺮﻤﻋ ﻴﺨﹺﺑ ﹶﺎﺿﺭﹶﺍ ﺒ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﻲﹺﺒﻨﻟﺍ ﻲﺗﹶﺄﹶﻓ ﺮ ﻣ ﹾﺄﺘﺴﻳ ﻢﱠﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﹶﻝ ﹶﺎﻘﹶﻓ ﹶﺎﻬﻴﻓ ﻩﺮ : ﹶﺍ ﹺﻲﻧ ﺍ ُﷲ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﹶﺎﻳ ﺨﹺﺑ ﹰﺎﺿﺭﹶﺍ ﺖﺒﺻ ﹶﻻ ﹶﺎﻣ ﺐﺻﹸﺍ ﻢﹶﻟ ﺮﺒﻴ ﱡﻂﹶﻗ ﺮﻣﹾﺄﺗ ﹶﺎﻤﹶﻓ ﻪﻨﻣ ﻱﺪﻨﻋ ﺲﹶﻔﻧﹶﺍ ﻮﻫ ﹶﻝﻮﺳﺭ ﻪﹶﻟ ﹶﻝﹶﺎﻘﹶﻓ ﻪﹺﺑ ﹺﱐ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﷲﺍ : ﹾﻥﺍ ﺴﺒﺣ ﺖﹾﺌﺷ ﻭ ﹶﺎﻬﹶﻠﺻﹶﺍ ﺖ ﹶﺎﻬﹺﺑ ﺖﹾﻗﺪﺼﺗ . ﻉﹶﺎﺒﻳﹶﻻ ﻪﻧﹶﺃ ﺮﻤﻋﹶﺎﻬﹺﺑ ﻕﺪﺼﺘﹶﻓ ﹶﻝﹶﺎﻗ ﻭ ﹶﺎﻬﹸﻠﺻﹶﺍ ﻻ ﺘﺒﻳ ﻉﺎ ﹸﺙﺮﻳﹶﻻﻭ ﺐﻬﻳﹶﻻﻭ . ِﷲﺍ ﹺﻞﻴﹺﺒﺳ ﹺﰱﻭ ﹺﺏﹶﺎﹶﻗﺮﻟﺍ ﹺﰱﻭ ﰉﺮﹸﻘﻟﺍ ﹺﰱﻭ ِﺀﺍﺮﹶﻘﹸﻔﻟﺍ ﻲﻓ ﺮﻤﻋ ﻕﺪﺼﺘﹶﻓ ﹶﻝﹶﺎﻗ ﻢﻌﹾﻄﻳ ﻭﹶﺍ ﻑ ﺮﻌﻤﹾﻟﺎﺑ ﹶﺎﻬﻨﻣ ﹶﻞﹸﻛﹾﺄﻳ ﹾﻥﹶﺍ ﹶﺎﻬﻴﻟﻭ ﻦﻣ ﻰﻠﻋ ﺡﺎﻨﺟ ﹶﻻ ﻒﻴﻀﻟﺍﻭ ِﹺﻞﻴﹺﺒﺴﻟﺍ ﻦﺑﺍﻭ ﹶﻏ ﹰﺎﻘﻳﺪﺻَ ﻪﻴﻓ ﹴﻝﻮﺘﻣ ﲑ ﻢﻠﺴﻣ ﻩﺍﻭﺭ ٩ 8 Imam Muhammad Ismail Kahlani, Subulus Salam, Bandung:Dahlan, 1982 jilid 3 h 87. 9 Muhammad Nashirudin al-Albani, Mukhtasar Shahih Muslim, Beirut:al-Maktab al- Islami,t.t no hadits 1003, h. 701. 51 Artinya: “ Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di khabair, kemudian dia menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah saya mendapatkan sebidang tanah di khabair, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu, dan kamu sedekahkan hasilnya. Kemudian Umar melakukan sedekah hasil tanah tersebut dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar : Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu pengurusnya makan dari hasilnya dengan cara baiksepantasnya atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta dan memberimakan kepada temannya sekedarnya”. HR. Muslim. Dalam sebuah hadits lain disebutkan: ﹶﻝ ﹶﺎﹶﻗ ﺮﻤُﻋ ﻰِْﹺﺑﹶﺍ ﻦﻋ : ﻲﻟ ﻲِﺘﹶﻟ ﺍ ﹺﻢﻬﺷ ﹶﺔﹶﺋ ﺎﻣ ﱠﹶﻥﺍ ﻢﱠﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﹺﻲﹺﺒﻨﻠﻟ ﺮﻤﻋ ﹶﻝﹶﺎﻗ ﻕﺪﺼﺗﹶﺍ ﹾﻥﹶﺍ ﺕﺩﺭﹶﺍ ﺪﹶﻗ ﹶﺎﻬﻨﻣ ﻲﹶﻟﺍ ﺐﹺﺠﻋﹸﺍ ﹾﻂﹶﻗ ﺎﹶﻟﺎﻣ ﺐﺻﹸﺍ ﻢﹶﻟ ﺮﺒﻴﺨﹺﺑ ﺎﻬﹺﺑ , ﻲﹶﻠﺻ ﻲﹺﺒﻨﻟﺍ ﹶﻝ ﺎﹶﻘﹶﻓ ﻢﹶﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﷲﺍ : ﻪﺗ ﺮﻤﹶﺛ ﹾﻞﺒﺳ ﻭ ﺎﻬﹶﻠﺻﹶﺍ ﺲﹺﺒﺣﺍ ﻢﻠﺴﻣ ﻭ ﻱﺮﺨﺒﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ Artinya: Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi SAW, saya mempunyai seratus dirham saham di khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkan. Nabi SAW mengatakan kepada umar: tahanlah jangan jual, hibahkan dan wariskan asalnya modal pokok dan jadikan buahnya sedekah fi sabilillah”.HR. Bukhari dan Muslim. 10 Dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang menyinggung tentang wakaf tersebut Nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang ditetapkan berdasarkan kedua sumber hukum tersebut. Sehingga ajaran wakaf ini diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihâdi, bukan 10 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Para Digma Baru Wakaf di Indonesia, h.26. 52 ta’âbudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat, peruntukan dan lain-lain Oleh sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad seperti qiyâs, maslahah mursalah dan lain-lain. Khusus pada skripsi ini metode ijtihad yang digunakan adalah maslahah mursalah. 11 Sedangkan mengenai dasar hukum wakaf menurut undang-undang no. 41 tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan dalam Bab II Dasar-dasar wakaf pasal 2 dan pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut: pasal 2 wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah. Pada pasal 3 wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Dari pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar hukum wakaf Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf sesuai dengan dasar hukum menurut hukum Islam yang telah dipaparkan diatas.

B. Rukun dan Syarat Wakaf

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf. Perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka dalam memandang subtansi wakaf. Pengikut Hanafi memandang bahwa rukun wakaf hanyalah sebatas shigat lafal yang menunjukan maknasubtansi wakaf. Karena itu, Ibn Najm pernah 11 Ibid., h. 27. 53 mengatakan bahwa rukun wakaf adalah lafal-lafal yang menunjukan terjadinya wakaf. 12 Berbeda dengan Hanafiyah. Pengikut Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan Hanabilah memandang bahwa rukun wakaf terdiri dari: 13 1. Waqif orang yang berwakaf 2. Mauquf ‘alaih orang yang menerima wakaf 3. Harta yang diwakafkan 4. Lafal atau ungkapan yang menunjukan proses terjadinya wakaf Berkaitan dengan hal ini, Al-Khurasyi mengatakan bahwa rukun wakaf ada empat, yaitu barang yang diwakafkan, shigat lafal, wakif, dan mauquf alaih. Sedangkan menurut Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf dalam pasal 6 disebutkan bahwa wakaf dilaksanakan apabila telah memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: 1. Wakif 2. Nazhir 3. Harta benda wakaf 4. Ikrar wakaf 5. Peruntukan harta benda wakaf 6. Jangka waktu. 12 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf:Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta, Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf diterjemahkan dari Hikam al-Waqf Fi al-Syari’ah Islamiyah, Jakarta:IIMaN, 2004, cet. ke-1, h.86 13 Ibid., h.87 54 a. Wakif Para ulama mazhab sepakat bahwa, sehat akal merupakan syarat sah melakukan wakaf. Selain itu mereka juga sepakat bahwa, baligh merupakan persyaratan lainnya. Ditambah lagi dengan syarat orang yang merdeka bukan budak dan memiliki kemampuan untuk bertindak hukum atas harta cakap hukum 14 . Wakaf juga harus dilakukan secara suka rela, tidak karena dipaksa. 15 Menurut Undang-undang no. 41 tahun 2004, pasal 1 ayat 2, yang dimaksud dengan wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya, wakif meliputi: 1 Perseorangan Wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: a. Dewasa b. Berakal sehat c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum d. Pemilik sah harta benda wakaf 2 Organisasi 14 Juhaya S. Praja, perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1995, h. 54 15 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Jakarta:Wijaya, 1954, h. 304-305 55 Wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan 3 Badan hukum Wakif badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan. b. Nazhir Pasal 1 ayat 4 mengatakan bahwa, yang disebut sebagai nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir meliputi: a Perseorangan Perseorangan hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: 1. Warga Negara Indonesia 2. Beragama Islam 3. Dewasa 4. Amanah 5. Mampu secara jasmani dan rohani 6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum b Organisasi Organisasi hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: