Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1 Hella Jusra, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah merupakan suatu gambaran keadaan dengan hubungan dua atau lebih informasi yang diketahui dan informasi lainnya yang dibutuhkan yang dapat menimbulkan keraguan, ketidakpastian, sesuatu yang sulit dimengerti, atau pertanyaan yang sulit, sehingga pemecahan masalah hadir sebagai solusi untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Pemecahan masalah dapat dianggap sebagai suatu proses dalam menerapkan pengetahuan yang ada untuk situasi baru atau asing bagi individu tersebut untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman baru. Situasi di dalam kelas pada umumnya di mana siswa disajikan dengan beberapa informasi baru dan selanjutnya diberikan contoh soal terkait dengan materi tersebut, kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah, untuk menunjukkan bahwa mereka telah memahami informasi yang diberikan. Masalah tersebut jauh lebih baik disebut sebagai latihan, karena guru telah memberi contohnya dan mereka tidak menggunakan pengetahuan atau pengalamannya sendiri sebelum diberikan oleh gurunya. Sebaiknya, biarkan siswa berpikir terlebih dahulu bagaimana memecahkan masalah tersebut, sehingga pasti banyak cara yang berbeda dari masing-masing siswa, kemudian guru mengoreksi dan memeriksa hasilnya yang selanjutnya guru serta siswa menyimpulkannya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yee dan Hoe 2009 bahwa pemecahan masalah merupakan proses yang kompleks yang memerlukan seorang individu untuk mengkoordinasikan pengalaman, pengetahuan, pemahaman dan intuisi sebelumnya, untuk memenuhi tuntutan situasi baru. Sederhananya, itu adalah salah satu perjalanan mental yang diperlukan untuk mencapai solusi dimulai dengan situasi yang diberikan. Wahyudin 2003 mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau situasi-situasi pembuatan keputusan, dengan demikian kemampuan Hella Jusra, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pemecahan masalah membantu seseorang secara baik dalam hidupnya. Selanjutnya, menurut Gagne Joyce, et al., 2009, pemecahan masalah adalah aplikasi aturan-aturan pada masalah yang tidak pernah dihadapi sebelumnya oleh pembelajar. Langkah ini melibatkan aktivitas memilih aturan yang baik dan mengaplikasikannya dalam sebuah kombinasi yang cukup sempurna. Sehubungan dengan itu, sebaiknya dalam memecahkan masalah siswa juga ikut dilibatkan, tidak hanya menerima materi saja agar mereka lebih memahami persoalan yang diberikan. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 2006, tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika Diknas, 2006 adalah sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematka, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Isi dari KTSP 2006 tersebut menyebutkan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian penting dari pembelajaran matematika SMP. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah pada siswa dipandang perlu untuk dikembangkan. Kemampuan pemecahan masalah juga digunakan pada kurikulum dari negara-negara lain. Seperti di Amerika Serikat, pemecahan masalah telah menjadi fokus utama dalam penelitian pendidikan matematika dari pertengahan Hella Jusra, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tahun 1970an hingga akhir 1980an. Pembelajaran matematika di Jepang juga sebagian besar telah dipengaruhi oleh penekanan pemecahan masalah sebagai aplikasi praktis yang baik dari reformasi matematika. Begitupun dengan negara tetangga, yaitu Singapura sejak tahun 1990 pemecahan masalah matematis telah menjadi tujuan utama dari kurikulum sekolah matematika. Badan Penelitian dan Pengembangan Balitbang tahun 2011 melaporkan bahwa rata-rata skor prestasi matematika siswa Indonesia masih di bawah rata- rata skor Internasional, yaitu 500. Skor rata-rata Indonesia pada mata pelajaran matematika berdasarkan studi Programme for International Student Assessment PISA tahun 2006 adalah 391. Indonesia berada pada peringkat 50 dari 57 negara peserta PISA, sedangkan tahun 2009 skor rata-rata Indonesia pada mata pelajaran matematika mengalami penurunan, yaitu 371 peringkat 61 dari 65 negara peserta. Balitbang, 2012. Soal-soal yang diujikan pada PISA salah satunya mengukur kemampuan pemecahan masalah. Ini berarti salah satu penyebab menurunnya skor rata-rata siswa Indonesia pada mata pelajaran matematika adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Seseorang yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan matematika tetapi juga dapat berguna untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Samuelsson 2008 mengatakan bahwa pemecahan masalah tampaknya lebih efektif dalam mengembangkan minat siswa dan kenikmatan matematika daripada pekerjaan tradisional atau bekerja independen. Guru perlu menggunakan pekerjaan tradisional atau pemecahan masalah dalam mengembangkan aspek kemampuan kemandirian belajar. Berkenaan dengan itu, selain memiliki kemampuan pemecahan masalah diharapkan siswa dapat pula memiliki kemandirian dalam belajar. sehingga keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan sangat diperlukan agar dapat mengembangkan kemandirian dalam belajarnya. Menurut Pintrich 1995, kemandirian belajar adalah cara belajar siswa aktif secara individu untuk mencapai tujuan akademik dengan cara pengontrolan perilaku, memotivasi diri sendiri, dan menggunakan kognitifnya dalam belajar. Hella Jusra, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Busnawir 2006 mengungkapkan bahwa siswa dengan tingkat kemandirian belajar tinggi berimplikasi kepada aktivitas belajarnya yang tinggi pula, sebaliknya siswa yang tingkat kemandirian belajarnya rendah akan berimplikasi pada aktivitas belajar yang rendah. Menurut Sumarmo 2004, kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Proses kemandirian belajar adalah belajar melalui pengalaman dan refleksi diri dengan cara mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini bukan karakteristik yang dibentuk sejak lahir, sehingga hal tersebut harus dibangun. Siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah yang mengajukan pertanyaan, mencatat, dan mengalokasikan waktu dan sumber daya mereka dengan cara yang membantu mereka untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri Paris Paris, dalam Shuy, OVAE, dan TEAL Staff, 2010. Pada kurikulum matematika Singapura, metakognisi merupakan salah satu indikator dari pemecahan masalah. Metakognisi mengacu pada kemampuan untuk memantau proses berpikir sendiri dalam pemecahan masalah Yee dan Hoe, 2009. Selain itu, Zimmerman Nodoushan, 2012 menyatakan bahwa kemandirian belajar pada siswa melalui tingkatan atau derajat yang secara metakognisi, motivasional, dan perilaku berpartisipasi aktif dalam proses belajar mereka sendiri. Selanjutnya, menurut Zimmerman Efklides dan Misailidi, 2010 aspek penting dalam kemandirian belajar adalah metakognisi. Salah satu pendekatan yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar pada siswa, yaitu pendekatan metakognitif. Pendekatan metakognitif merupakan cara yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menuntut siswa agar dapat mengontrol proses berpikirnya. Zakin 2007 menyatakan bahwa pendekatan metakognitif memiliki pandangan bahwa anak-anak semakin mengetahui dan mengerti tentang bagaimana mereka belajar, semakin mereka bisa dan akan terus belajar. Menurut Moffett Zakin, 2007, metakognisi dapat difasilitasi dengan menggunakan inner speech bergumam, semacam self-talk yang memungkinkan siswa untuk mengarahkan dan memantau proses kognitif mereka, dan Hella Jusra, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VII SMP Melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan apresiasi dari proses berpikir mereka sendiri. Lev Vygotsky telah menjadi teoritikus tunggal yang paling berpengaruh dalam hal penyelidikan inner speech. Banyak dari perspektif teorinya tentang inner speech telah divalidasi oleh penelitian terbaru. Misalnya, peran kognitif inner speech dalam hal pemecahan masalah Ehrich, 2006. Vygotsky Zakin, 2007 mengamati bahwa anak-anak menyelesaikan tugas-tugas praktis dengan bantuan inner speech mereka, serta mata dan tangan. Penggunaan pendekatan metacognitive inner speech pada aspek kemandirian belajar, siswa dapat menilai kemampuannya sendiri karena mereka dilatih untuk belajar bagaimana berpikir sehingga mengetahui apa yang diketahuinya dan mengetahui apa yang tidak diketahuinya. Selain itu metakognisi dapat membantu siswa mengembangkan kepercayaan diri mereka untuk mencoba mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan membantu siswa mengatasi kendala yang muncul selama proses pemecahan masalah. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan metacognitive inner speech dapat mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemandirian belajar. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pendekatan Metacognitive Inner Speech. ”

B. Rumusan Masalah