Juga merupakan isi skripsi ini, berisi tentang kandungan maslahah Merupakan penutup dari skripsi ini. Dalam bab ini penulis membaginya

18 sedangkan kemaslahatan berarti kegunaan, kebaikan, manfaat kepentingan. 2 Dalam arti yang umum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan dan ketenangan, atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak kemudharatan atau kerusakan. Sehingga setiap yang mengandung manfaat patut disebut maslahah. Sedangkan kata mursalah merupakan bentuk isim maf’ul dari kata : arsala- yursilu-irsal yang artinya: ‘adam al-taqyid tidak terikat; atau yang berarti juga: al-mutlaqah bebas atau lepas 3 Kemudian pengertian maslahah secara terminologi, terdapat beberapa definisi maslahah yang dikemukakan ulama ushul fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam al-Ghazali misalnya, mengemukakan bahwa pada prinsipnya maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’ 4 Tujuan syara’ yang harus dipelihara tersebut ada lima bentuk, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, 1996, cet. ke-2 h.634. 3 Ahmad Mukri Aji, Pandangan al-Ghazali Tentang Maslahah Mursalah, Jurnal Ahkam, IV, 08, Jakarta:2002, h.38. 4 Ma’ruf Amin, fatwa dalam sistem hukum islam, Jakarta:Paramuda Advertising, 2008, cet. ke-1,h.152. 19 tujuan syara’ tersebut maka dinamakan maslahah, dan upaya untuk menolak segala bentuk kemudharatan yang berkaitan dengan kelima aspek tujuan syara’ tersebut juga dinamakan maslahah. 5 Dalam kaitan dengan ini, Imam al-Syâthibi mengatakan bahwa kemaslahatan tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia maupun kemaslahatan akhirat, karena kedua kemaslahatan tersebut apabila bertujuan untuk memelihara kelima tujuan syara’ termasuk kedalam konsep maslahah. Dengan demikian, menurut al- Syâthibi, kemaslahatan dunia yang dicapai seorang hamba Allah harus bertujuan untuk kemaslahatan diakhirat 6 Sedangkan definisi maslahah menurut said Ramadhan al-Buthi adalah: ﹸﺔﺤﹶﻠﺼﹶﳌﺍ : ﻢﹺﻬﺳﻮﹸﻔﻧ ﻭ ﻢﹺﻬﹺﻨﻳﺩ ﻆﹾﻔﺣ ﻦﻣ ﻩﺩﹶﺎﺒﻌﻟ ﻢﻴﻜﹶﳊﺍ ﻉﹺﺭﺎﺸﻟﺍ ﹶﺎﻫﺪﺼﹶﻗ ﻲﺘّﹶﻟﹶﺍ ﹸﺔﻌﹶﻔﻨﹶﳌﺍ ﹶﺎﻬﻨﻴﺑ ﹶﺎﻤﻴﻓ ﹴﺐﻴﺗﺮﺗ ﻖﺒﹶﻃ ﻢﹺﻬﻟﺍﻮﻣﹶﺍﻭ ﻢﹺﻬﻠﺴﺗﻭ ﻢﹺﻬﻟﻮﹸﻘﻋﻭ ٧ Artinya:”al-maslahah adalah manfaat yang ditetapkan syar’i untuk para hambanya yang meliputi pemeliharaan agama, diri, akal, keturunanharta mereka sesuai dengan ukuran tertentu diantaranya.” Dari definisi tersebut, tampak yang menjadi tolak ukur maslahah adalah tujuan syara’ atau berdasarkan ketetapan syar’i. Inti kemaslahatan yang 5 Ibid., h.153. 6 Abu Ishak Ibrahim ibn Musa ibn Muhammad al-Syâtibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, t,t:Dar ibn Affan, 1997 cet, ke-1 jilid 2,h. 17-18. Lihat juga Ma’ruf Amin, fatwa dalam sistem hukum Islam, Jakarta:Paramuda Advertising, 2008,cet. ke-1,h.153. 7 Said Ramadhan al-Buthi, Dwabit al-Maslahah Fi al-Syari’ah al-Islamiyah.Beirut:Muassah al-Risalah,1990,cet. Ke-3, h.27. 20 ditetapkan syar’i adalah pemeliharaan lima hal pokok kulliyat al-Khamsah, semua bentuk tindakan seseorang yang mendukung pemeliharaan kelima aspek ini adalah maslahah. Begitu pula segala upaya yang berbentuk tindakan menolak kemudharatan terhadap kelima hal ini juga disebut maslahah. 8 Sifat dasar dari maqâsid al-syari’ah adalah pasti, dan kepastian disisni merujuk pada otoritas maqâsid al-syari’ah itu sendiri. Dengan demikian eksistensi maqâsid al-syari’ah pada setiap ketentuan hukum syariat menjadi hal yang tidak terbantahkan baik yang bersifat perintah wajib ataupun larangan. 9 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa al-Ghazali mengajukan teori maqâsid al-syari’ah ini dengan membatasi pemeliharaan syariah pada kulliat al-khamsah. Konsep pemeliharaan tersebut dapat diimplementasikan dalam dua metode: pertama, metode konstruktif bersifat membangun dan kedua, metode preventif bersifat mencegah. Dalam metode konstruktif, kewajiban-kewajiban Agama dan berbagai aktifitas sunat yang baik dilakukan dapat dijadikan contoh dalam metode ini. Sedangkan berbagai larangan pada semua perbuatan bisa dijadikan sebagai contoh preventif kedua metode tersebut bertujuan mengukuhkan elemen maqâsid al-syari’ah sebagai jalan menuju kemaslahatan 8 Firdaus, Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensi, Jakarta:Zikrul Hakim,2004. Cet, ke-1, h.81. 9 Hasbi Umar, Nalar Fiqh Kontemporer. Jakarta: Gaung Persada Pers ,2007, cet. ke-1 h.129.