1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1.
Peneliti, dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan wawasan mengenai  pengaruh  asimetri  informasi,  ukuran  perusahaan,
leverage
dan
return  on  asset
dengan  kepemilikan  manajerial  sebagai  variabel moderating terhadap manajemen laba.
2. Perusahaan emiten, diharapkan dalam penyusunan laporan keuangan
tetap  sesuai  dengan  ketentuan  yang  berlaku  dan  mempertahankan relevansi nilai informasi laporan keuangan tersebut.
3. Investor,  hasil  penelitian  ini  dapat  memberikan  pengetahuan  kepada
investor  dan  calon  investor  dalam  memandang  manajemen  laba  yang dilakukan  perusahaan  sehingga  dapat  mengambil  keputusan  ekonomi
yang tepat. 4.
Akademisi  dan  peneliti  selanjutnya,  penelitian  ini  dapat  menjadi sumber  informasi  dan  bahan  referensi  dalam  melakukan  penelitian
selanjutnya yang
sejenis sehingga
nantinya dapat
tercapai kesempurnaan teori dan hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis 2.1.1.  Teori Keagenan
Agency Theory
Teori  keagenan  menggambarkan  suatu  titik  temu  antara  pemilik perusahaan
principal
dengan  manajemen
agent
yang  ada  di  dalam  suatu perusahaan.  Jensen  dan  Meckling  1976:308  menyatakan  “
agency
relationship as a contract under which one or more persons the principals
engage  another  person  the  agent  to  perform  some  service  on  their  behalf
which  involves  delegating  some  decision  making  authority  to  the  agent
. Sementara Scott 2012:340 mendefinisikan teori agensi “
Agency  theory  is a branch  of  game  theory  that  studies  the  design  of  contract  to  motivate  a
rational agent to act on behalf of a principal when the agent’s interest would otherwise conflict with those of the principal”.
Pemisahan  dalam  teori  keagenan  menandakan
principal
tidak  lagi
terlibat  dalam  pengelolaan  perusahaan  karena  telah  dialihkan  kepada
agent
. Wewenang dan tanggung jawab
agent
maupun
principal
diatur dalam kontrak
kerja  atas  persetujuan  bersama.  Pihak
principal
hanya  bertindak
mempekerjakan
agent
untuk  melakukan  tugas  demi  kepentingan
principal
termasuk  pendelegasian  otorisasi  pengambilan  keputusan  dari
principal
kepada
agent
dan  juga mengawasi  dengan  memonitor  kinerja  perusahaan
melalui laporan yang diberikan oleh
agent
. Dengan adanya pemisahan antara
Universitas Sumatera Utara
principal
dan
agent
cenderung  menimbulkan  konflik  keagenan  yang didasarkan pada adanya perbedaan kepentingan.
Pihak
principal
mengadakan  kontrak  untuk  memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas  yang selalu meningkat sedangkan
agent
termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun
kontrak kompensasi. Sehingga perilaku oportunistik dari
agent
yaitu  perilaku untuk  memaksimumkan  kesejahteraannya  sendiri  yang  berlawanan  dengan
kepentingan
principal
akan  muncul.  Perilaku  oprtinistik  didasari  atas pengetahuan  informasi  yang  lebih  banyak  seputar  perusahaan  dibandingkan
principal
sebagai  dampak  dari  pengalihan  pengelolan  perusahaan  kepada
agent
.  Hal  tersebut  memberikan  keluasan  bagi
agent
untuk  memilih  dan menerapkan  metoda  akuntansi  yang  dapat  memperlihatkan  kinerjanya  yang
baik  untuk  tujuan  mendapatkan  bonus  dari
principal
.  Penguasaan  informasi yang  lebih  banyak  oleh
agent
sering  disalahgunakan  untuk  melakukan tindakan-tindakan  sesuai  dengan  keinginan  dan  kepentingan  untuk
memaksimumkan  utilitasnya  dengan  menyajikan  informasi  yang  tidak sebenarnya  kepada
principal
,  terutama  jika  informasi  tersebut  berkaitan dengan  pengukuran  kinerja
agent
.Ketidakseimbangan  penguasaan  informasi yang  diketahui  antara
principal
dengan
agent
ini  disebut  asimetri  informasi
information asymmetry
.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.  Manajemen Laba 2.1.2.1. Definisi Manajemen Laba
Manajemen  laba  mengacu  pada  berbagai  cara  untuk mengutak-atik  laba  agar  tampak  hasil  yang  baik.  Scott  2012:423
menerangkan  manajemen  laba “
The  choice  by  a  manager  of accounting  policies,  or  actions  affecting  earnings,  so  as  to  achieve
some  specific
reported  earnings  objective”.  Sementara  Schipper 1989:92
“
Earnings  management  is  disclosure  management  in  the sense of a purposeful intervention in the external financial reporting
process,  with  the  extent  of  obtaining  some  private  gain,  as  opposed to  merely  facilitating  the  neutral  operation  of  the  process
”.
Manajemen  laba  akan  membuat  laba  tidak  sesuai  dengan  realitas ekonomi  yang  ada,  sehingga  kualitas  laba  yang  dilaporkan  menjadi
rendah.  Laba  yang  disajikan  mungkin  tidak  mencerminkan  realitas
ekonomi,  tetapi  lebih  karena  keinginan  manajemen  untuk
memperlihatkan  sedemikian  rupa  sehingga  kinerjanya  dapat  terlihat baik..
Menurut  Belkaoui  2007:74  manajemen  laba  yaitu  suatu kemampuan  untuk  memanipulasi  pilihan-pilihan  yang  tersedia  dan
mengambil pilihan yang tepat untuk mendapatkan tingkat laba yang diinginkan. Definisi lain dinyatakan oleh Sulistyanto 2008:6 bahwa
manajemen  laba  sebagai  upaya  manajer  perusahaan  untuk mengintervensi  atau  mempengaruhi  informasi-informasi  dalam
Universitas Sumatera Utara
laporan  keuangan  dengan  suatu  tujuan  untuk  mengelabuhi
stakeholder
yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Berdasarkan  beberapa  pengertian  diatas  dapat  disimpulkan
bahwa manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh manajer mempunyai  perilaku
opportunistic
dalam  mengelola  perusahaan dengan memanipulasi laba diperoleh selama periode berjalan.
2.1.2.2. Motivasi Manejemen Laba
Terdapat  berbagai  motivasi  yang  dapat  melatarbelakangi manajer dalam melakukan praktik manajemen laba. Scott 2012:426-
427 menemukan  beberapa  motivasi  terjadinya  manajemen  laba,
yaitu:
a.
Bonus Purposes
Managers  compensation  depends  upon  the  net  earnings. Managers  would  find  opportunities  in  which  they  could
manage  net  income  in  an  attempt  to  maximize  their  bonuses
under the firm’s compensation plans.
b.
Contractual motivation
Covenants in a long-term lending contract exist to protect the lender  from  the  potentially  adverse  actions  of  managers.
Earnings  management  can  serve  as  motivation  to  steer managers  away  from  violating  the  terms  of  a  debt  contract
known  as  covenant  violation,  since  such  a  violation  would be  highly  costly  to  the  manager  and  could  affect  hisher
ability to freely operate the firm. Earnings management gives a  manager  the  flexibility  to  choose  those  accounting  policies
that avoid a close proximity to covenant violation.
c. Political Motivations
To the extent that firms are politically visible, that is, they are often  in  the  public  eye  or  subject  to  governmental  scrutiny,
firms  will  use  earnings  measurement  to  reduce  reported  net
Universitas Sumatera Utara
income.  This  will  circumvent  external  bodies  from  forcing  a politically visible firm to lower its profitability
d. Taxation Motivations
Due to the already stringent regulations on the calculation of taxable  net  income,  firms  have  less  flexibility  in  applying
earnings management to income taxation. However, there is a tendency for firms to switch inventory methods to LIFO in the
face of rising prices because under LIFO, reported net income will be lower and so will be the calculated taxes. This reflects
positively in the securities market, as investors are more likely to invest in firms with lowered taxes when market prices rise.
e.
Changes of Chief Executive Officer CEO
CEOs  engage  in  behaviour  that  maximizes  their  utility.  The following  are  consistent  with  the  bonus  plan  hypothesis:  a
CEO  of  a  poorly  performing  firm  will  use  earnings management  to  avoid  being  fired;  another  will  use  it  to
maximize hisher income prior to retirement; and a new CEO will manage earnings so as to increase hisher future income
potential.
f.
Initital Public Offering IPO
Firms  making  initial  public  offerings  IPOs  do  not  have
established market price. In order to best communicate firm’s
earnings  power  to  investor,  the  firm  will  likely  use prospectuses.  Manager  will  try  to  inflate  future  expected
earnings so as to get high price from IPO.
Sedangkan  menurut  Sulistyanto  2008:44 merumuskan  tiga
hipotesis  teori  akuntansi  positif
Positive  Accounting  Theory
yang dapat  dijadikan  dasar  pemahaman  dalam  tindakan  manajemen  laba
adalah : a.
Bonus Plan Hypothesis \
Pada  perusahaan  yang  memiliki  rencana  pemberian  bonus, manajer  perusahaan  akan  lebih  memilih  metode  akuntansi  yang
dapat  menggeser  laba  dari  periode  mendatang  ke  peeriode berjalan. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian
upah yang lebih tinggi untuk masa kini.
b.
Debt Covenant Hypothesis
Pada  perusahaan  yang  mempunyai  rasio
debt  to  equity
tinggi, manajer  perusahaan  cenderung  menggunakan  metode  akuntansi
yang menangguhkan pelaporan laba pada periode mendatang ke periode  sekarang.  Perusahaan  dengan  rasio
debt  to  equity
yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi  akan  mengalami  kesulitan  dalam  memperoleh  dana tambahan  dari  pihak  kreditor  bahkan  perusahaan  terancam
melanggar perjanjian utang.
c.
Political Cost Hypothesis
Perusahaan  yang  besar  maka  memiliki  biaya  politik  yang dimiliki,  maka  manajer  akan  memilih  metode  akuntansi  yang
dapat  menurunkan  laba.  Hal  tersebut  dilakukan  dengan  tujuan untuk menghindari regulasi atas keputusan pemerintah, misalkan
menaikkan  pajak  penghasilan  perusahaan.dan  mengenakan peraturan
antitrust
.
2.1.2.3. Pola Manajemen Laba
Menurut  Scott  2012:425,  mengidentifikasikan  adanya empat  pola  yang  dilakukan  manajemen  untuk  melakukan
pengelolaan atas laba sebagai berikut:
a.
Taking a Bath
,
This can take place during periods of reorganizations. If a firm must report a loss, management may feel it might as well report
a  large  one.  Consequently,  it  will  write  off  asset,  providefor
expected future costs, and generally “clear the decks”.
Because of  accrual  reversal,  this  enhances  the  probability  of  future
reported profits
.
b.
Income Minimization
,
This  is  similary  to  taking  a  bath,  but  less  extreme.  Such  a pattern  may  be  chosn  by  a  politically  visible  firm  during
periods  of  high  profitability. Policies  the  suggest  income
minimization  include  rapid  writeoffs  of  capital  assets  and intangibles,
and expensive
of advertising
and RD
expenditures.  Income  tax  considerations,  such  as  for  LIFO inventory  in  the  United  States,  provide  another  set  of
motivations for this pattern, as does enhancement of arguments for relief from foreign competitions.
c.
Income Maximization
,
Managers may engage in a pattern of maximization of reported net income for bonus purposes, providing that this does not put
them  above  the  cap.  Firms  that  are  close  to  debt  covenant violations may also maximize income.
d.
Income Smoothing
,
From  a  contracting  perpective,  risk-averse  manager  prefer  a less  variable  bonus  stream,  other  things  equal.  Consequently,
Universitas Sumatera Utara
managers  may  smooth  reported  earnigs  over  time  so  as  to receive
relatively constant
compensation. Efficient
compensation  contracting  may  exploit  this  effect,  and  condone some  income  smoothing  as  a  low  cost  way  to  attain  the
manager’s reservation utility.
2.1.2.4. Teknik Manajemen Laba
Menurut  Setiawati  dan  Ainun  2000:429  bahwa  ada  tiga teknik  yang  dapat  digunakan  dalam  melakukan  praktik  manajemen
laba yaitu: a.
Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara ini dilakukan pihak manajemen dengan mempengaruhi laba
melalui
judgment
perkiraan  terhadap  estimasi  akuntansi  antara lain  estimasi  tingkat  piutang  tak  tertagih,  estimasi  kurun  waktu
depresiasi  aktiva  tetap  atau  amortisasi  aktiva  tak  berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain.
b. Mengubah metoda akuntansi
Manajer  melakukan  perubahan  metode  akuntansi  yang digunakan  untuk  mencatat  suatu  transaksi,  contoh  :  merubah
metoda  depresiasi  aktiva  tetap,  dari  metoda  depresiasi  angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan.
Manajemen  melakukan  rekayasa  periode  biaya  atau  pendapatan antara lain: mempercepatmenunda pengeluaran untuk penelitian
dan  pengembangan  sampai  pada  periode  akuntansi  berikutnya, mempercepatmenunda  pengeluaran  promosi  sampai  periode
berikutnya,  mempercepatmenunda  pengiriman  produk  ke pelanggan  dan  mengatur  saat  penjualan  aktiva  tetap  yang  sudah
tak dipakai.
2.1.3.  Asimetri Informasi
Laporan  keuangan  dibuat  sebagai  sarana  mengkomunikasikan informasi  keuangan  kepada  pihak-pihak  berkepentingan  dengan  laporan
keuangan  yaitu  para  pengguna  eksternal  pemegang  saham,  kreditor,
Universitas Sumatera Utara
pemerintah, masyarakat, dan juga berguna bagi pihak internal perusahaan itu sendiri seperti manajer, karyawan, serikat buruh dan lainnya. Para pengguna
internal  atau  pihak  manjemen  sebagai  pihak  yang  menjalankan  kegiatan perusahaan  mengetahui  informasi  ataupun  peristiwa-peristiwa  yang  terjadi
pada  perusahaan.  Sementara  itu,  pihak  eksternal  yang  tidak  berada  di perusahaan  secara  langsung,  tidak  mengetahui  informasi  tersebut  sehingga
tingkat  ketergantungan  manajemen  terhadap  informasi  akuntansi  tidak sebesar para pengguna eksternal.
Jensen  dan  Meckling  1976:311  menyatakan  bahwa “
if  the  two groups agents and principals are people who are seeking tomaximize utility,
then there is good reason to believe that the agent will not always act in the best  interest  of  the  principal
”
.
Informasi  yang  lebih  banyak  dimiliki  oleh manajer  dapat  memicu  untuk  melakukan  tindakan-tindakan  sesuai  dengan
keinginan  dan  kepentingan  untuk  memaksimumkan
utility
-nya  dan menciptakan  kebijakan  yang  tanpa  sepengetahuan  pihak  eksternal.  Kendala
mengenai  ketidakseimbangan  informasi  ini  yang  akan  menimbukan permasalahan  antara
agent
dan
principal
yang  disebut  dengan  asimetri
informasi
information asymmetry
.
Asimetri  informasi  adalah  suatu  keadaan  dimana
agent
mempunyai
informasi  yang  lebih  banyak  tentang  perusahaan  dan  prospek  dimasa  yang
akan  datang  dibandingkan  dengan
principal.
Richardson  1998:24 “…  that
the  level  of  earnings  management  increases  as  the  level  of  information asymmetry increases
”. Asimetri informasi yang terjadi antara manajer dengan
Universitas Sumatera Utara
pemegang  saham  sebagai  pengguna  laporan  keuangan  menyebabkan pemegang  saham  tidak  dapat  mengamati  seluruh  kinerja  dan  prospek
perusahaan  secara  sempurna.  Dalam  situasi  dimana  pemegang  saham memiliki informasi yang lebih sedikit daripada manajer, maka  manajer dapat
memanfaatkan  fleksibilitas  yang  dimilikinya  tersebut  untuk  melakukan praktik manajemen laba dalam rangka memaksimalkan kemakmuran mereka.
Menurut Scott 2012:21-22 “
We  shall  consider  two  major  types  of  information  asymmetry.  Adverse selection is a type of information asymmetry whereby one or more parties to a
business transaction, or potential transaction, have an information advantage over other parties. Moral hazard is a type of information asymmetry whereby
one  or  more  parties  to  a  business  transaction,  or  potential  transaction,  can observe  their  actions  in  fulfilment  of  the  transactions  but  other  parties
cannot
”.
2.1.3.1 Teori
Bid-Ask Spread
Jika  seorang  investor  ingin  membeli  atau  menjual  suatu
saham  atau  sekuritas  lain  di  pasar  modal,  dia  biasanya  melakukan transaksi  melalui
brokerdealer
yang  memiliki  spesialisasi  dalam sekuritas.
Brokerdealer
inilah  yang  siap  untuk  menjual  pada investor untuk harga
ask
jika investor ingin membeli suatu sekuritas. Jika  investor  sudah  mempunyai  suatu  sekuritas  dan  ingin
menjualnya,  maka
brokerdealer
ini  yang  akan  membeli  sekuritas dengan harga
bid
. Perbedaan antara harga
bid
dan harga
ask
adalah
spread
. Penggunaan
bid-ask  spread
sebagai  proksi  dari  asimetri informasi  menurut  Komalasari  2001:73  dikarenakan  dalam
Universitas Sumatera Utara
mekanisme  pasar  modal,  pelaku  pasar  modal  juga  menghadapi masalah  keagenan.  Partisipan  pasar  saling  berinteraksi  di  pasar
modal  guna  mewujudkan  tujuannya  yaitu  membeli  atau  menjual sekuritasnya,  sehingga  aktivitas  yang  mereka  lakukan  dipengaruhi
oleh  informasi  yang  diterima  baik  secara  langsung  laporan  publik maupun tidak langsung
insider trading
. Namun
dealer
menghadapi suatu  ketidakpastian  mengenai  informasi  harga  saham.  Untuk
mengurangi  ketidakpastian  tersebut
dealer
membutuhkan  biaya untuk  mendapatkannya  informasi.  Dealers  atau
market-makers
memiliki  daya  pikir  terbatas  terhadap  persepsi  masa  depan  dan menghadapi  potensi  kerugian  ketika  berhadapan  dengan
informed traders
.  Hal  inilah  yang  menimbulkan
adverse  selection
yang mendorong
dealers
untuk  menutupi  kerugian  dari  pedagang terinformasi  dengan  meningkatkan
spread
-nya.
Dealer
selalu berusaha  menentukan
spread
secara  wajar  dengan  memperhatikan kejadian  tertentu  atau  kondisi  atau  informasi  apa  saja  yang
memberikan  sinyal  mengenai  surat  berharga  yang  dimilikinya. Besarnya  ketidakseimbangan  informasi  yang  dihadapi
dealer
akan tercermin pada
spread
yang ditentukannya. Terdapat  tiga  komponen  kos  dalam  menetapkan
bid-ask spread
menurut Krinsky dan Lee dalam Rahmawati, dkk, 2006:10 menyatakan bahwa :
a. Kos  pemrosesan  pesanan
order  processing  cost
,  terdiri  dari biaya  yang  dibebankan  oleh  pedagang  sekuritas  efek  atas
Universitas Sumatera Utara
kesiapannya mempertemukan
pesanan pembelian
dan penjualan,  dan  kompensasi  untuk  waktu  yang  diluangkan  oleh
pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksi. b.
Kos  penyimpanan  persediaan
inventory  holding  cost
,  yaitu kos  yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa
persediaan  saham  agar  dapat  diperdagangkan  sesuai  dengan permintaan.
c.
Adverse  selection  component
,  menggambarkan  suatu  upah
reward
yang  diberikan  kepada  pedagang  sekuritas  untuk mengambil  suatu  risiko  ketika  berhadapan  dengan  investor
yang  memiliki  informasi  superior.  Komponen  ini  terkait  erat dengan arus informasi di pasar modal.
Berkaitan  dengan
bid-ask  spread
,  fokus  perhatian  akuntan adalah  pada  komponen
adverse  selection
karena  berhubungan dengan penyediaan informasi ke pasar modal. \
2.1.4.  Ukuran Perusahaan
Ukuran  perusahaan  merupakan  salah  satu  faktor  indikator  yang digunakan  investor  dalam  menilai
aset  maupu  kinerja  perusahaan.  Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan
besar
large firm
, perusahaan menengah
medium-size
dan perusahaan kecil
small  firm
.  Total  asset  merupakan  salah  satu  ukuran  umum  untuk menentukan besar kecilnya suatu perusahaan tersebut.
Ukuran  perusahaan  merupakan  faktor  yang  dipertimbangkan  oleh investor  dalam  melakukan  investasi.  Perbedaan  ukuran  perusahaan
menimbulkan risiko  usaha  yang berbeda secara  signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil Pujiningsih, 2011:26
Perusahaan besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding dengan perusahaan kecil. Selain
itu. Perusahaan  yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan
Universitas Sumatera Utara
yang  lebih  luas,  sehingga  berbagai  kebijakan  perusahaan  besar  akan berdampak  lebih  besar  terhadap  kepentingan  publik  dibandingkan  dengan
perusahaan kecil. Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih
besar  untuk  mendapat  sumber  pendanaan  dari  berbagai  sumber,  sehingga untuk  memperoleh  pinjaman  dari  kreditur  pun  akan  lebih  mudah  karena
perusahaan  dengan  ukuran  lebih  besar  memiliki  profitabilitas  lebih  besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain,
perusahaan  dengan  skala  kecil  lebih  fleksibel  dalam  menghadapi ketidakpastian,  karena  perusahaan  kecil  lebih  bereaksi  terhadap  perubahan
yang  mendadak  sehingga  memungkinkan  perusahaan  untuk  melakukan manajemen laba.
2.1.5.
Leverage
Struktur  keuangan  perusahaan  memiliki  kaitan  yang  erat  dengan informasi  keuangan  yang  akan  disampaikan  kepada  penyedia  dana.  Struktur
ini  juga  mencakup
leverage.  Leverage
adalah  perbandingan  antara  total kewajiban  dengan  total  aktiva  perusahaan.  Rasio  ini  menunjukkan  besarnya
besar aktiva yang dimiliki perusahaan yang dibiayai dengan hutang. Semakin tinggi  nilai
leverage
maka  risiko  yang  akan  dihadapi  investor  akan  semakin tinggi dan para investor akan meminta keuntungan yang semakin besar.selain
itu dikhawatirkan perusahaan tidak dapat melunasi kewajiban tepat waktu dan hal  ini  yang  menyebabkan  suatu  perusahaan  dapat  di  likuidasi.  Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian,  tingkat
leverage
perusahaan  menggambarkan  resiko  keuangan perusahaan.
Kebijakan  hutang  merupakan  salah  satu  alternatif  pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal. Hutang yang dipergunakan
secara  efektif  dan  efisien  akan  meningkatkan  nilai  perusahaan.  Tetapi  bila dilakukan  dengan  dalih  menarik  perhatian  para  kreditur,  maka  justru  akan
memicu  manajer  untuk  melakukan  manajemen  laba.  Perusahaan  yang memiliki hutang tinggi akan memilih kebijakan akuntansi dengan menggeser
laba  masa  depan  ke  masa  sekarang.  Pernyataan  ini  juga  dibuktikan  oleh penelitian Herawati dan Baridwan 2007:32 yang memberikan bukti empiris
tentang  adanya  tingkat  manajemen  laba  yang  lebih  besar  pada  perusahaan yang  terikat  perjanjian  hutang  daripada  perusahaan  yang  tidak  terikat
perjanjian hutang.
2.1.6.
Return On Asset
ROA
ROA merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat
profitabilitas
suatu perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan hasil
return
atas  jumlah  aktiva  yang  digunakan  dalam  perusahaan  Kasmir,  2011:197. ROA  dipengaruhi  oleh
profit  margin
dan  perputaran  total  aktiva.  Untuk menaikkan  ROA,  suatu  perusahaan  bisa  memilih  dengan  menaikkan
profit margin
dan  mempertahankan  perputaran  total  aktiva.
Profit  margin
yang tinggi  menandakan  kemampuan  perusahaan  menghasilkan  laba  yang  tinggi
pada  tingkat  penjualan  tertentu.  Semakin  tinggi  laba  yang  dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan  akan  mengakibatkan  harga  saham  perusahaan  juga  akan meningkat sehingga semakin tinggi pula
return
saham yang diperoleh. Pada  rasio  ini,  angka  laba  yang  digunakan  dalam  perhitungan  adalah
yang berasal dari kegiatan usaha pokok perusahaan. Rasio ini mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba,  Rasio  ini  digunakan  untuk  mengukur  kemampuan  manajemen perusahaan  dalam  memperoleh  laba  secara  keseluruhan.  ROA  berfungsi
untuk  mengukur  efektivitas  perusahaan  dalam  menghasilkan  laba  melalui pengoperasian  aktiva  yang  dimiliki.  Semakin  besar  ROA  suatu  perusahaan,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin  baik  pula  posisi  perusahaan  tersebut  dari  segi  penggunaan  akitva.
Jadi memungkinkan manajer melakukan manajemen laba untuk mendapatkan keadaan tersebut.
2.1.7.  Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan  manajerial  merupakan  kepemilikan  saham  perusahaan oleh  pihak  manajemen.  Kepemilikan  manajerial  akan  menyelaraskan
kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. “
If managers do not have a high level of shares in the firm, they may not act most likely in behalf
of  shareholders
”  Jensen  dan  Meckling,  1976:314.  Dengan  adanya kepemilikan manajerial,
manajemen tidak hanya berfungsi sebagai pengelola perusahaan namun juga sebagai
pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
Dengan  adanya  kepemilikan  manajerial,  pihak  manajemen  akan terdorong untuk meningkatkan kinerja serta mengambil keputusan yang tepat
karena  manajer  akan  ikut  merasakan  langsung  manfaat  maupun  resiko  yang terkait  pengambilan  keputusan  tersebut  sehingga  dengan  begitu  praktek
manajemen  laba  di  perusahaan  dapat  berkurang.  Dalam  kepemilikan  saham yang  rendah,  maka  insentif  terhadap  kemungkinan  terjadinya  perilaku
oportunistik manajer akan meningkat Herawaty, 2008 : 28.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merujuk atas beberapa penelitan  sebeelumnya  yang memiki hasil penelitian yag berbeda. Peneletian oleh Restuwulan 2013 dalam Pengaruh
Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba Penelitian pada  Perusahaan  di  Sektor  Industri
Food
dan
Beverages
yang  Terdaftar  Di  BE menunjukkan  asimetri  informasi  berpengaruh  positif  dan  signifikan  terhadapa
manajemen laba. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
Tarigan  2011  menguji  Pengaruh  Asimetri  Informasi,
Corporate Goveernance
dan  Ukuran  Perusahaan  terhadap  Praktik  Manajemen  Laba  Studi pada  Perusahaan  Manufaktur  yang  Terdaftar  Di  BEI.  Hasil  yang  diperoleh
menunjukkan  bahwa  yaitu  asimetri  informasi  berpengaruh  terhadap  praktik manajemen  laba  begitu  juga  ukuran  perusahaan  berpengaruh  terhadap  praktik
manajemen laba
Universitas Sumatera Utara
Madli  2014  dalam  penelitian  yang  berjudul  “Pengaruh  Ukuran Perusahaan,
Return On Asset
dan
Debt To Equity Ratio
terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Properti dan real Estate yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia” menunjukkan  bahwa  Uuran  Perusahaan  berpengaruh  positif  dan  signifikan
terhadap manajemen laba sementara
Return On Asset
tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Purwandari  2011  meneliti  Analisis  Pengaruh  Mekanisme
Good Corporate  Governance,
Profitabilitas  dan
Leverage
terhadap  Manejemen  Laba Studi  pada  Perusahaan  Manufaktur  yang  tercatat  pada  BEI  periode  2005-2009
yang  menemukan  hasil  bahwa  profitabilitas  dengan  memakai  proksi  ROA berpengaruh  negatif  dan  signifikan  terhadap  manajemen  laba  dan
leverage
tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Joa  dan  Pagulung  2011  dengan  penelitiannya  berjudul  “
Corporate Governance,
Ukuran  perusahaan  dan
Leverage
terhadap  Manajemen  Laba  pada Perusahaan Manufaktur di BEI menunjukkan Kepemilikan Manjerial dan Ukuran
Perusahaan  berpengaruh  negatif  signifikan  terhadap  manajemen  laba.  Sementara
leverage
berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel
Penelitian Hasil penelitian
Restuwulan 2013
Pengaruh Asimetri
Informasi dan Ukuran
Perusahaan Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan
Manufaktur sektor
Food and Beverages
yang terdaftar di BEI
Variabel Independen :
Asimetri Informasi dan Ukuran
Perusahaan
Variabel Dependen :
Manajemen Laba Asimetri Informasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Manajemen Laba sedangkan Ukuran
Perusahaan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Manajemen Laba
Tarigan 2011
Pengaruh Asimetri
Informasi,
Corporate Governance
dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Praktik
Manajemen Laba Studi Pada
Perusahaan Manufaktur
terdaftar di BEI 2008-2010
Variabel Independen :
Asimetri Informasi, Komposisi Dewan
Komisaris, Keberadaan
Komite Audit dan Ukuran Perusahaan
Variabel Dependen:
Manajemen Laba Asimetri Informasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Manajemen Laba, Komposisi Dewan
Komisaris dan Keberadaan Komite
Audit berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Manajemen Laba,  Ukuran
Perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap Manajemen Laba.
Madli 2014  Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Return On Asset
dan
Debt To Equity Ratio
terhadap Manajemen Laba
pada Perusahaan Properti dan Real
Estate yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
Variabel Independen :
Ukuran Perusahaan,
Return On Assets, dan
Debt To Equity Ratio
Variabel Dependen:
Manajemen Laba
Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Manajemen Laba,
Return On Asset dan Debt To Equity Ratio
tidak berpengaruh signifikan terhadap
Manajemen Laba
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Review Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian
Purwandari 2011
Pengaruh Mekanisme
Good Corporate
Governance,
Profitabilitas dan
Leverage
terhadap Manejemen Laba
Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang tercatat pada BEI
periode 2005- 2009
Variabel Independen :
Komite Audit, Ukuran Dewan
Direksi, Proporsi Komisaris
Independen, Kepemilikan
Institusional, Profitabilitas dan
Leverage
Variabel Dependen :
Manajemen Laba Komite audit,
kepemilikan institusional dan
profitabilitas berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap manajemen
laba. Sedangkan ukuran dewan direksi, proporsi
komisaris independen dan
leverage
tidak terbukti berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
Jao dan Pagulung
2011
Corporate Governance,
Ukuran Perusahaan, dan
Leverage
terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan
Manufaktur di BEI
Variabel independen:
Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional,
Ukuran Dewan Komisaris,
Komposisi Dewan Komisaris
Independen Komite Audit,
Ukuran Perusahaan dan
Leverage
Variabel Dependen:
Manajemen Laba Kepemilikan
Manajerial, Komposisi Dewan Komisaris
Independen, Komite Audit dan Ukuran
Perusahaan berpengaruh negatif
signifikan terhadap Manajemen Laba
Kepemilikan Institusional,
Ukuran Dewan Komisaris dan
Leverage
berpengaruh positif signifikan
terhadap Manajemen Laba
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Konseptual